Hari sudah hampir gelap, tapi Shea masih belum ingin pulang. Tadi saat di mall, Shea dan ketiga temannya mempuas-puaskan untuk bermain di area time zone, di lanjutkan dengan belanja. Kalian pasti tahu apa yang suka di di borong perempuan saat belanja, jelas baju, sepatu, dan tas. Tapi untuk kali ini, Shea hanya menemani ketiga temannya berbelanja tanpa ikut membeli karena ia sedang malas untuk memborong barang yang tidak diperlukan seperti itu.
Setelah acara belanja, mereka melanjutkan mengisi perut di area food court yang sedari siang belum di isi sama sekali karena mereka asik dengan permainan dan belanjanya. Setelah puas mengisi perut, jam sudah menunjukkan pukul lima sore dan mereka memutuskan untuk pulang. Tapi tidak untuk Shea, ia memutuskan untuk berpisah dengan teman-temannya di lobby depan mall.
Sepeninggal ketiga temannya, Shea berjalan menuju terotoar jalan. Ia berjalan menyusuri sepanjang terotoar dengan langkah gontai sambil mengingat ucapan ayahnya yang sama sekali tidak pernah ada buktinya.
"Ayah sama Kakak jarang kelihatan di rumah. Aku jadi kesepian." Shea, memandangi wajah-Dhani-ayahnya dengan raut sedih.
"Maafin Ayah ya Sayang. Mulai sekarang, Ayah akan luangin waktu buat Shea." Mengusap lembut sebelah pipi Shea.
"Ayah bohong! Ayah gak pernah luangin waktu buat Shea, beda dengan ucapan ayah waktu itu." Ucapnya, menahan air matanya agar tidak keluar. Dia berjalan dengan sesekali menendang batu kerikil yang ada di depannya.
"Aku makin benci di rumah. Di sana sepi, kosong, seperti penjara." Shea terus berjalan tanpa tahu dimana ia sekarang. "Bunda... semenjak bunda pergi, semua berubah. Shea sendirian bun, Shea ketakutan saat Shea tidur. Shea sendiri sekarang." Akhirnya air mata Shea tumpah tak kuat menahan sesak di dadanya.
Shea adalah gadis yang kuat dan ceria di luar, tapi di dalamnya ia sangat rapuh bahkan berbeda seratus delapan puluh derajat dari luarnya. Shea terlihat seperti gadis pada seusianya tapi di dalamnya ia menyimpan banyak rahasia, menyimpan banyak rasa sakit dan kesedihan semenjak bundanya pergi karena kecelakaan itu. Semua berubah karena bundanya pergi. Ayahnya gila bekerja, kakaknya jarang pulang. Kecelakaan itu merenggut hidup bundanya dan merenggut kebahagiaan keluarganya.
Karena kecelakaan itu juga, Shea menjadi trauma dan sering terbangun dari tidurnya. Shea selalu terbayang kejadian itu saat dia sudah terlelap dan masuk ke dalam alam mimpinya. Hal itu membuatnya terbangun dengan terengah-enggah bahkan tak segan - segan dia sampai menangis semalaman sampai tertidur kembali dan ke esokan harinya shea akan telat bangun untuk berangkat ke sekolah."Tolong!!... Jangan... TOLONG!!!"
Saat Shea melewati jalanan sepi, ia mendengar teriakan seseorang meminta tolong dengan suara bergetar. Reflek Shea menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan dari suara tersebut.
"Saya mohon jangan... Tolong!!"
Suara tersebut seperti berasal dari balik tembok bangunan di sebelah kiri jalan. Dengan langkah mengendap-endap, Shea mengintip dari balik tembok itu dan menemukan ibu - ibu yang sedang mempertahankan tasnya dari dua orang preman yang ingin mengambil tas ibu itu.
Shea geram bukan main melihat preman itu, dengan cepat ia mengambil ponselnya dari saku rok seragamnya lalu mencari suara sirine mobil polisi dari file dan memencetnya. Lalu keluar suara sirine itu dengan keras dari ponsel Shea. Dia menaruh ponselnya di rerumputan bawah kakinya. Tak sengaja Shea menemukan balok kayu di samping kakinya. Dengan berani, dia mengambil balok kayu itu dan menghampiri dua preman yang sedang berusaha merampas tas ibu itu.
"Polisi akan datang kesini. Kalian akan di tangkap jika tidak melepaskan tas ibu itu!" teriaknya dengan menodongkan balok kayu ke arah dua preman sangar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
VILAIN
Novela JuvenilANTI 21+! Gak ada adegan dewasanya! Cerita ini berlaku untuk semua kalangan. Shea adalah cewek bar-bar dan tukang bikin masalah dengan segudang masalah. Tapi karena salah satu masalahnya, tanpa sengaja dia mengenal seorang lelaki tampan di sekolahny...