BAB 19 (Sick)

359 18 0
                                    

Baru kali ini Shea merasakan jatuh cinta itu seperti apa. Ternyata jatuh cinta itu rasanya sangat indah dan berdebar tentunya. Bahkan jantungnya masih berdetak tak karuan seperti orang terkena penyakit saja.

Iya, penyakit jatuh cinta, ehehehe. Dia bahkan tak percaya jika Nathan menyatakan rasanya padanya.

Setelah yakin bahwa lelakinya telah pergi, dia berbalik dari acara intip mengintipnya di cendela dan berjingkrak-jingkrak senang. Ahhh, rasanya seperti menari di atas awan.

Tapi saat acara jingkrak-jingkraknya masih berlangsung, tak di sangka ada seseorang yang menyaut membuat Shea tertegun karenanya.

“Darimana aja sama pacar? Jangan macem-macem, masih kecil!” Tegur seseorang dari arah dapur.

Melihat matanya saja, Shea bisa menyimpulkan dia seperti ingin menelan Shea hidup-hidup.

“Ka—kakak...” Ucap Shea tergugup melihat Sean—kakaknya sedang berjalan ke arah dimana ia sedang berdiri.

“Darimana aja jam segini baru pulang? Udah jam sembilan lebih ini, tapi kamu masih pakek seragam sekolah dan gak ngabarin kakak darimana. Berasa hidup sendiri?” kata-kata yang di ucapkan Sean memang tak terlihat membentak atau keras, tapi kata-kata yang dilontarkannya sangat tegas dan tajam membuat nyali Shea menciut.

“Gak gi—gitu kak.”

“Gak gitu gimana? Orang udah malam baru pulang. Inget! Kamu masih sekolah. Masa depan kamu masih panjang. Jangan macam-macam kamu kalo sama laki-laki pulang jam segini. Apalagi yang kamu lakukan di depan rumah itu gak pantas di lakukan di tempat umum! Masih sekolah udah berani cium laki-laki. Apa maksud kamu?!” Ujarnya dengan garang.


“Tadi Aku dari rumah Nathan. Mama Nathan yang ngajak Aku kesana kak. Aku di ajak makan malam bareng. Aku gak bohong dan berani sumpah soal hal itu. Aku kesepian di rumah kak. Kakak aja sering nginep di rumah temen kakak, ayah juga selalu pulang tengah malam semenjak Bunda gak ada. Terus Shea sama siapa di rumah kak?! Aku takut sendiri!” Jawab Shea tak terima dengan tuduhan Sean. Dan Sean masih diam tak berkutik karena sergahan Shea padanya.

“Dan soal yang di depan rumah tadi... Aku minta maaf, Aku salah. Dan jujur, Aku suka Nathan.” Ucap Shea mengakhiri perbincangan mereka yang langsung belari ke atas untuk menuju kamarnya.

Sean yang melihat Shea berlari langsung merutuki kebodohannya. Harusnya dia tahu bahwa adiknya sangat membutuhkannya. Tapi ia terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri sampai lupa bahwa gadis kecil itu juga membutuhkannya.

Dia menyugar rambutnya ke belakang menggunakan kedua tangannya, rasa menyesal mulai menghinggapi Sean. Kenapa ia membentak Shea, harusnya ia bisa menjaga Shea bukan malah memarahi cewek itu.

Lain halnya dengan Shea, Sesampainya dikamar tanpa waktu lama air matanya lolos membasahi permukaan pipi sebelum jatuh. Dia benci jika harus bertengkar dengan kakaknya. Dia benci jika harus seperti ini. dia hanya ingin bahagia. Ingin segalanya kembali seperti semula, seperti saat Bunda masih ada.

Dengan masih sesegukan, Shea masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang sudah terasa lengket. Dia menangis di bawah guyuran shower, berharap tangisnya bisa tersamarkan dengan air yang meluncur dari atas kepalanya.

“Tuhan, tolong kembalikan keluargaku seperti dulu. Yang terasa nyaman, hangat, dan bahagia. Kembalikan...” ucap Shea di bawah guyuran shower yang masih deras membasahinya.

***

Sinar sang surya mulai merembet masuk ke dalam kamar bernuansa biru toska itu melalui celah pintu kaca balkon yang tak tertutupi selambu. Tapi penghuni kamar tersebut belum membuka kelopak matanya untuk bangun dari tidur. Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu dari arah luar sambil memanggil nama si penghuni kamar itu.

VILAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang