Satu

40.5K 1.4K 19
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Ya Allah, jika rasa sakitku adalah sarana untuk mendekatkan diri pada-Mu, maka berikanlah sejuta rasa itu agar aku bisa memeluk-Mu dan menghapus rasa itu."
-Syifa

¤¤¤

Kring-kring-kring!

Sebuah ulasan senyum hadir di wajah seorang gadis bermata cokelat yang baru saja mendapat pekerjaan. Di sepanjang perjalanan dia bersenandung. Wajah yang beberapa hari murung itu kini tertawa, merasakan embusan angin yang menerpa mukanya. Beberapa kali, dia mencoba membenahi jilbabnya yang berkibar karena terkena angin. Sepeda yang dikayuhnya pun kian melambat, mencoba merasakan sensasi 'bahagia' yang bercampur dengan angin.

Bagaimana tidak? Pasalnya, genap enam hari ini dia telah melamar pekerjaan ke sana kemari tetapi selalu gagal. Ditolak karena hanya lulusan SMA bukan sarjana. Jika dihitung, hampir belasan lowongan pekerjaan menolaknya karena alasan itu. Akhirnya, tepat hari keenam ini, ada sebuah toko yang menerimanya. Sebuah toko roti yang terletak di sebelah barat daya pasar utama daerah ini. Hidup di kota metropolitan memang sangat mengerikan.

Di tengah lalu-lalangnya kendaraan, netranya menatap seorang pria paruh baya berjaket kulit bewarna cokelat yang kisaran berumur enam puluh tahun tengah terduduk sambil menatap motor matic-nya. Beberapa kali alisnya terangkat dengan mengaduh panjang. Sepertinya, bapak itu tengah menatap mesin motor matic-nya yang tidak berfungsi---katakanlah mogok.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya gadis itu. Senyumnya merekah, tampaklah deretan gigi-gigi putih bersihnya. Dengan ramah gadis itu menyapa seorang pria yang bahkan dikenalinya pun tidak.

Pria itu sedikit memicingkan mata, kemudian membalas senyum gadis itu. Jari telunjuknya menunjuk ke arah mesin motornya yang tidak berfungsi. "Begini, Dik. Sepeda motor saya sepertinya mogok. Tapi saya lihat di sini tidak ada satu pun bengkel," katanya dengan mengedarkan seluruh pandangan. Mencari-cari sebuah bengkel terdekat, namun nihil. Mereka sudah tidak berada di jantung kota.

"Bagaimana jika saya panggilkan montirnya agar ke sini, Pak?" tawar gadis itu. Dia tahu, walaupun hanya lulusan SMA, dan belum pernah sekalipun mengenyam pendidikan di sekolah yang berbasis madrasah, tetapi adab seseorang yang membutuhkan bantuan harus ditolong, kan? Terlebih yang ditolong adalah orang yang lebih tua dari dirinya. Apalagi, Rasulullah saja menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan.

"Tapi, apa tidak merepotkan, Dik?" Dari bawah sinar mentari, pria tua kurus dengan berjaket cokelat itu menatap gadis itu dengan perasaan tidak enak. Bengkel yang paling dekat harus kembali ke kota. Atau jika tidak ingin, pria itu bisa berbalik ke desanya untuk mencari bengkel. Ada banyak, tetapi yang paling dekat sekitar lima sampai enam kilometer. Yang paling memungkinkan adalah kembali ke kota yang jaraknya tidak sampai dua kilometer.

"Tidak, Pak. Kebetulan saya juga lupa mau membeli sesuatu tadi di pasar, jadi biar sekalian saja nanti saya kasih tahu ke bang montirnya," jawabnya halus. Setelah lama berbincang, akhirnya pria tua itu setuju. Walaupun dalam wajahnya menyimpan sedikit rasa tidak enak kepada gadis itu yang baru saja pulang dari kota, dan mungkin tidak tahu, gadis itu bisa dipercaya atau tidak.

Setengah jam kemudian, gadis yang ditunggu-tunggu akhirnya datang dengan seorang pria tinggi yang memiliki rambut cepak. Badannya kurus, hanya mengenakan kaus oblong putih yang terkena oli sana-sini. Dia turun dari motor tuanya dengan membawa beberapa peralatan yang dibutuhkan.

Sang Bidadari Bumi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang