Tiga Puluh Lima [End]

22.7K 836 123
                                    

Sebenarnya saya mau update besok pagi, tapi jari saya gatel pengin mublikasi sekarang, ehehe. Mohon dimaklumi, ya, teman-teman.

Happy reading, jangan lupa komentarnya, ya. Ehehe.



"Fa... fa... kamu di mana, Sayang?" Dia menatap ke sekitar mencari seseorang. Namun hasilnya nihil, sudah setengah jam dia memanggil Syifa belum muncul juga.

Mungkin Syifa baru memasak? Namun, jam segini? Dia menatap ke jam dinding lagi. Pukul setengah sembilan malam, wanitanya belum juga kembali sejak setengah jam lalu.

"Katanya kamu akan membangunkanku, Fa... tapi bagaimana aku bisa memercayaimu jika kamu saja tidak ada di sini?"

Tidak ada jawaban lagi. Rauf frustrasi. Dia memaksakan diri untuk berjalan mencari Syifa, kakinya tidaklah kuat untuk menumpu badannya. Lelaki itu berjalan sempoyangan.

"Bukankah aku sudah bilang tetaplah di sampingku? Kamu ke mana?" tanyanya, berharap sang bidadarinya menjawab. Dia sudah mencari ke seluruh penjuru rumah. Ruang tamu, dapur, kamar mandi, kamar untuk salat, ruang kerjanya, tetapi tidak membuahkan hasil.

"Fa...." Lirihnya. Dia menghentikan pencarian ketika melihat wajah Pak Nur yang masuk ke rumah mengerut.

"Pa?" tanya Rauf dari atas. Pak Nur menatap Rauf dari bawah.

"Papa dari mana?"

"Keluar sebentar."

"Papa lihat Syifa tidak?" Rauf celingak-celinguk lagi, berharap Syifa muncul dari suatu tempat. Pak Nur diam. Dia akan menjawab bagaimana? Dari mana? Ah, entahlah. Dia pusing sekali. Tidak bisa mengatakan dari mana.

"Pa? Papa lihat Syifa tidak? Di rumah tidak ada."

Belum ada jawaban. Lidah Pak Nur kelu.

"Pa?"

"Dia di---" katanya terpotong, menggantungkan Rauf. Lelaki itu menatap Pak Nur khawatir.

"DI MANA, PA? SYIFA DI MANA? RAUF MEMBUTUHKAN SYIFA DI SISI RAUF. RAUF BUTUH SYIFA, PA."

Dengan tergesa dia berjalan menuruni anak tangga. Pak Nur sudah meminta agar anaknya jangan terlalu buru-buru, tapi sepertinya Rauf keras kepala.

"Dia di rumah sakit."

DEG!

Debaran jantungnya seperti berhenti berdetak saat Pak Nur mengatakan itu. Sesak kemudian diam-diam menyelinap dalam sanubarinya, bercampur dengan keheranan dan cemas yang mendalam. Bagaimana jika Syifa ada apa-apa?

"Pa, kenapa Syifa di rumah sakit?" desaknya.

Pak Nur diam. Lagi-lagi Rauf mengulanginya. Dia ingin mendengar berita yang jelas. Tidak setengah-setengah seperti ini.

"Terjatuh dari tangga."

Seketika, mata lelaki itu terbelalak sempurna karena terkejut. Bagaimana dengan bayinya? Bagaimana dengan keadaan istri tercintanya?

"Di rumah sakit mana, Pa?"

"Uf, kamu jangan pergi dulu, kamu masih saki---"

"Apa Papa bercanda? Bagaimana Rauf enak-enakan di rumah sementara istri dan anak Rauf tengah berjuang bersama-sama? Papa ingin membuat Rauf menjadi lelaki yang tidak bertanggung jawab? Bagaimana bisa Rauf meninggalkan dua insan yang benar-benar Rauf cintai itu?"

"Tapi keadaanmu tidak ba---"

"Rauf hanya sakit biasa, Pa. Pasti panasku akan segera mereda. Berbeda dengan mereka yang tidak tahu bagaimana nanti akhirnya."

Sang Bidadari Bumi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang