Delapan Belas

8.9K 604 20
                                    

Syifa menangis tersedu, sebelum seorang lelaki memeluknya dari belakang. Dia melingkarkan kedua tangannya di leher Syifa."Jangan menangis, ya. Setetes tangismu adalah sejuta pedang yang siap melukai hatiku."

Gadis itu hampir tak bisa bernapas saat Rauf bergelayut di belakangnya. Walaupun sedikit sesak, dia dapat merasakan dada bidang Rauf yang hangat di punggungnya. Walaupun begitu, sangat disesalkan beberapa detik kemudian Syifa melepaskan tangan Rauf dari lehernya. "Susah napas tau," katanya sambil sesenggukan.

Rauf menggeleng, menatap mata istrinya yang merah akibat banyak mengeluarkan air mata. "Kalau tidak kuat nonton drama Korea ya jangan ditonton, sampai nangis." Dengan cekatan Rauf mengambilkan tisu untuk Syifa. Tanpa disuruh pun Syifa segera mengambilnya.

"Ceritanya bagus, bikin aku terharu." Rauf kembali menggeleng melihat istrinya yang begitu antusias melihat drama Korea.

"Apa sih sebenarnya yang membuat perempuan-perempuan suka sama Drama Korea?" tanyanya heran. Walaupun tidak semua, tapi hampir 90% wanita Indonesia tergila-gila dengan drama itu. Kenapa harus Korea? Tidak Cina, Taiwan, Thailand, Amerika, atau Jepang saja?

Dengan masih sesenggukan gadis itu menjawab, "Aktornya ganteng-ganteng. Romantis pula, bikin hati luluh."

Sudah Rauf duga, pasti itu jawabannya. Dia menghela napas, kemudian menatap istri tercintanya. Jemari Rauf membenarkan anak rambut Syifa yang berada di depan. Setelah itu dia memegangi pipi gadis mungilnya, menatap mata indahnya cukup membuat dirinya sedikit melupakan kesedihannya.

"Bagaimana denganku? Aku juga ganteng. Apalagi sebentar lagi aku jadi CEO." Rauf menatap manik mata Syifa intens. Spontan jantung gadis itu berpacu dengan cepat. Bagaimanapun, dia selalu berhasil membuat hati Syifa berdebar.

Dengan sok-sokan, Syifa berujar," Eleh, kamu itu tidak romantis."

Pukul tiga sore Rauf pulang, seperti apa yang dia katakan di chat WhatsApp tadi. Memang dia sengaja pulang awal pagi ini. Urusan kantor masih bisa ditangani oleh Pak Nur.

Dengan masih memakai jas, dia sengaja bermanja-manja dengan Syifa. Sedangkan Syifa tak memedulikan kehadirannya. Gadis itu keasyikan menonton drama Korea yang menampilkan aktor-aktor ganteng. Sontak itu membuat Rauf sedikit cemburu.

"Siapa bilang tidak romantis?" tanya Rauf menantang. Selama ini dia merasa sudah meromantisi Syifa sebisa dia. Apakah dia harus belajar dari drama Korea?

"Akulah."

Dengan cepat Rauf menarik tangan Syifa untuk mendekatinya. Karena Syifa menonton drama di ranjang, jadi Rauf tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk menarik gadis itu menuju pelukannya.

Pertama kali yang dapat dia rasakan adalah hangat. Ingin rasanya terus-terusan dipeluk oleh Rauf seperti ini. "Sudah romantis belum?"

Syifa menggeleng, dia berbohong. Sengaja gadis itu menggoda Rauf, karena saat melihat wajah Rauf yang sebal adalah salah satu hobinya. "Tidak romantis tapi kok masih betah dipeluk, ya?"

Bergegas Syifa menegakkan badan, melihat wajah Rauf yang cengengesan. Sungguh! Dia malu, pipinya kembali merah merona. Rauf memang benar-benar menyebalkan!

"Ih, pipinya merah." Rauf berujar sambil mengeluarkan nada agak dikejutkan, membuat pipi Syifa tambah bersemu merah. Dia segera mengalihkan pandangan, menggelembungkan pipi agar merahnya tidak terlalu kentara. Sedangkan Rauf masih tertawa, dia sangat terhibur melihat istrinya yang tiba-tiba pipinya menjadi merah.

Dasar Mas Rauf! umpat Syifa dalam hati. Dia benar-benar sebal dengan suaminya.

Tiba-tiba Rauf semakin mendekat, dan lagi-lagi itu membuat dadanya bergetar hebat. Mereka berdua beradu pandang, pipi gadis itu memanas. Apalagi saat melihat mata teduh milik Rauf yang hitam dan begitu memesona. Bibirnya yang merah, serta alisnya yang selalu basah akibat air wudu.

Semakin dekat.

Semakin dekat.

Mungkin hanya tinggal beberapa senti jarak mereka keduanya. Syifa pun sudah bisa meraskan napas Rauf di pipinya. Walaupun kejadian ini sudah pernah dialaminya, entah kenapa dia merasa sangat gugup. Bahkan jantungnya berdebar agi di luar batas kewajaran.

"Fa," kata Rauf kemudian melihat bibir Syifa. Refleks, Syifa menutup bibirnya. Namun sebelum itu, tangannya sudah ditahan oleh Rauf. Badannya benar-benar sudah dikunci oleh Rauf. Dia tidak bisa ke mana-mana. Melihat ke sekitar pun tak bisa, hanya melihat Rauf di atasnya yang masih menatap ke arahnya. Sungguh, Rauf selalu membuatnya salah tingkah.

Dekat, semakin dekat.

Embusan napas Rauf dapat dirasakan Syifa di lehernya. "AKU PUNYA KEJUTAN!" teriak Rauf tepat di telinga Syifa. Sontak gadis itu terkejut, menatap sebal Rauf. Sedangkan Rauf masih tersenyum jahil.

"Ah, kupingku sakit tahu." Syifa berujar sembari menepuk-nepuk telinganya. Dia menatap Rauf sinis.

Tahu akan Syifa yang sebentar lagi marah, akhirnya dia meminta maaf. "Ya udah, maafin aku. Habisnya lucu aja melihatmu menderita seperti itu." Dia memasang wajah polos dan imut, berharap mendapat maaf dari Syifa.

"Tidak akan kumaafkan." Denga segera dia mengambil laptop yang baru saja dia gunakan untuk menonton drama ke meja sebelah ranjang. Hatinya sebal dengan Rauf. Bukan masalah dijahili, tetapi dia terlalu seperti terlalu berharap.

Rauf kembali menarik Syifa. Dia mengulang gerakan sama. Dekat, semakin dekat. Syifa memutar bola matanya jengah, sekarang menatap mata Rauf sudah tidak mempan baginya.

Perlahan Rauf membenarkan anak rambut Syifa. Pemuda itu tersenyum, yang membuat Syifa kembali harus menggigit bibir. Kini benar-benar merah pipinya, apalagi setelah mendapat senyuman maut dari Rauf. Perlahan Rauf mendekat ke telinga Syifa, kemudian berbisik, "Kamu cantik hari ini."

Dalam hati Syifa beristigfar, semoga momen ini cepat terlewati karena dia tak tahan dengan debaran jantungnya sendiri. Apalagi saat Rauf berbisik dia cantik. Itu membuat hatinya mau copot saja. "Aku ingin bersamamu lebih lama lagi. Jadi, jangan pergi dariku, oke? Walaupun semeter pun itu. Aku tidak akan membiarkanmu membuat jarak denganku."

Sepersekian detik kemudian dia duduk seperti semula. "Nah, jadi aku ada sesuatu untukmu."

Syifa pun ikut bangun, tak memedulikan lagi tipuan dari Rauf. Dapat dilihatnya Rauf mengeluarkan lembaran kertas.

Apa? Tiket menonton film?

"Itu apa?" tanya Syifa penasaran. Gadis itu bangun dari tempat tidur dengan alisnya satu dinaikkan dan dahinya mengerut.

"Tiket honeymoon," jawab Rauf cepat.





Sehari update dua kali 😱 semoga kalian suka, ya. Btw maaf buat yang belum ada 18+ harus saya usir dari sini. Huss husss ....

Adakah kritik untuk cerita ini?

Atau ... bagaimana perasaan kalian pas baca cerita ini? Nanti saya pajang di deskripsi 😂

Terima kasih yang sudah bersedia komentar. Love ya! 💞

Selamat malam.

Salatiga, 23 Desember 2019
Alifah Fitry
18.47

Sang Bidadari Bumi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang