Tujuh Belas

10.2K 616 30
                                    

Kadang hidup tak sesuai rencana. Namun percayalah, apa pun itu rencana yang Allah berikan adalah yang terbaik.

Mungkin kebanyakan orang akan mengeluh kendati kehidupan yang tidak pernah sesuai dengan rencana. Mereka kadang lupa bahwa ada Allah, Sang Pencipta yang telah mengatur sedemikian rupa untuk memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.

"Mbak Syifa!!!" Dari luar terdengar suara Ana yang membuat telinga Syifa hampir saja copot. Gadis itu kemudian mengucap salam. Dari dalam dapat dilihat Syifa menjawab salam dari dapur, dia berjalan menuju adiknya yang masih berdiri di ambang pintu.

"Akhirnya main ke sini," ucap Syifa sumringah. Ana tidak datang sendirian, melainkan dengan Perempuan Berambut Sebahu.

Perempuan Berambut Sebahu diajak oleh Ana untuk pergi ke pasar. Pasalnya hari ini gadis itu punya tugas untuk membeli bahan-bahan makanan. Ya ... banyak yang mengandalkan Ana karena hanya dia gadis di antara mereka yang mampu membedakan bumbu dapur.

Memang, hampir setiap pekerjaan dilakukan oleh Ana. Tak mengherankan jika dia supersibuk. Gadis-gadis di kuliahnya hampir semua anak mama, mereka lebih sering hura-hura daripada belajar memasak. Anggapan mereka tak pasti tak bukan adalah tidak ingin terlihat seperti pembantu.

Padahal, bukankah pekerjaan rumah akan sedikit membuat mereka berlatih? Jika tidak bisa memasak, bagaimana nanti dia akan menyajikan hidangan kepada sang suami? Bohong jika suami berkata jika tidak apa-apa mencari orang yang tidak pandai memasak. Mau sampai kapan mereka akan pesan makanan cepat saji? Katanya, salah satu candu agar suami betah di rumah adalah dengan dimasakkan sesuatu oleh sang istri. Di keadaan itulah Syifa dan Ana diharuskan untuk bisa mengurus diri, memasak dan membiasakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah.

Ana menatap ke sekeliling ruangan. Tembok bercat putih itu hampa, tidak ada foto atau hiasan satu pun. Kendati demikian, di pojok ruangan dekat pintu dipasang vas bunga yang tinggi tanamannya sekitar satu meter. Acap kali dia melihat ke atas. Langit-langit ruangan kmruang tamu didekor menjadi epik karena ada lampu gantung klasik yang jika dilihat sangat bernilai. Di sekeliling lampu gantung itu ada ukiran-ukiran bewarna emas yang mengagumkan sepanjang mata memandang.

Belum lagi saat pertama mereka hendak masuk ke rumah, sudah disuguhi oleh pemandangan tanaman hijau yang menyegarkan mata. Pak Nur adalah orang yang memiliki hobi mengoleksi tanaman-tanaman hijau dan berbagai jenis bunga yang indah. Katanya, Pak Nur sampai rela mengeluarkan uang sebanyak lima juta hanya untuk membeli sebuah bunga. Memang, kayanya bukan kaleng-kaleng. Mungkin, lima juta rupiah tidak terlalu banyak bagi mereka. Namun bagi Syifa, uang itu bisa mencukupi hidup keluarganya empat bulan lebih. Mungkin itu masih sisa banyak.

Setelah memgambilkan minuman, Syifa ikut duduk untuk mengobrol bersama mereka.

"Bagaimana KKN-nya, Dik?" Syifa bertanya kepada Ana. Adiknya itu masih sibuk melihat-lihat ornamen yang dipasang di dekat tembok. Guci antik, vas, dan barang-barang bernilai estetik tinggi lainnya.

"Alhamdulillah, Mbak. Mungkin dua minggu lagi akan selesai," jawabnya. Dia tidak habis pikir, mengapa waktu begitu cepatnya berlalu.

Syifa mengangguk tanda mengerti, kemudian menatap Perempuan Berambut Sebahu sedikit selidik. Entah hanya menurutnya atau tidak, gadis itu sepertinya sedang murung.

"Kenapa?" tanya Syifa. Yang ditanya hanya membalasnya dengan senyum.

"Kalau ada masalah cerita saja. Ada aku sama Ana."

Sang Bidadari Bumi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang