"Mati itu bukan urusan lo. Urusan lo itu beribadah sama Tuhan."
-Xilon-
__________
"Asal lo tahu aja, cinta gue lebih mematikan."
Aroma jasmine yang khas tercium lagi. Nandara sudah menebak siapa itu. Si cowok 4G.
Nandara buru-buru mengelap air mata yang membasahi pipinya dengan punggung tangan. Ia tidak suka dianggap lemah, terutama oleh kaum yang disebut sebagai kaum Adam.
Lantas ia membalikkan badannya dan langsung berhadapan dengan Xilon. Seperti dugaannya, kan?
"Bukan urusan Bapak!" ketus Nandara dengan kesal.
"Bapak lagi! Bapak lagi! Gue bukan bapak lo, Nandara!" kesal Xilon seraya mencebik. Dia belum setua itu untuk dipanggil dengan sebutan Bapak.
"Terserah!"
"Jadi urusan gue kalau lihat ada orang yang bunuh diri. Gimana kalau nanti ada orang yang lihat gue biarin lo nyebur tanpa nolongin? Bisa-bisa gue jadi tersangka pembunuhan. Gila aja, mana mau gue masuk penjara. Belum nikah lagi. Ckckck. Miris," cerocos Xilon panjang lebar membuat Nanda memutar bola matanya dengan malas.
Nandara pun berjalan melewati Xilon. Ia mengabaikan lelaki yang sudah menolongnya dari pikiran bodoh. Mati? Entahlah itu benar-benar jalan yang terbaik. Buktinya, ia sendiri ragu melakukan hal itu. Sungguh lucu.
Terabaikan, Xilon pun mengejar langkah gadis itu. Lalu ia menyematkan jemarinya di sela-sela jemari Nandara. Sontak saja gadis itu kaget. Ia berniat melepas tautan tangan mereka, tetapi Xilon semakin mempereratnya.
Xilon membawanya ke sebuah mobil. Berulang kali memberontak pun tidak mendapatkan hasil. Lelaki itu bahkan menulikan telinganya saat Nandara berteriak minta dilepaskan.
Xilon mendorong Nandara masuk ke dalam mobil. Saat Nandara berniat untuk keluar, Xilon dengan cepat sigap menahannya. Sungguh, lelaki itu benar-benar aneh. Apa ia memiliki kekuatan super hingga bisa bergerak dengan sangat cepat?
Xilon melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Selama perjalanan, keheningan mendominasi keduanya. Nandara memilih memandangi langit. Satu hal yang terbesit di pikirannya. Jika ia mati, maka kegelapan tidak akan seindah langit malam. Hanya ada kehampaan.
"Mati itu seperti apa?" tanya Nandara lebih seperti gumaman pada diri sendiri. Xilon sempat menoleh pada gadis itu, lalu kembali memfokuskan dirinya pada jalanan.
"Bagi lo, mati itu gimana?" tanya Xilon memutarbalikkan pertanyaan.
Nandara memandang lelaki yang berada di sebelahnya. Seolah sedang mencari jawaban di wajah lelaki itu.
"Yang pasti, saat mati beban hidup kita akan menghilang," sahut Nandara.
"Oh, gitu, ya? Itu artinya lo memang nggak pantes hidup di dunia," ucap Xilon dengan nada sinis. Nandara mengernyitkan. Ia sedikit tersinggung dengan ucapan Xilon.
"Semua manusia di bumi ini terlahir atas perjanjiannya dengan Tuhan. Lo hidup di dunia ini bukan untuk diri lo sendiri aja, tetapi lo hidup juga untuk orang lain. Mati itu bukan urusan lo. Urusan lo itu adalah beribadah sama Tuhan. Kalau lo bunuh diri, itu artinya lo meragukan Tuhan. Dengan sombongnya lo memilih untuk mati, padahal amalan lo untuk Tuhan belum cukup. Jadi, gue rasa lo pantes mati kalau pemikiran lo sedangkal itu. Mati untuk lari dari masalah. Otak lo udah kebanyakan air kayaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasmine Addict (Tamat)
General Fiction[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] ⚠Cerita ini bakal bikin kamu pusing, berhenti sebelum menggila⚠ (Romance-Fantasy) Namanya Jasmine, tapi dia benci bunga itu terutama aromanya. Aroma kematian. Awalnya ia mengabaikan seseorang yang beraroma...