19. Aku Harus Apa?

2.6K 309 9
                                    

"Ra, aku mau ngomong."

Nandara tidak berkutik. Dia hanya bisa diam seribu bahasa. Bertemu dengan lelaki itu saat ini sangat tidak tepat.

"Nandara!"

Nandara tersentak kaget saat lelaki itu tiba-tiba sudah berada di depannya.

"Kak Zuma?"

"Iya, ini aku. Kenapa kamu bengong aja?" tanya Zuma, lelaki yang datang di saat yang tidak tepat.

"Maaf."

Nandara bergeming. Zuma mengernyitkan keningnya. Lantas ia menarik tangan sang adik sepupu dan menuntunnya masuk ke mobil.

Zuma kaget lantaran melihat Nandara tiba-tiba menangis sesegukan. Ia merasa iba dan membawa gadis itu ke dalam pelukan. Nandara butuh sandaran, begitulah yang Zuma pikirkan.

"Nda ...."

Nandara semakin terisak. Nandara bukanlah gadis yang mudah menangis di depan orang lain. Sekalipun di depan orang tuanya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa Zuma pun jarang melihat Nandara menangis atau mungkin tidak pernah. Zuma tidak terlalu memikirkan hal itu. Hanya saja ... melihat Nandara seperti ini hatinya juga ikut terluka. Ia dan Nandara telah bersama sejak kecil. Bayi Nandara yang dulu suka diganggunya sekarang tumbuh menjadi wanita dengan sejuta pesona.

"Nda ...."

"Manda, Kak. Manda nangis karena Nanda. Nanda jahat banget kan, ya?" ucap Nandara di sela-sela isakannya.

"Nda, gak ada yang salah. Apa pun yang udah terjadi it--"

"Diam, Kak! Kakak gak tau apa-apa!" bentak Nandara membuat Zuma langsung bungkam.

Padahal tadinya Zuma ingin membicarakan sesuatu dengan Nandara. Ia juga sedang dalam perjalanan ke rumah Nandara untuk menemui gadis itu. Siapa yang menyangka Nandara malah berada di luar sendirian pada malam hari?

Zuma akhirnya pasrah dan hanya mengelus pelan rambut Nandara. Ia biarkan air mata dan ingus Nandara membasahi kemeja favoritnya. Percayalah, sebenarnya ia sangat menyayangkan hal itu.

Nandara adalah orang yang sulit ditebak. Zuma tidak yakin jika dirinya bisa menenangkan Nandara dengan baik. Diam itu adalah pilihan netral. Jadi ia biarkan saja Nandara mengekspresikan kesedihannya lewat air mata.

Butuh waktu beberapa menit hingga kegiatan langka berupa tangisan itu berakhir. Nandara beringsut mundur menjauhkan tubuhnya dari Zuma. Ia mengusap sisa-sisa air matanya. Lalu pandangan sendunya mengarah pada Zuma.

Nandara mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Selain agar tidak bertatapan dengan Zuma, ia ingin melihat keadaan di luar mobil. Gerimis.

"Nda ...."

"Aku yang bakal ngomong dulu, Kak," sela Nandara lalu memandang wajah kakak sepupunya.

Sesaat ia menikmati wajah Zuma. Ia mencoba mencari sudut-sudut yang membuat dirinya terperangkap dalam cinta Zuma selama beberapa tahun lamanya.

Rahang tegas, mata elang, bibir yang selalu mengukir senyum mematikan, dan hidung mancung yang hampir mirip dengan Pinokio. Oke, abaikan pernyataan terakhir. Sosok Zuma layaknya lelaki biasa. Bahkan ada yang lebih good looking, misalnya Xilon. Mengingat Xilon, perasaan Nandara jadi campur aduk.

Jasmine Addict (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang