26. Kisah

2.7K 287 16
                                    

Sudah tiga hari Nandara tidak bertemu dengan Xilon semenjak sebuah rahasia Xilon terbongkar. Ia bahkan sengaja tidak menghubungi lelaki itu dengan harapan Xilon akan menghubunginya terlebih dahulu. Namun, sialnya semakin Nandara menjauh maka Xilon pun terasa semakin jauh.

Bukan tanpa alasan. Nandara hanya membutuhkan waktu sesaat untuk mencerna dan menerima suatu fakta yang baru ia dapat. Xilon bisa baca pikirannya? Jika diingat-ingat, Xilon terkadang memang sering menebak apa yang ada di benak Nandara. Padahal jelas, lelaki itu sudah tahu bagaimana persisnya.

Nandara pusing dengan apa yang terjadi. Belum selesai suatu urusan, ia malah dihadapkan dengan masalah rumit lainnya. Zuma tiba-tiba menghubungi Nandara. Meminta sebuah pertemuan malam ini.

Sebenarnya Nandara ingin menghindar dari Zuma. Kakak sepupu psikopatnya itu cukup mengerikan jika didekati. Namun, rasa penasarannya kalah dengan rasa ketakutan akan Zuma. Hingga ia menerima ajakan Zuma.

Lalu di sinilah ia berakhir. Di sebuah restoran kecil yang buka 24 jam. Tidak berniat untuk makan, Nandara menunggu Zuma menyelesaikan makanannya. Jika dilihat-lihat, Zuma terlihat normal bahkan tidak ada yang menyangka jika lelaki itu berjiwa psikopat. Namun, untuk beberapa sisi lelaki itu adalah monster yang siap menerkam siapapun.

"Enggak makan, Nda?" tanya Zuma untuk yang ke sekian kalinya. Nandara menggeleng, sama seperti jawaban awal.

Zuma manggut-manggut lalu meminum air putihnya hingga tandas. Satu hal yang disukai Nandara, Zuma sangat menyukai air putih. Apa pun makanannya, minuman harus tetap air putih. Jadi jangan heran jika Zuma bahkan tidak tahu bagaimana rasa minuman bersoda. Selain air putih, hanya jus, teh, dan susu yang pernah diminumnya. Kopi? Melihat warnanya saja Zuma sudah bergidik ngeri.

"Jadi, apa yang Kakak tahu tentang Xilon? Emangnya apa maksud Kak Xilon pacarin aku?" tanya Nandara tidak sabaran.

"Ingat pertama kali aku balik ke sini?" tanya Zuma membuat Nandara mengangguk. Ia sangata ingat hari itu, karena di hari itu pula dia mengaku bahwa Xilon adalah pacarnya.

"Gimana respon aku ke kalian?" tanya Zuma lagi.

"Kakak ngedukung aku sama Kak Xilon," sahut Nandara yakin. "Tapi sebenarnya Kakak enggak dukung 'kan?"

"Beberapa hari ini aku memang nyari jawaban, Nda. Kayak yang Xilon bilang, aku memang lebih butuh Rafflesia ketimbang kamu."

"Maksudnya?"

Zuma menghirup napas panjang. "Awalnya aku kira aku terlalu cinta sama kamu. Tapi, saat kamu pacaran sama Xilon yang rasanya lebih baik dari aku, maka aku lega. Kalau memang aku cinta sama kamu, mungkin aku bakal kejar kamu terus. Tapi aku jarang ngelakuin itu 'kan?" Nandara menganggukkan kepalanya.

"Di pikiranku, kamu butuh aku karena cuma aku yang bisa lindungi kamu. Tapi sebenarnya yang kamu butuhin adalah Xilon. Aku baik-baik aja kalau dia yang jagain kamu, karena aku tahu dia dengan baik. Hari itu, hari di mana aku ngakui kalau aku psikopat sebenarnya aku lagi kacau. Tapi, sungguh aku enggak pernah bunuh siapapun. Aku frustrasi karena Rafflesia tiba-tiba menghilang. Sedangkan di hari yang sama, Xilon datangi aku dan ngasih tahu kalau kamu suka sama aku. Maaf, Nda. Aku rasa perasaanku ke kamu it--"

"Aku juga sebenarnya enggak beneran jatuh cinta sama Kakak. Aku jatuh cinta sama Kak Xilon. Perasaanku ke Kakak murni karena aku sayang sebagai kakak dan adik. Aku merasa Kakak yang jadi pelindungku selama ini. Jadi, aku menarik kesimpulan sendiri kalau aku cinta Kakak," potong Nandara menjelaskan.

"Aku rasa masalah perasaan ini udah clear 'kan?" tanya Zuma. Nandara menarik senyuman manisnya.

"Clear."

Jasmine Addict (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang