35. Halusinasi

2.8K 328 39
                                    

"Termasuk cukup bilang ... kalau Kak Nanda nyiptain sosok Kak Xilon. Yang sebenarnya enggak pernah ada?"

"Maksud kamu?" tanya Nandara syok, tidak mengerti.

Tidak mungkin. Nandara tidak mungkin berhalusinasi. Kebersamaannya dengan Xilon benar-benar nyata. Ia merogoh sakunya, mengambil jam pasir. Kaget, jam pasir yang tadinya tinggal sedikit lagi tiba tiba kembali penuh.

Tanpa sengaja, Nandara melihat ke arah jam. Ia kaget saat jarum jam berputar cepat tidak searah jarum jam. Laksana waktu kembali mundur.

Nandara menegang begitu melihat kedua orang tuanya tidak bergerak, begitu juga dengan Xilon. Ia juga melihat ke arah balkon, di mana keadaan berubah dari malam menjadi siang dan begitu seterusnya.

Dadanya terasa sesak. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Ditutupnya mata dengan erat. Berharap bahwa apa yang ia lihat saat ini adalah mimpi.

Terakhir kali yang ia ingat adalah darah yang mengucur di lantai.

***

"Nda ...."

"Nda ...."

"Nda bangun...."

Suara itu terngiang-ngiang di kepalanya. Seperti kaset yang rusak.

Nandara membuka matanya. Betapa kagetnya ia saat melihat sosok mamanya dengan raut wajah khawatir. Ia melihat ke sekelilingnya, terasa asing.

Dengan sekuat tenaga, Nandara bangun. Kali ini ia bisa melihat suasana di sekitarnya. Rumah sakit lagi. Lalu ia merasakan sebuah pelukan erat dari mamanya.

"Nda, Manda takut kamu kenapa-napa. Manda sama Panda minta maaf. Kami bohongin kamu bukan karena kamu enggak diinginkan. Kamu anak Manda dan Panda. Kami cuma ingin agar kamu enggak terlalu manja. Maaf, kalau hal ini bikin kamu merasa ditinggalkan," isak Sagitta, mamanya.

Nandara memutar otaknya. Ia memeriksa bajunya, mencari jam pasir. Namun, tidak ada di sana. Nandara masih bingung, dengan apa yang terjadi.

"Apa yang udah terjadi, Ma?" tanya Nandara bingung.

Sang mama memandang ke arah papanya yang entah sejak kapan berdiri di sebelahnya. Lalu, mamanya menarik napas panjang. Terlihat penuh penyesalan.

"Maaf, Nda. Lebih tepatnya, kamu butuh berobat. Mungkin, Zuma bisa bantu kamu. Karena itu kami bawa kamu ke dia."

Nandara semakin tidak mengerti ke arah pembicaraan mamanya.

"Nda, sudah cukup, ya? Kami enggak mau kehilangan kamu. Mau sampai kapan kamu begini? Manda enggak mau sampai kamu bunuh diri lagi. Mau sembuh, ya?"

Nandara mengernyitkan keningnya. "Bunuh diri?" tanya Nandara membeo. Lagi, mamanya malah memandang sang papa.

"Ma, emangnya aku kenapa? Aku ... sakit apa?"

***

Nandara tidak tahu apa yang terjadi padanya. Mencoba untuk mengingat pun rasanya mustahil saja. Tidak ada apa pun di memorinya. Kecuali Xilon dan kejadian ajaib lainnya.

"Nda, ayo turun," ajak mamanya.

Nandara menurut, ia keluar dari mobil dan menyusul kedua orang tuanya masuk ke sebuah rumah besar. Ia tidak tahu mereka berada di mana. Yang ia tahu, ia merasa familiar dengan aroma yang masuk ke rongga hidungnya. Jasmine.

"Ah, cucu nenek udah pulang? Apa kabar sayang?"

Nandara menoleh pada seorang wanita paruh baya yang muncul entah dari mana. Ia mengernyit bingung. Cucu nenek?

Jasmine Addict (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang