Nandara berlari tergopoh-gopoh menghindari seseorang yang mengikutinya. Seseorang berjubah hitam dengan mengenakan topi hitam. Tidak salah lagi, orang yang diduga sosok lelaki itu mengikutinya.
Nandara bisa merasakan bahwa lelaki misterius itu semakin dekat dengannya. Tidak bisa berpura-pura lagi, ia langsung tancap gas untuk berlari. Sesuai dugaan, lelaki itu mengejarnya.
Merasa lelah, Nandara masuk ke sebuah gang kecil dan bersandar di tembok. Ia berharap lelaki misterius itu tidak menemukannya. Sungguh, kaki Nandara terasa sangat sakit. Hiperbolanya, ia merasa tungkai kakinya hendak copot.
Jantung Nandara berdetak tidak beraturan. Ia mengatur napas dengan cara yang pelan. Seakan hembusan napasnya bisa terdengar. Kenapa juga suasana di tempat itu sangat hening? Ke mana juga manusia-manusia yang lain? Seingat Nandara, ia belum pulang terlalu larut malam. Rasanya sangat mustahil.
Nandara menahan napasnya tatkala mendengar ketukan sepatu. Keringat bercucuran di dahinya. Ia sangat ketakutan. Siapa yang akan menolongnya kali ini? Apa dia akan mati sebentar lagi?
Saat matanya mendapati ujung sepatu berwarna hitam, di situlah Nandara menyadari bahwa dia tidak punya harapan lagi.
"Aaaa ...!!! Kak Xilon!!!"
***
"Ra! Hei, Ra!"
Nandara membuka matanya seolah baru saja beralih dari dunia yang lain. Ia mendesah lega saat menyadari bahwa dirinya hanya bermimpi. Ia masih di dalam mobil bersama Xilon. Sayangnya, itu mimpi yang sangat buruk.
"Ra, kamu enggak apa-apa?" tanya Xilon yang ternyata sudah menepikan mobil di pinggir jalan.
Nandara menoleh ke arah Xilon yang terlihat khawatir. Lantas Xilon mengambil beberapa tisu dan mengelap keringat di dahi Nandara. Sebegitu terasa nyatakah hingga Nandara benar-benar berkeringat?
"Mimpi buruk, hem?" tanya Xilon khawatir.
Nandara hanya mengangguk pelan. Tidak bisa ia pungkiri, ia masih merasa ketakutan. Nandara tidak yakin apakah lelaki di mimpinya itu benar-benar jahat atau tidak. Yang ia tahu, lelaki misterius itu adalah penguntit.
"Mau minum?" tawar Xilon seraya menyodorkan botol minuman air mineral. Nandara mengangguk lagi dan mengambil botol itu dari tangan Xilon. Lalu diteguknya hingga habis seperti orang yang kehausan.
Xilon mengelus lembut kepala Nandara. Hal itu membuat jantung gadis itu menjadi semakin kencang. Lebih kencang daripada mimpi buruknya tadi. Apakah itu artinya Xilon lebih buruk dari mimpi tadi? Barangkali iya.
Untuk sesaat keheningan mendominasi di dalam mobil itu. Pandangan Xilon lurus ke depan, sementara Nandara menatap ke samping jendela. Di luar sedang hujan ternyata.
"Ra," panggil Xilon. Nandara langsung menoleh dan mendapati mata Xilon yang mengunci tatapannya.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Xilon terlihat khawatir.
Nandara menghela napas. "Enggak, enggak ada apa pun," sahut Nandara singkat. Nandara tidak mungkin menceritakan masalahnya pada Xilon, sementara lelaki itu adalah masalah yang sebenarnya.
Nandara melepas pandangannya dengan Xilon. Ia lebih memilih memandang jalanan yang banyak dilalui kendaraan.
"Kamu bisa cerita, Ra," bujuk Xilon terdengar memaksa.
Nandara menjadi kesal karena Xilon sepertinya sangat ingin tahu masalah yang ia hadapi. Sungguh, ia tidak suka dengan ke-kepo-an seseorang tentangnya. Jika ia mau, maka ia akan bercerita. Jika tidak, jangan pernah memaksanya untuk bercerita. Karena ia tidak akan pernah melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasmine Addict (Tamat)
General Fiction[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] ⚠Cerita ini bakal bikin kamu pusing, berhenti sebelum menggila⚠ (Romance-Fantasy) Namanya Jasmine, tapi dia benci bunga itu terutama aromanya. Aroma kematian. Awalnya ia mengabaikan seseorang yang beraroma...