"Terkadang kita perlu berpura-pura, walau menyakitkan."
_______
Nandara berharap dirinya akan baik-baik saja. Ia berharap tidak akan ada air mata yang ia keluarkan ketika bertemu mamanya. Ia berharap hidungnya bermasalah, sehingga bisa mengobati hidungnya ke dokter THT. Ia berharap setelah berobat, tak akan ada lagi aroma melati itu. Tak akan ada. Lagi.
Pelukan hangat sang mama memang sangatlah ia sukai. Namun, tidak lagi untuk sekarang. Ia tidak suka dipeluk oleh mamanya. Mungkin sang mama akan merasa anak gadisnya sedikit aneh, tetapi Nandara melakukannya dengan alasan yang logis. Ia tidak mau mencium semerbak melati tanda kematian dari tubuh mamanya. Itu sangat menyakitkan.
Sialnya, wangi itu semakin menusuk. Padahal hampir seminggu dirinya tidak bertemu sang mama. Ia kira wangi itu akan menghilang, walau ia sendiri tidak yakin. Benar-benar menyakitkan.
"Manda minta maaf, Sayang."
Kalimat itu tidak seharusnya dikatakan oleh sang mama. Karena yang salah di sini adalah Nandara. Ia yang kabur hingga tidak memikirkan keadaan mamanya. Sungguh, Nandara kecewa pada dirinya sendiri. Karena kecerobohannya, sang mama sampai jatuh sakit.
Demam. Perlahan demam itu pasti akan semakin memburuk. Ini awal. Nandara sudah sangat yakin. Wangi melati di tubuh mamanya semakin menusuk dan itu artinya demam yang kata dokter hanyalah demam biasa akan menjadi sebuah bencana menuju kematian. Nandara tidak ingin hal itu terjadi.
"Ma, cepet sembuh. Nanda janji, Nanda bakal ngelakuin apapun keinginan Manda."
Isakan Nandara membuat kerutan di dahi Sagitta. Ia tidak suka melihat putrinya menangis seperti itu. Terlebih karena dirinya sakit. Jika saja ia menjaga dirinya dengan baik, mungkin ia tidak akan demam seperti saat ini.
"Bukan salah Nanda kalau Manda sakit. Ini cuma demam biasa," ucapnya. "Manda selalu di sini, kok. Jangan nangis, Nda."
"Tapi, Ma ...."
"Percaya sama Manda. Manda gak apa-apa. Manda akan ba--"
Sagitta menghentikan ucapannya saat matanya tidak sengaja bertatapan dengan suaminya yang berdiri di depan pintu. Sagitta tahu, suaminya sedang menahan air mata. Bukan lemah, Ren tidak akan seperti itu jika sesuatu yang buruk tentangnya tidak terjadi.
Sagitta kembali merengkuh putrinya tanpa melepas tatapannya dengan Ren. Ia meyakinkan Ren dengan tatapannya yang bermakna bahwa dirinya akan baik-baik saja.
"Nanda pasti capek, kan? Istirahat dulu, ya?" pinta Sagitta setelah melepas rangkulannya.
Nandara mengusap pipinya yang basah. Ia mengangguk pelan lalu mencium pipi sang mama. Sagitta mengusap puncak kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.
Nandara pun membalikkan badannya hendak keluar dari kamar orang tuanya. Ia sedikit kaget melihat ayahnya berdiri dengan bersandar di kusen pintu. Nandara mengulas senyum dan mencium pipi ayahnya juga.
"Hei, Nda," panggil sang ayah saat langkah Nanda hendak mencapai tangga.
"Ya, Pa?"
Ren mengulas senyum. "Kamu cinta Xilon?"
Nandara kaget dengan pertanyaan ayahnya. "Ada apa? Kenapa tiba-tiba nanya hal kayak itu?" tanya Nandara dengan sedikit gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasmine Addict (Tamat)
General Fiction[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] ⚠Cerita ini bakal bikin kamu pusing, berhenti sebelum menggila⚠ (Romance-Fantasy) Namanya Jasmine, tapi dia benci bunga itu terutama aromanya. Aroma kematian. Awalnya ia mengabaikan seseorang yang beraroma...