♡33

3.4K 331 21
                                    

Soonyoung langsung berlari menuju kamar Jihoon setelah memarkirkan motornya diparkiran serampangan. Mingyu dan Seokmin masih tertinggal di belakang.

Kepanikan mendera kala Soonyoung tak menemukan kekasih mungilnya di kamar rawat.

Ia bertanya pada suster penjaga, namun tak ada yang tahu Jihoon pergi kemana.

Soonyoung berlarian mengelilingi rumah sakit. Namun tak sedikitpun sosok kekasihnya tertangkap netra sipit yang kini didera penuh gelisah.

Soonyoung berhenti di taman luar rumah sakit. Ia bingung harus mencari Jihoon ke mana lagi.

Seokmin dan Mingyu datang menghampiri Soonyoung dengan tergesa. Membawa kabar posisi Jihoon sekarang ada di mana.

Dari mana Seokmin dan Mingyu bisa tahu? Entahlah itu urusan mereka berdua. Yang terpenting bagi Soonyoung sekarang adalah menemukan kekasihnya.

***

"Aku memang puas telah memiliki hidupnya dan tak ingin mengganggumu lagi Ji. Tapi kematian nenek Chanyeol mengingatkanku kembali tentang rasa sakit itu. Aku merindukannya, rindu Chanyeolku. Dan rasa rinduku membuat dendamku padamu tumbuh subur kembali."

Joshua berucap memandang Jihoon yang memejamkan mata sambil mengatur deru nafasnya.

"Apa salahku padamu Hyung?"

Lirih Jihoon masih dengan manik tertutup rapat. Bagi Jihoon memandang Joshua saat ini sangat menjijikan. Ia tengah berhadapan dengan orang sakit. Mungkin biasa disebut psikopat.

Sampai detik ini pun Jihoon masih tak paham dengan alur pikir Joshua. Benar-benar tak paham.

Joshua diam berpikir mendengar pertanyaan Jihoon, kemudian seringaian tipis terpatri di bibirnya.

"Kesalahanmu hanya satu Jihoon. Kau telah berhasil membuat Chanyeol tertarik padamu. Hanya itu. Tapi cukup untuk membuatku ingin menghabisimu."

Joshua terbahak di akhir kalimatnya. 'Dia benar-benar tidak waras' batin Jihoon mendengar tawa Joshua.

Joshua bangkit dari tempat duduknya, mengacungkan pisau kecil tajam kemudian melihat Jihoon dengan penuh minat.

"Aku merasa seperti dokter bedah yang siap mengoperasi pasiennya. Apalagi sekarang kita berada di rumah sakit Ji. Hahaha."

Jihoon membuka maniknya lemah, menatap Joshua penuh pilu. 'Apakah sekarang akhir hidupku? Maafkan aku tak bisa menemanimu Soonyoung' lirih Jihoon dalam hati.

"Akkh."

Joshua menggoreskan pisaunya ke lengan Jihoon, kemudian beralih ke paha Jihoon, dan terakhir ke leher Jihoon.

Goresannya tipis, tak sampai menyentuh urat nadi. Tapi cukup untuk memberi jalan cairan merah pekat keluar beserta rasa perih yang menyengat.

Jihoon menggigit bibir bawahnya kuat guna mengalihkan rasa sakit yang didera sekujur tubuhnya.

"Sudah cukup aku bermain-main dengan tubuh indamu Ji. Kau mau pilih pisau ini bersarang dimana? Di leher, jantung, atau perutmu?"

Jihoon tak mampu menjawab dan tak ingin menjawab tentu saja.

"Sepertinya di lehermu lebih bagus, nasibmu akan sama seperti kucing-kucing liar yang telah aku siksa hahaha."

Joshua menjambak surai Jihoon dengan tangan kiri, memposisikan leher Jihoon agar terpampang jelas. Ia acungkan tangan kanannya yang menggenggam pisau tinggi-tinggi ke udara bersiap untuk menghunuskannya ke bagian leher Jihoon.

YOU ARE MINE [[SOONHOON]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang