Lagi-lagi Jimin harus menjadi pembantu di rumahnya sendiri. Mengerjakan semua pekerjaan yang tak seharusnya ia kerjakan.
"Kerjakan dengan benar bocah!" bentak bibi Nam kepada Jimin.
"Ne," jawab Jimin sambil menunduk.
"Sekali lagi aku peringatkan! Jangan beritahu siapapun atau kau akan menerima balasannya!" tekan bibi Nam.
"Ne."
"Apa kau tak bisa menjawab dengan benar hah?!"
"Mianhae," cicit Jimin.
"Aish! Dasar bedebah sialan! Kenapa aku harus turun tangan untuk menghadapi bocah seperti ini!" gerutu bibi Nam.
"Cepat bersihkan sebelum semuanya kembali ke rumah!" perintahnya sebelum pergi.
Bukankah bibi Nam pandai sekali bermain peran di sini? Benar, orang yang selama ini
selalu menyuruh Jimin, ini dan itu adalah bibi Nam.
Ia yang selama ini menjadi musuh dalam selimut di dalam keluarga Park.Jam sudah menunjukkan pukul 15.38 KST dan Jimin baru selesai mencuci baju. Sekarang ia harus menyapu dan mengepel rumahnya yang terbilang cukup luas.
Huft!
Helaan nafas berat keluar dari bibir plum milik Jimin. Keringat pun sudah membasahi seluruh tubuhnya. Ternyata pekerjaan orang dewasa berat juga. Jimin sempat berpikir bahwa bibi Nam pasti juga lelah karena mengurus semua pekerjaan di rumahnya.
"Semangat Jiminie. Igat! Kau itu namja," ucap Jimin menyemangati dirinya sendiri.
"Park Jimin! Apa kau tak bisa mengepel dengan benar hah?!" teriak bibi Nam karena ia terpleset hingga jatuh terduduk.
"Mianhae, ak..aku tak sengaja, Nyonya," ujar Jimin takut sambil menunduk.
"Apa?! Maaf?! Maaf kau bilang?!" seru bibi Nam dan langsung mendorong Jimin hingga terjatuh.
Bruk!
Jimin meringis kecil ketika sikunya terkena lantai. Untung saja ia tak sampai terbentur karena lantai yang licin.
Sementara bibi Nam berdiri angkuh dengan tangan yang dilipat di depan dada."Bagaimana? Sakit bukan?" bibi Nam berujar dengan nada mengayun.
"Itu balasan jika kau berani membuat ulah!" tekannya.
"Aku pulang!" seru Hoseok. Namun tak ada yang menjawab sapaannya, melainkan suara seseorang dari ruang tengah.
"Omo! Jimin!" pekik Hoseok ketika melihat Jimin terduduk di lantai dengan ekspresi yang sedang menahan sakit.
Pekikan Hoseok juga membuat Jimin dan bibi Nam langsung mengalihkan perhatiannya pada Hoseok.
Seketika bibi Nam panik, bagaimana kalau Hoseok melihat semuanya? Bagaimana kalau Hoseok mendengar semuanya? Ah sial! Kenapa Hoseok harus datang disaat seperti ini."Gwaenchana?" tanya Hoseok khawatir sambil membantu Jimin berdiri.
"Gwaenchana," jawab Jimin.
"Maaf Tuan, tadi tuan Jimin terpel..
"Tak usah berpura-pura, Bi. Aku sudah tau semuanya!" ujar Hoseok dingin.
"Tapi Tuan...
"Apa?! Ingat ya Bi, aku tak akan membiarkan Bibi menyakiti Jimin!" tekan Hoseok.
"Ternyata sudah tahu ya. Yah, permainannya jadi kurang menarik," ucap bibi Nam dengan nada lesu yang dibuat-buat. Membuat Hoseok berdecih karena muak dengan akting bibi Nam.
"Tapi baguslah. Jadi aku tak perlu memakai topeng terlalu tebal," sambung bibi Nam dengan senyum liciknya."Cih! Aku akan memberitahu semuanya nanti pada appa," ucap Hoseok membuat bibi Nam melotot.
"Jika kau memberitahu semuanya pada Seokjin, berarti kau sama saja mengorbankan Jimin padaku," ucap bibi Nam sambil melirik Jimin.
Sementara Jimin, ia menggenggam tangan Hoseok erat dan membuat Hoseok menoleh.
Jimin menggeleng lemah pada Hoseok, membuat Hoseok semakin bingung harus bagaimana."Bagaimana? Masih mau mengadu hm?" tanya bibi Nam dengan senyum mengintimidasi.
"Ck! Dasar ular licik! Aku tak akan memberitahu appa, tapi aku juga tak akan membiarkanmu melukai Jimin! Ayo Jim," ucap Hoseok. Setelah itu ia menarik Jimin menuju kamar.
"Sial! Ini akan semakin sulit jika dia tahu tentangku!" gerutu bibi Nam.
"Aku harus melakukan sesuatu," lanjutnya.
*si bedebah sialan itu nama orang ya...
Maaf banget baru update...
Aku lagi kehilangan ide buat nulis cerita ini..
Dan seharusnya aku update tadi malam, tapi ketiduran karena kecapean...
Sekali lagi aku minta maaf ya....Jangan lupa vomment...
Annyeong💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Bogosipda 2 ✔
Fanfictionsemuanya belum berakhir sampai sini, karena aku masih harus berjuang untuk melewati badai besar ini.......