Jimin tak pernah membayangkan kalau hari ini dirinya akan melihat bibi Nam yang sedang membuat sesuatu untuk mencelakai keluarganya. Dan ia juga tak pernah membayangkan kalau dirinya akan berakhir di pukul dengan rotan.
"Kau pikir aku tak tahu kalau kau melihatnya?!"
"Jangan sekali-kali kau memberitahu mereka atau kau akan tahu sendiri akibatnya!" ancam bibi Nam.
"Bi, tolong jangan sakiti keluargaku. Cukup aku dan Hoseok hyung saja," ujar Jimin memohon.
"Kau pikir aku mau menyiksamu begini huh?! Aku juga malas!" gertaknya.
"Maksud bibi?" tanya Jimin bingung.
"Ck! Itu bukan urusanmu!" ujarnya dan langsung pergi entah ke mana.
Jimin masih bingung dengan maksud bibi Nam. Tapi ia tak tahu harus berbuat apa.
.....
Ternyata hidup sederhana tak mudah bagi seorang Park Hoseok. Ini sudah hampir dua bulan dirinya hidup serba kekurangan. Bekerja paruh waktu hingga larut pun rasanya belum cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
"Yak! Park Hoseok! Angkat kardus itu dari mobil!" perintah managernya membuat Hoseok yang sedang duduk bersandar segera berlari.
"Ahh, berat sekali," gumam Hoseok sambil berjalan perlahan menuju gudang.
Begitulah nasibnya sekarang, pagi jadi pengantar koran, siang jadi pelayan di cafe, dan malam menjadi kasir di minimarket. Terkadang ia juga menjadi kuli di toko. Cukup melelahkan, tapi tak ada pilihan lain.
"Hoseok hyung," panggilan seseorang membuat Hoseok menoleh.
"Jimin," gumam Hoseok dengan tubuh yang terpaku. Tiba-tiba saja matanya memanas dan rasa rindu itu tiba-tiba menguar begitu saja.
Grep
"Hoseok hyung hiks," Jimin memeluk tubuh Hoseok erat pun sebaliknya, Hoseok memeluknya tak kalah erat.
"Bogosipda hyung," ucap Jimin lirih dengan mata yang masih mengeluarkan bulir bening.
"Nado, jeongmal bogosipda," balas Hoseok sambil mengelus punggung dan kepala Jimin.
"Hyung ke mana saja?" tanya Jimin, Hoseok hanya membalas dengan tersenyum.
....
Sekarang keduanya tengah duduk di bangku taman. Dua bulan tak bertemu membuat Jimin menuntut penjelasan. Hoseok pun hanya bisa pasrah, toh Jimin memang harus tahu tentang keberadaannya.
"Jadi?"
"Mianhae," lirih Hoseok.
"Maaf, maaf karena hyung bohong padamu," lanjutnya dengan kepala yang sudah menunduk.
"Selama ini hyung tak ada di Busan. Hyung di sini untuk mengawasi kalian, " jelas Hoseok. Jimin hanya bisa diam, entah kecewa, sedih atau senang sekarang.
"Kenapa? Kenapa hyung tak memberitahuku?!" gertak Jimin.
"Wae?! Selama ini aku tersiksa karena tak ada yang membantuku! Selama ini aku selalu mengenyahkan rasa rinduku! Kenapa hyung berbohong padaku?!" pekiknya dengan air mata yang kembali jatuh dari pelupuk matanya
"Jimin-ah," lirih Hoseok dengan perasaan yang semakin kacau.
"Hyung hiks, kajima hiks hiks," gumam Jimin dengan isakan yang mengiringinya.
"Kajimayo hiks hiks, jebal hiks," lanjutnya dengan mencengkram erat kemeja lusuh Hoseok.
"Tak akan Jiminie. Maafkan hyung maaf Jim," sahut Hoseok.
Hana agak merasa aneh dengan sikap suami dan kedua anaknya belakangan ini. Selama dua bulan ini ia tak pernah melihat Hoseok, menghubungi anak keduanya pun tak pernah mendapat balasan. Ketika bertanya pada Seokjin, suaminya pasti akan mengalihkan topik pembicaraan atau menjawab dengan alasan yang sama, yaitu sibuk kuliah. Ketika bertanya pada Yoongi pun jawabannya sama. Berbeda dengan Jimin, anak itu akan menjawab dengan ragu seolah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Yeobo," panggilan Seokjin membuat acara lamunannya buyar.
"Waeyo?" tanya Hana sambil mengelus tangan sang suami yang melingkar di perutnya yang sedikit membuncit.
"Melamunkan apa hm?" tanya Seokjin lembut.
"Tak ada yang aku lamunkan. Hanya sedang berpikir mau masak apa untuk makan malam nanti," jawab Hana berbohong.
"Benarkah?" tanya Seokjin penuh selidik.
"Ne. Ah! Apa anak-anak belum pulang?" tanya Hana sambil memutar tubuhnya hingga menghadap Seokjin.
"Sepertinya. Mungkin Yoongi ada lembur, kalau Jimin mungkin les tambahan," jawab Seokjin mengira-ngira.
"Seokjin-ah, aku rindu sunshinemu," celetuk Hana membuat Seokjin mengernyit bingung.
"Sunshine siapa? Aku tak punya barang atau hewan bernama sunshine," jawab Seokjin bingung.
"Astaga, maksudku Hoseok sayangku~" sahut Hana sambil mencubit pipi Seokjin gemas.
"Aku juga," gumam Seokjin tanpa sadar.
"Kalau begitu, ayo kunjungi dia," Seokjin dibuat diam setelahnya.
...
"Pokoknya aku menginap di sini, titik!!" ujar Jimin teguh pendirian. Setelah selesai melepas rindu, Hoseok mengajak Jimin ke flat miliknya. Tak berniat mengajak sang adik menginap, mengingat kalau hanya ada ranjang lusuh dan tak ada AC. Tapi Hoseok lupa kalau adiknya itu keras kepala, sudah dipastikan hal ini akan terjadi.
"Tak bisa, Jiminie," jawab Hoseok memberi pengertian.
"Waeyo?!!" serunya kesal sambil melipat tangan di depan dada.
"Di sini tak ada AC dan sempit. Kau juga akan dimarahi oleh appa kalau kau pulang terlambat dan ketahuan menemuiku," ujarnya.
"Aku akan bilang pada appa kalau aku menginap di rumah Taehyung!" jawab Jimin tak mau kalah.
"Astaga, bagaimana kalau appa tak percaya?!" ujar Hoseok frustasi.
"Pokoknya aku mau menginap!!" ucap Jimin telak.
"Pulang ya," bujuk Hoseok.
"Tak mau!" tolak Jimin.
"Jim, mengertilah," kata Hoseok memohon.
"Tak mau! Pokoknya aku tak mau!"
"Park Jimin!! Mengertilah, pulang sekarang!!" bentakan Hoseok membuat Jimin berjengit kaget sekaligus takut.
"Maaf, sungguh hyung tak bermaksud membentakmu," sadar akan kesalahannya, Hoseok segera meminta maaf pada Jimin yang menunduk dengan tubuh yang bergetar. Sudah dipastikan adiknya itu menangis.
"Aku hanya ingin melepas rinduku, apa itu salah? APA ITU SALAH HYUNG?!!" teriak Jimin dengan wajah merah padam.
"Maaf," lirih Hoseok.
"Percuma selama ini aku selalu mengkhawatirkanmu. Nyatanya sekarang kau seperti ini padaku, hyung." Ucap Jimin penuh nada kecewa.
"Aku pulang," setelahnya Jimin berlari keluar dengan air mata yang mengalir deras."Mianhae Jimin-ah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bogosipda 2 ✔
Fanfictionsemuanya belum berakhir sampai sini, karena aku masih harus berjuang untuk melewati badai besar ini.......