※ Lana POV ※
Selama makan malam berlangsung aku hanya duduk tenang menikmati makanan didepanku. Terus sibuk memasukkan makanan dan mengunyahnya tanpa melihat kearah lain. Dalam kegiatanku akupun sadar jika sedari tadi diperhatikan, aku tidak peduli. Mengingat kejadian siang tadi tak pelak membuatku ingin segera cepat-cepat menuntaskan acara makan malam ini dan segera bergegas naik ke kamar.
Jika ditanya bagaimana perasaanku sekarang, rasanya campur aduk. Akupun tidak dapat menggambarkannya dengan jelas. Nah, tinggal satu suap terakhir dan aku bisa segera pergi ke kamar untuk mengerjakan pr.
Tidak ada konversasi selama kami berdua, ya aku dan Kak Sean menyantap makan malam. Tapi, aku tau dia terus memperhatikanku dari tadi tapi, aku pura-pura saja tidak tau.
Menggeser maju piring yang telah kosong, akupun segera anjak dari tempat duduk. Berusaha menghindari tatapan mata itu. Lalu setelah kakiku sampai pada anak tangga pertama kuputuskan untuk mempercepatnya. Berlari kecil keatas.
Aku tidak mendengar suara baritonnya yang seperti biasa selalu menghalangi langkahku, dalam hati aku bersyukur bisa lolos begitu saja dengan mudah. Sesampainya didalam kamar, kukunci pintu kamarku. Percaya atau tidak, saking cemasnya aku menyeret single sofa yang diletakkan di sudut ruangan bersebelahan dengan pintu kaca yang menuju balkon kearah belakang pintu. Karena aku tau, meski sudah kukunci sekalipun, Kak Sean pasti akan dengan sangat mudah menerobos masuk entah bagaimana caranya.
Pintu telah terkunci sempurna dengan single sofa yang juga menempel erat pada pintu. Apa aku perlu menyeret lemari dan meja belajar untuk menghalangi pintu sekalian?
Tidak, aku sadar kalau aku ini kecil dan aku tidak kuat!
Selanjutnya aku mulai merangkak naik keatas ranjang. Tidak jadi mengerjakan pr, entah mengapa aku merasa rindu pada Papa. Sosok yang selalu aku tunggu kepulangannya.
"Hey cantiknya Papa..."
Aku berbinar menatap wajah tampan nan dewasa di seberang sana. Kuputuskan untuk melakukan video call dan beruntungnya langsung diangkat oleh Papa Daren.
"Jam berapa disana? Mau bobo ya?"
Lampu kamar ku matikan, hanya menyisakan lampu duduk diatas nakas. Mungkin karena itu Papa mengira aku akan segera berangkat tidur.
"Baru juga jam 7, Pa. Ga kok, belom mau bobo. Belum ngantuk hehe...""Hehe udah belajar belom?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙋𝙤𝙨𝙨𝙚𝙨𝙨𝙞𝙫𝙚 𝘽𝙧𝙤𝙩𝙝𝙚𝙧
Подростковая литература[LENGKAP] Awalnya setiap perhatian juga sentuhan yang Kakaknya berikan terhadap Ilana hanya dianggap hal yang lumrah oleh gadis itu. Sama halnya perlakuan Kakak pada seorang adik seperti kebanyakan, namun lambat laun pemikirannya yang semakin dewas...