✘T

7K 487 47
                                    

※ Lana POV ※

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

※ Lana POV ※

Pagi yang terasa berbeda. Benar, untuk pertama kalinya aku bisa merasakan kebebasan. Kuregangkan otot-otot tubuhku, mengayunkan kedua tanganku sembari berolahraga kecil. Kemarin malam Bu Thea menyambutku dengan keterkejutan. Butuh beberapa menit untuk aku mengingatkannya akan gadis kecil bernama Ilana yang diadopsi saat umur 5 tahun dan syukurlah Bu Thea masih ingat.

Aku diterima kembali, aku bersyukur untuk itu.

Panti asuhan ini sudah berbeda. Banyak tempat-tempat baru yang tidak aku tau dan perlu kalian ketahui bahwa anak-anak disini semakin banyak. Mereka manis-manis dan aku suka, aku jadi memiliki banyak teman.

Disini ramai sekali berbeda dengan rumah yang disana.

Tentang alasanku kembali kesini sudah kupaparkan semuanya pada Bu Thea tanpa terkecuali. Dia terkejut tentu saja apalagi ketika kuceritakan bagian bagaimana Kak Sean memperlakukanku.

"Nak, itu sama sekali ga wajar kalo status kalian udah jadi kakak adek. Kamu tau kenapa?"

Tidak Vito tidak Bu Thea mereka sama-sama suka bermain teka-teki. Sempat terbersit hal yang sepertinya tidak mungkin itu dipikiranku tapi, aku ragu.

Apa ya Kak Sean begitu? Aku ini kan terlalu kecil untuknya.

"Dorr! Hayo Kakak cantik pagi-pagi ngelamun! Ngelamun cowok ya?"

Aku terkesiap mendapati anak laki-laki sudah berdiri disampingku. Dia penghuni panti asuhan ini, sebut saja dia Harris. Pemilik mata sabit dengan tahi lalat di bawah mata kirinya.
"Ih kamu mah ngagetin!"

"Hehe Kakak kok ga siap-siap? Ga berangkat ke sekolah?"

Oh ya anak itu sudah memakai seragam sekolahnya. Ngomong-ngomong aku baru ingat kalau aku putus sekolah. Sedihnya...
"Kakak libur sekolahnya!"

"Ih kok enak? Aku juga mau!"

"Eh ga boleh! Kamu harus tetep sekolah!"

Bibirnya yang sedikit tebal mengerucut lucu, "Yah, sekolah terus bosen!"

Aku tersenyum, "Ga boleh ngomong gitu ya, sayang! Kamu harus rajin sekolahnya ga boleh males-malesan, kamu ga kasihan sama Bu Thea udah susah-susah nyari biaya buat kamu sekolah tapi, kamunya males-malesan gini?", nasihatku mengelus pucuk kepalanya. Tinggi anak itu sebatas pundakku.

𝙋𝙤𝙨𝙨𝙚𝙨𝙨𝙞𝙫𝙚 𝘽𝙧𝙤𝙩𝙝𝙚𝙧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang