[LENGKAP]
Awalnya setiap perhatian juga sentuhan yang Kakaknya berikan terhadap Ilana hanya dianggap hal yang lumrah oleh gadis itu. Sama halnya perlakuan Kakak pada seorang adik seperti kebanyakan, namun lambat laun pemikirannya yang semakin dewas...
Kayaknyaakungegasbukuiniduludeh ya, bau-baunyabentarlagimauudahanhehemasihprediksisih. Syukur²akubisanamatincepetbiartanggungankuberkurangwkwk
Buatbuku² yang lain sabar ya, orang sabarjodohnyaoppa :))
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
※ Author POV ※
"Lana kemana?"
Dua kata tanya yang mampu membuat seisi rumah saat itu bungkam dengan perasaan takut luar biasa. Sang tuan besar bertanya dimana puterinya yang sejak kedatangannya ke rumah tak juga Ia jumpai.
"Bi Odah, Bi Zaenab saya tanya dimana Lana?"
Kedua wanita itu saling pandang sebelum akhirnya menunduk. Takut jika membuka mulut soal Lana akan berujung pemberhentian kerja terhadap keduanya.
Daren menghembuskan nafas perlahan, mengatur gemuruh di dadanya yang sedari tadi mengganggu. "Saya tanya sekali lagi dimana Lana, puteri saya? Apa dia masih di sekolah?"
Matahari sudah tak lagi merajai langit, apa mungkin Lana masih disibukkan dengan kegiatan sekolah?
"Jawab saya, Bi astaga! Jangan bikin saya makin emosi!"
"Maaf, Tuan...", lirih Bibi Zaenab.
Ada apa dengan orang-orang hari ini? Semua kompak dengan kata maafnya.
Nampak kedua asisten rumah tangga itu saling lirik dan saling menyikut lengan.
"Sebetulnya ada apa ini?"
"Maaf, Tuan tapi, jangan pecat kami..."
Dahi Daren mengkerut, "Kenapa saya harus pecat kalian?"
"Non Lana ga ada. Non Lanaㅡ"
"Ga ada maksudnya gimana?", sela Daren tidak sabar.
"Non Lana pergi dari rumah, Tuan...", jawab Bibi Saodah pada akhirnya.
Air muka Daren perlahan berubah. Kedua obsidiannya menatap pada dua wanita paruh baya di hadapannya itu.