💔Dua puluh tujuh

7K 390 0
                                    

Selamat membaca. . .
.
.
.

Bersabarlah sebentar lagi. Karena sesuatu yang indah akan segera menghampiri.

___________

Hening, hanya itu yang terjadi diantara Ashira dan Afiad. Mereka bergemelut dengan pikirannya masing-masing. Ucapan Afiad benar-benar membuat debar bahkan getar yang nyata di dada Ashira. Membuat gadis itu merasa sangat gamang dengan apa yang tengah ia rasakan. Ashira merasa bahagia dengan apa yang di ucapakan suaminya. Namun, ia masih merasa sangat ragu dan tidak yakin dengan perasaannya sendiri pada Afiad.

"Jika memang benar itu rasa cinta. Apa menurut mu itu tidaklah terlalu cepat tercipta?"

tanya Ashira setelah sekian lama mereka bergeming tanpa suara. Afiad yang sedari tadi terdiam, kini ia memandang lekat wajah istrinya.

"Bagiku, jatuh cinta itu bisa kapan saja, tidak bisa di ukur dengan kurun waktu tertentu."

Balas Afiad memandang wajah cantik istrinya, yang kini tengah merasa gamang dengan segala carut marut perasaannya yang masih belum seutuhnya ia yakin dengan apa yang ia rasakan.

"A-ku...aku hanya belum yakin dengan perasaan yang kita rasakan selama ini. Aku tidak yakin dengan perasaanmu dan--"

"Tapi, aku yakin dengan perasaanku." Celetuk Afiad yang langsung memotong ucapan istrinya, membuat Ashira hanya terpaku dan membisu.

Kini gadis itu benar-benar merasa tidak karuan dengan perasaannya sendiri. Seakan tengah terombang ambing dengan perasaan yang harus ia yakini atau bahkan harus ia pungkiri. Ashira, tidak tau bagaimana ia harus menyikapi rasa yang kini tengah mendera hatinya pada Afiad.

Gadis itu menarik nafas panjang, berusaha menormarlkan perasaan yang tengah berkecamuk tak karuan. Debar jantung yang ia rasakan, kini sudah tak lagi normal seperti biasa. Membuatnya sedikit berkeringat dingin saat harus membahas rasa di antara ia dan suaminya.

"Huft...benarkah Kakak meyakini kalau perasaan Kakak pada Ashira itu adalah cinta?" tanya Ashira sekali lagi. Keringat dingin kini mulai mengalir di sekujur tubuhnya. Membuat telapak tangannya basah, akibat rasa canggung dan gelisah.

"Sangat. Aku sangat yakin, Shira." Balas Afiad menjeda ucapannya sejenak. Ia menarik nafas panjang, berusaha menetralisir perasaan gugup yang tiba-tiba saja merasuk kerelung hatinya.

Pagi itu, Afiad sudah memutuskan untuk mengungkapkan segala perasannya pada sang istri. Debar dan degub jantung yang pemuda itu rasakan, kini berdetak di atas rata-rata. Perlahan, Afiad mengenggam jemari istrinya,menggenggammya dengan erat, serta menatap jauh kedalam netra Ashira yang begitu teduh. Membuat debar dan degup jantung di antara keduanya saling bertalu-talu seakan tengah bersahutan. Segala perasaan bercampur aduk diantara keduanya. Hingga Afiad memberanikam diri untuk mengungkapkan segala isi hatinya pada Ashira.

"Ra," panggil Afiad lirih, seraya terus memandangi wajah cantik di hadapannya, yang kini tak berani membalas tatapan lamatnya. Ashira sedikit menunduk, menatap kancing kedua dari baju suaminya. Ia tidak berani membalas tatapan netra hitam pekat di depannya. Yang kini, seakan tengah menjelajahi isi hatinya dari jendela hati yang bernama netra.

"Aku tidak perduli jika kamu percaya atau tidak dengan perasaanku padamu. Aku tidak perduli jika kamu meragukan rasaku. Saat ini aku hanya ingin mengatakan dengan sejujurnya apa yang tengah aku rasakan padamu, Ra."

Lanjut Afiad berusaha bersikap setenang mungkin. Dan terus menatap wajah cantik Ashira di depannya. Ia berusaha mentralisir perasaan campur aduknya. Yang tengah membombardir hati dan jiwanya. Membuat rasa sesak yang tak bisa ia ungkap lewat sajak. Kini, bukan hanya Ashira yang berkeringat dingin. Tapi, Afiad pun sama. Ia benar-benar merasa malu, canggung dan segala perasaan aneh lainnya yang sedang berkecamuk di dada. Membuatnya, begitu sering menarik nafas untuk menenangkan apa yang sedang ia rasakan.

Dzikir cinta Ashira💔 {Romansa Islami}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang