💔Lima

9K 546 6
                                    

Selamat membaca...
        .
        .
        .

Percayalah, akan ada saatnya di mana lafadz BAROKALLAH itu akan di ucapkan untuk kita.

________

Tibalah malam di mana Ashira akan di akad oleh Afiad. Gadis itu mempersiapkan diri di kamar asrama. Memakai gamis warna hitam senada dengan khimar panjang yang dia kenakan. Dengan sedikit polesan bedak bayi tipis, dan minyak telon yang dia usapkan di telapak tangannya sebagai wewangian yang dia gunakan.

Ashira memang sangat  menyukai bau minyak telon. Yang memberikan sensi wangi bayi. Dia memang suka menggunakan minyak bayi itu sebagai wewangiannya, ketimbang harus memakai parfum. Toh, bukankah wanita itu tidak boleh bertabarruj kecuali hanya di hadapan suaminya?

Maruah itulah yang di jaga oleh Ashira selama ini. Dia memang tidak suka berlebihan dalam berpakaian dan menghias diri. Dia memang lebih suka tampil sederhana dan apa adanya.

"Ashira Umi dan Abah mu sudah datang. Dan sekarang mereka sedang berada di ndhalem, jika kamu sudah selesai kamu di pinta Bu Nyai untuk menyusuk ke ndahlem dulu."

Auliya salah satu teman Ashira berdiri di amabang pintu, memberitahukan kalau Abah dan Umi Ashira sudah berada di ndhalem.

"Oh..iya, Liya. Aku akan segera ke ndahlem, ini aku sudah siap kok."

jawab Ashira membereskan peralatan make up sederhananya. Yaitu, bedak bayi, minyak telon dan sebuah celak.

"Baiklah, ayo. Para santri yang lainnya juga akan segera menuju kemasjid."

Sambung Auliya tersenyum masih berdiri di ambang pintu.

"Baiklah." Balas Ashira tersenyum. Kembali menyimpan peralatan make up sederhananya di lemari kecil miliknya.

"Oh...ya selamat untuk malam ini, Shira." Timpal Qonita yang baru saja memasuki kamar asrama. Sedangkan, Auliya sudah berlalu pergi entah kemana.

"Iya terima kasih." Balas Ashira mengambil kaos kaki warna hitam senada dengan hijabnya. Lalu segera memakai kaos kaki tersebut sebelum ke ndhalem.

Ashira sudah tidak terlalu menampakkan kesedihan di wajahnya. Namun, bukan berarti luka di hatinya sudah sembuh begitu saja.

Dia hanya sedang berusaha ikhlas menjalani takdir, seperti apa yang dia katakan sebelumnya. Kalau dia akan tetap melewati kisahnya ini dengan ikhlasnya hati. Meskipun, Ashira tahu semua tidaklah mudah untuk ia lalui.

Tapi, mau bagaimana lagi. Waktu tidak akan pernah bisa di putar mundur. Semuanya sudah terjadi, dan semua ini memang sudah jalan takdir Ashira yang harus dia lalui. Memangnya siapa yang bisa mengelak dari ketetapan tuhan yang sudah di gariskan untuk setiap hambanya?

Itulah mengapa Ashira tidak ingin berlama-lama terpuruk dalam lukanya. Meskipun ia sendiri tahu luka itu terus saja menganga. Tapi, air mata harus bisa berhenti mengalir meskipun luka di hati masih belum mengerimg seutuhnya.

"Malam ini kamu terlihat lebih cantik, Ra. Dengan gamis hijab hitam menawan itu."

Puji Qonita memperhatikan Ashira yang sudah rapi dan tertutup dari atas sampai bawah dengan balutan hijab hitam yang melekat di tubuhnya.

"Terima kasih." Balas Ashira tersenyum.

"Yasudah aku ke ndhalem dulu ya, katanya Abah dan Umi sudah menunggu di sana." Sambung Ashira yang di balas anggukan oleh Qonita.

"Baiklah. Kami pun juga akan segera pergi ke masjid untuk menyaksikan akad mu." Balas Qonita tersenyum.

"Iya," jawab Ashira. Melangkah keluar kamar asrama. Untuk menghampiri Abah dan Uminya yang sudah menunggu di sana bersama Kiyai dan Bu Nyai.

Dzikir cinta Ashira💔 {Romansa Islami}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang