💔Empat puluh tiga

6.6K 354 13
                                    

Selamat membaca . . .
.
.
.

Sekalipun nanti aku benar-benar pergi. Percayalah, Ra. Bahwa aku akan selalu hidup dan ada bersamamu. Di sini. Di dalam hatimu. Bukankah tempatku yang sesungguhnya adalah disini?
___________

Sore itu langit terlihat sedikit kelabu. Bersama desau angin yang berhembus sepoi-sepoi. Membawa hawa dingin bagi tubuh. Dengan cuaca yang terasa begitu teduh, juga sangat mendamaikan.

Ashira duduk di kursi taman rumah sakit. Menemani Afiad yang sedang menikmati angin sore. Untuk menghirup udara segar. Keadaannya kini sangatlah memprihatinkan, kepalanya kini telah plontos tanpa rambut. Akibat kemotherapy yang pernah di lakukan Afiad beberapa kali, selama beberapa bulan terakhir ini. Membuat rambutnya rontok tak tersisa.

Afiad dan Ashira duduk di kursi panjang yang berada di taman rumah sakit itu. Pria itu menyandarkan kepalanya pada bahu sang istri, seraya terus mengelus lembut perut Ashira yang kini telah membuncit. Karena usia kandungannya sudah memasuki tujuh bulan. Dan semenjak tiga bulan terakhir ini, Ashira begitu jarang mengecekkan kandungannya pada dokter. Karena begitu larut dalam kesedihan, memikirkan keadaan suaminya setiap saat. Bahkan, selama ini Ashira tidak pernah melakukan USG pada kandungannya. Ia hanya kontrol biasa, juga rutin minum susu ibu hamil. Sebab bagaimanapun bayinya harus tetap mendapatkan nutrisi yang baik. Agar calon anaknya tidak kekurangan gizi, yang nanti malah berdampak buruk pada tumbuh kembang bayi di perutnya.

Tiga bulan sudah Afiad melakukan berbagai pengobatan intensif demi kesembuhannya. Keluar masuk rumah sakit untuk kontrol dan cuci darah. Di pengobatan tahap pertama dulu, ia harus di rawat di rumah sakit selama sebulan lebih setelah melakukan kemotherapy. Dan sekarang di tahap kedua, dia harus kembali di rawat setelah melakukan kemotherapy keduanya.

Mengkonsumsi berbagai obat-obatan untuk membunuh sel kanker di tubuhnya. Sudah dua minggu kebih Afiad di rawat di rumah sakit. Menjalankan segala prosedur pengobatan yang harus ia lewati. Dan Ashira selalu ada di sampingnya menemani di setiap waktu yang di lewati Afiad. Menguatkan pria itu agar terus kuat bertahan dengan segala penyakitnya. Meski kerap kali, Ashira masih terus meneteskan air mata kepiluan.

Beberapa kali Anisa dan Shauqi juga datang menjenguk keadaan Afiad selama beberapa bulan terakhir ini. Anisa pun kini juga masih belum di beri kepercayaan lagi untuk hamil. Meski, sudah kerap kali mereka berobat secara medis dan tradisional. Tapi, semua itu juga masih belum membuahkan hasil. Membuat mereka harus terus bersabar. Meski terkadang, Anisa merasa sangat bersalah atas keadaan dirinya yang masih belum bisa memberikan keturunan pada suaminya.

Tapi, siapa yang bisa memaksa kehendak tuhan. Bukankah segala jalan hidup manusia sudah di atur sedemikian rupa olehnya. Sang pemilik jiwa. Hidup dan mati manusia ada padq kuasanya. Termasuk memberikan keturunan. Pada siapapun yang di kehendakinya.

Ashira merangkul tubuh suaminya dengan hangat, yang sedang menyandarkan kepala di bahunya. Sesak di dada Ashira kini sudah tak bisa gadis itu utarakan. Betapa sakit dan bersedihnya ia dengan keadaan suaminya sekarang. Melewati malam-malam penuh linangan air mata. Meratap, berdoa setiap malam demi kesembuhan suaminya. Berharap, di suatu kelak keajaiban itu datang menghampiri. Mengubah luka menjadi bahagia.

"Kak."

"Hmm."

Gumam Afiad tanpa memandang wajah Ashira. Dan terus saja mengelus lembut perut istrinya yang membuncit. Dimana calon anak mereka sedang tumbuh dan berkembang di dalamnya.

"Kakak pengennya anak laki-laki atau perempuan?" Tanya Ashira menumpukan sebelah tangannya di atas tangan Afiad yang sedang mengelus perutnya lembut.

Dzikir cinta Ashira💔 {Romansa Islami}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang