💔Empat puluh empat

10.9K 517 117
                                    

Selamat membaca . . .
.
.
.

"Aku tidak bisa terus bersamamu, Ra. Waktuku seakan semakin dekat, dan akan segera tiba. Tolong jangan menangis, saat takdir itu menyapa. Semoga kita kembali di satukan di syurganya." .

__________

Sudah seminggu Afiad koma pasca ia mengalami mimisan kala itu. Dengan selang infus dan selang oksigen yang kini terpasang di tubuhnya. Membuat keluarganya benar-benar merasa terpuruk. Terutama, Ashira yang sudah satu minggu ini terus saja menangis terisak. Meski ummi juga keluarganya terus saja menenangkannya. Namun, nihil Ashira tetap meratapi duka lara yang ia hadapi kini.

"Aku mohon. Bangun, Kak." Lirih Ashira yang terus saja meneteskan air mata. Berbisik lirih di dekat telinga suaminya, yang tengah menutup mata dan tidak terbuka selama seminggu ini. Membuat Ashira benar-benar berduka dengan kenyataan yang ia terima.

Dengan hangat Ashira menggengam tangan suaminya. Mengecupnya lama berusaha untuk membuat Afiad merasakan keberadaannya. Berharap Afiad akan segera membuka mata. Namun, tetap saja Afiad terperangkam dalam keadaan komanya.

"Kak, ini Shira. Kakak cepat sadar ya. Jangan biarkan Ashira kembali menangis, meneteskan air mata."

"Shira sekarang menangis, Kak. Ayo bangun, hapuskan air mata Shira. Bukankah Kakak begitu tidak suka jika melihat Shira menangis? Lalu, kenapa sekarang Kakak malah membuat Ashira takut dan khawatir, hingga tak bisa membendung kesedihan ini?"

Ucap Ashira panjang lebar. Kembali terisak dalam tangis pilunya yang menyedihkan. Seminggu ini, Ashira selalu saja melihat keadaan suaminya setiap waktu. Dengan menggunakan pakaian warna hijau yang memang di sediakan rumah sakit, tiap kali ada sanak saudara dan keluarga menjuenguk Afiad.

Keadaan laki-laki itu benar-benar menyedihkan. Tubuh yang kini kurus krontang juga kepala yang plontos tanpa sehelai rambutmu. Wajahnya yang selalu terlihat pucat serta netra yang tak kunjung terbuka untuk kembali melihat dunia. Terutama istrinya. Kini ia sudah tak mampu lagi menghapus air mata belahan jiwanya. Kecuali hanya terbaring lemah menutup mata, membuat Ashira benar-benar terpuruk di buatnya.

"Kak. Shira mohon sadarlah. Tatap kembali Ashira seperti dulu. Peluk kembali Ashira seperti waktu yang telah lalu. Tak rindukan kau dengan semua itu? Mendekapku dengan hangat penuh cinta dan bahagia?"

Sambung Ashira yang terus lirih berucap di dekat telinga suaminya. Berharap Afiad mendengarnya lalu seketika tersadar dari komanya.

Perlahan Ashira menuntun tangan kemah suaminya yang tak bergerak untuk menyentuh perut buncitnya. Agar laki-laki itu dapat merasakan calon buah hatinya yang masih di dalam kandunganya.

"Bisakah kamu merasakan ini? Pergerakannya yang semakin lincah setiap hari? Tak inginkah kamu mengecupnya lembut setiap kali kamu ingin terlelap seperti dulu? Tak rindukah kamu untuk menyentuhnya? Buah cinta kita yang sebentar lagi akan lahir kedunia, untuk melihat ayah ibunya?"

Lirih Ashira menyentuhkan tangan Afiad pada perutnya. Wanita itu semakin tergugu dalam isak tangisnya. Rasa sesak yang memenuhi dadanya kini menyeruak bersama air mata yang terus mengalir tanpa jeda. Seakan ia juga merasakan apa yang tengah suaminya rasakan. Rasa sakit yang teramat, melihat orang yang kita cinta hanya terbaring lemah tanpa membuka mata. Sungguh hal itu membuat Ashira seakan ingin mengutuk takdir yang ada. Membuat ia lemah berkali-kali di buatnya. Seandainya ia tidak ingat ucapan abahnya beberapa hari yang lalu.

"Kakak harus cepat sadar, ya. Kakak harus sembuh. Agar Kakak bisa mengadzani anak kita nanti. Bukankah Kakak juga menginginkan itu? Mengadzani dan juga mengiqomahi anak kita saat ia telah lahir kedunia?" Sambung Ashira tersenyum bersama derai air mata. Menyentuhkan tangan Afiad pada perut buncitnya. Ashira tatap wajah pucat suaminya dengan lamat, bersama air mata yang tak henti-hentinya berlinang.

Dzikir cinta Ashira💔 {Romansa Islami}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang