Suara gemuruh hujan membangunkan Elisha dari tidurnya. Lagi-lagi ia melihat Jimy tidur satu ruangan dengannya, tapi kali ini ia tidur dilantai beralaskan karpet berbulu lembut.
Jam masih menunjukan pukul sepuluh lebih. Ingin rasanya Elisha kembali tidur, namun tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang Aldric. Dimana dosen beku itu sekarang?? apakah dia baik-baik saja???
Elisha bergegas mengambil ponselnya di atas meja, mengetikan sederet nomor untuk menelpon Aldric. Namun seketika Elisha teringat dengan kata kasar yang terlontar dari mulut Aldric, membuat Elisha mengurungkan niatnya untuk menghubungi pria itu.
Ia kembali bersiap untuk tidur, namun hati kecilnya merasa gelisah. Beberapa saat kemudian terdengar suara mobil didepan rumah dan dapat dipastikan itu adalah aldric.
Elisha mengintip dari balik pintu kamarnya, terlihat Aldric basah kuyup duduk di meja makan. Sendirian, wajahnya terlihat lebih suram dari biasanya dan astaga ternyata Aldric babak-belur. Ada aliran darah dari salah satu sudut bibirnya dan baju yang dikenakan Aldric pun terkena noda darah. Keadaanya benar-benar kacau.
Apa yg terjadi dengan nya?
Elisha mencoba membangunkan Jimy yang tertidur pulas di lantai. Bermaksud meminta bantuan untuk mengobati Aldric.
"Jimy bangun."
"Hhmm apaan."
"Itu Aldric babak belur."
"Anak cowo, udah biasa berantem kali."
"Iya tapi batu obatin gih."
"Ogah gue, lu aja sono ngantuk ini."
Dasar dokter gadungan.
"Gue dokter beneran dan dokter juga butuh istirahat, lo sendiri yang ngobatin tu orang."
"Tapi ..."
"Kalo ga mau ya ga usah, biar Aldric obatin sendiri lukanya."
"Ish..."
Elisha berniat kembali melanjutkan tidurnya namun, pikirannya selalu terganggu oleh keadaan Aldric. Ia memutuskan untuk mengambil kotak obat, untuk mengobati aldric.
Sedangkan Jimy yang terlihat kembali tidur sebenarnya hanya berpura-pura. Ia sebenarnya juga menghawatirkan keadaan temannya itu, walaupun menyebalkan, Aldric tetaplah temannya, teman kesayangannya.
Jimy masih normal ya... Wkwkwkwk.
Pria itu terlihat sangat lesu duduk sendirian dengan baju yang basah kuyup dipenuhi noda darah dan tanah. Tatapan mata pria itu terlihat kosong. Elisha yang melihat keadaan Aldric merasa hatinya ikut teriris.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan hatiku? Batin Elisha resah.
Elisha duduk disamping Aldric, namun pria itu masih diam. Ia tidak perduli luka-luka pada tubuhnya yang harus harus segera diobati. Elisha mulai membuka kotak p3k mengeluarkan beberapa kapas dan antiseptik dan mulai mengobati luka Aldric pada bagian tangan.
Luka-luka nya seperti luka habis berkelahi, apakah Aldric baru saja berkelahi? Parah sekali. Elisha juga meniup lukanya agar tidak terasa perih namun, Aldric tetap diam. Pria ini seperti kehilangan semangat hidupnya. Elisha tidak tahan dengan keadaan lelaki disampingnya ini namun ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Elisha mulai membersihkan luka pada bagian wajah Aldric. Sebelum kapas dingin itu menyentuh permukaan kulit Aldric, tangan mungil Elisha dicekal oleh empunya. Membuat Elisha sedikit terkejut.
"Apa apa, apakah sakit?"
"Kenapa kamu mau mengobati luka ku?"
Elisha merasa bingung atas pertanyaan Aldric karena ia sendiri tidak tau apa alasannya.
"Karena aku ingin."
Elisha menarik tangannya dari cekallan Aldric dan mulai mengobati lagi luka pria itu, lagi. Kadang ia merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Kenapa ia merasa hatinya ikut terluka melihat Aldric sakit seperti sekarang.
"Terimakasih Elisha."
"Tidak usah sungkan-sungkan, aku hanya sekedar membantu mu."
"Apakah kau membenciku?"
Pertanyaan itu, kata itu, benci. Dulu ia pernah merasa nyaman dengan seorang pria dan rasa itu kini menjadi benci. Elisha kembali merasa takut apakah ia membenci Aldric atau merasa nyaman dengannya. Hatinya merasa bimbang, di sisi lain ia merasa trauma sekaligus benci, dan di sisi lain juga ia merasa nyaman berada didekat aldric.
Apa yang harus ia putuskan?
"Tidak, untuk apa aku membencimu."
"Karena aku telah melukaimu, menculikmu, membuatmu merasa cemburu dan marah."
"Pfftt cemburu, yang benar saja, aku merasa cemburu padamu, itu tidak mungkin."
"Benarkah? jadi kau tidak merasa cemburu." balas Aldric dengan nada mengejek.
"Dih gr." Elisha merasa gemas dengan tingkah Aldric membalas dengan menekan kuat luka pada wajah pria itu. Membuat si empunya meringis kesakitan. Lebih tepatnya berpura-pura merasa kesakitan.
"Sakit Sha, pelan-pelan dong."
"Masa psikopat kesakitan."
"Jadi, kamu sudah tau."
"Iyalah, mana ada orang normal yang mengoleksi bola mata sama kuping manusia di dalam toples."
"Dari mana kamu tau?"
"Waktu kamu nyulik aku, trus di kamar kamu ternyata ada begituannya."
"Ooohh hehehe."
Wajah pria itu kembali mendapatkan cahaya nya. Elisha merasa nyaman melihat Aldric kembali menjadi seperti dulu. Tatapan pria itu kembali bertujuan dan kini sedang menatap lembut wajah Elisha.
"Sha..." Aldric memegang kedua tangan Elisha, menatap dalam manik mata gadis dihadapannya. Sedangkan Elisha merasa jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Ia merasa pipinya pasti sekarang Semerah tomat.
"Iya."
"Apakah kamu merasa nyaman berada bersamaku?"
Deg!
Jawaban apa yang harus diberikan Elisha. Apakah ia harus jujur dengan perasaannya atau kah mengubur perasaannya itu karena trauma masa lalu? Ia merasa dilema dengan keadaannya.
"Aku ..."
"Ehem ehem."
Seketika semua menjadi hening. Seluruh mata menatap kearah pintu. Seseorang berdiri diambang pintu dengan melipatkan kedua tangannya di depan dada.
Maaf kan author ceritanya Nggantung😭. Author sibuk bgt di real life.
*Buat bocoran nih 'ada beberapa bagian di cerita ini yg diambil dari kisah nyata pengalaman author' :v
Makasih buat yg mo nungguin author buat up. Author merasa terharu.
Vote & koment nya😘
See y next ...
KAMU SEDANG MEMBACA
He's a Psychopath ✓
Casuale"Aku akan membunuh siapapun yg mengusik ketenanganku dan milikku," ucap Aldric "Kenapa banyak orang gila disekitarku." Batin Elisha menggerutu • • • Ia adalah pria kejam yang tidak memiliki perasaan dan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa...