DUA

5.4K 165 11
                                    

"Kau jadi mengantar ibumu berbelanja?" tanya Nate sambil meletakkan secangkir kopi di meja lalu duduk di samping Julian.

"Mm-hm. Ibuku sedang berganti pakaian," jawab Julian yang sedang membaca sesuatu dari ponselnya. Nate mengamatinya.

"Rambutmu sudah panjang," kata Nate sambil menyibakkan bagian depan rambut Julian yang panjangnya sudah melebihi matanya. Bagian belakangnya juga sudah mencapai kerah bajunya.

Julian menepis tangan Nate. "Aku tidak ada waktu untuk memotong rambut," katanya tanpa melepaskan pandangannya dari ponsel.

Nate merengut. Julian memang sering memanjangkan rambut sejak dulu. Bahkan saat dia kembali dari luar negeri, dia menemui orang tua Nate dengan rambut sepanjang bahu dan baru memotongnya sehari sebelum pernikahan mereka. Nate sering memberi tahu Julian bahwa dia memang menyukai pria berambut panjang, tapi Nate lebih suka jika Julian memiliki potongan rambut yang pendek. Nate juga sering meminta Julian untuk memotong rambutnya jika sudah menutupi dahi. Namun, Julian tidak terlalu memedulikan permintaan Nate dan baru akan memotong rambut jika ia merasa sudah bosan.

"Kau sudah siap?" tanya Tara yang muncul dengan tas tangannya. Julian langsung mendongak.

"Ya. Aku pergi dulu." Julian menjulurkan tubuhnya untuk memberikan kecupan ringan di bibir Nate lalu bangkit dan mengikuti ibunya keluar.

Nate menghela napas dan membawa kembali kopi yang belum disentuh. Terkadang Nate lelah dengan suasana hati Julian yang berubah-ubah.

Sebenarnya dulu Nate sempat menangis-nangis di hadapan Mom dan memintanya untuk tidak menikahkan dirinya dengan Julian. Walau orang-orang mengatakan Julian tampan, bagi Nate pria itu menyeramkan. Dengan matanya yang tajam, alisnya yang tebal, dan bibir tipisnya yang jarang menyunggingkan senyum, Nate merasa Julian lebih mirip dengan tokoh antagonis di televisi. Terutama karena Julian tidak pernah menyapa atau mengajak Nate mengobrol setiap dia datang ke rumah.

Namun, setelah melamar Nate, Julian sering mengirimkan pesan dan meneleponnya walau hanya untuk menanyakan jika Nate sudah makan. Lalu saat mereka berada dalam masa berpingit sebelum hari pernikahan, Julian selalu menelepon Nate selama berjam-jam, membuatnya mau tidak mau merasa tersentuh. Tidak ada salahnya jatuh cinta dengan calon suami sendiri, kan?

Julian begitu manis, bahkan setelah mereka menikah. Ia tidak keberatan jika mereka tinggal di rumah orang tua Nate dan mengijinkan gadis itu untuk tetap bekerja. Hal yang paling membuat Nate akhirnya setuju dengan perjodohan itu adalah setelah ia mendengar bahwa Julian rela melepas kariernya di Jepang hanya untuk Nate.

Sebenarnya keluarga Julian cukup berada, orang tuanya memiliki perusahaan besar. Namun, Julian tidak memanfaatkan koneksi orang tuanya dan memilih bekerja di tempat lain. Kemudian saat ia ditawarkan bekerja dengan gaji yang cukup tinggi, Julian malah memilih untuk pulang ke Britania Raya, dan menerima pekerjaan yang gajinya jauh lebih rendah agar bisa tetap berada di dekat Nate.

Romantis? Dulu Nate memang menganggapnya begitu. Namun, setelah dipikir-pikir, padahal bisa saja Julian tetap menerima pekerjaan itu, dan membawa Nate untuk tinggal bersamanya di Jepang. Itu pun kalau dia memang berniat melamar Nate sejak awal seperti yang dikatakannya. Nate tidak terlalu memikirkannya, Julian bisa bekerja di mana saja yang dia mau.

Nate pun perlahan membuka hatinya pada Julian. Karena mereka tidak melalui tahapan berpacaran seperti pasangan pada umumnya, ia menikmati setiap debaran yang diberikan Julian melalui sikapnya yang jauh lebih manis dan hangat dibandingkan sebelum menikah dulu.

Hari itu Nate membantu Mom membersihkan ruang tamu dan dapur untuk acara besok. Acara ini memang akan dilangsungkan kecil-kecilan, mereka hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat. Mereka juga memesan katering dari salah satu teman Mom agar tidak perlu repot memasak.

Nothing Better (Than You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang