DUA PULUH DUA

1.8K 95 12
                                    

"Makanlah yang banyak, Matilda. Kau terlihat kurus sekali," kata Bibi Fanny sambil menaruh sepotong ayam panggang lagi di piring Nate.

Nate membalasnya dengan senyuman. Bibi Fanny selalu pintar memasak. Beliau tidak pernah gagal membuat berat badan Nate naik setiap kali berkunjung ke rumahnya. Namun, hari ini Nate tidak terlalu berselera makan. Ia merasa mual setiap kali memikirkan bahwa seharusnya hari ini ia pergi meninggalkan suaminya.

"Kau sedang tidak enak makan?" tanya Bibi Fanny sambil menunjuk tumpukan brokoli yang tidak tersentuh di piring Nate. "Kau sedang sakit?"

"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Nate.

"Atau mungkin..." Bibi Fanny mencondongkan tubuhnya ke arah Nate. "Kau sedang ngidam?"

Julian yang duduk di samping Nate langsung tersedak. Pria itu buru-buru menenggak air di gelasnya. "Apa hubungannya tidak enak makan dengan ngidam, Bibi?" tanyanya dengan suara parau.

"Itu salah satu tanda bahwa kau sedang hamil, sayang," jawab Bibi Fanny dengan wajah ceria. "Kau akan mual di pagi hari atau bahkan ketika kau mencium bau sesuatu. Lalu selera makanmu berkurang atau bahkan bertambah. Suasana hatimu juga berubah-ubah. Kau bisa akan sangat ceria, atau sangat sedih, atau sangat kesal. Setiap orang memiliki gejala yang berbeda-beda."

"Bibimu mengalami semuanya saat dia sedang hamil," sahut Paman Tim yang sedang sibuk di depan panggangan. "Setiap pagi dia akan berada di toilet selama tiga puluh menit. Dia akan memintaku memasak berbagai makanan, tapi kemudian memuntahkannya dalam sekejap, dan memarahiku setelahnya."

Mereka tertawa mendengar cerita Paman Tim. Bibi Fanny meletakkan piring berisi buah-buahan di depan Nate.

"Kalian sudah memeriksakannya ke dokter?" tanya Bibi Fanny.

"Belum, tapi kami memang sedang merencanakan untuk memiliki bayi. Mungkin kami akan memeriksakannya saat kami sempat nanti," jawab Julian.

"Jika bayinya laki-laki, aku bertaruh dia akan sama nakalnya sepertimu," kata Paman Tim sambil memukul punggung Julian yang sedang tertawa.

Nate tidak bisa ikut menikmati pembicaraan itu. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran akan kekecewaan Paman Tim dan Bibi Fanny jika mereka tahu Nate pernah berencana meninggalkan keponakan tersayang mereka. Setelah mereka selesai makan, Nate pergi ke kandang domba dengan alasan ingin mencari udara segar. Bibi Fanny memiliki peternakan yang cukup besar, bahkan mereka menjual susu dari sapi peliharaan mereka.

Nate mengeluarkan ponselnya lalu mencoba menghubungi Keith. Tadi pagi ia sudah mencoba menghubunginya, tapi tidak ada jawaban.

"Halo?" kata Keith akhirnya setelah Nate tiga kali mencoba.

"Keith? Kau ke mana saja? Kau tidak menerima pesanku?" tanya Nate dengan suara tertahan.

"Maaf, Hun, aku sedang tidak bisa bicara sekarang." Keith balas berbisik. "Aku sedang di kantor polisi."

"Apa?" tanya Nate kaget.

"Semalam aku dan teman-temanku pergi ke klub, lalu salah satu temanku terlibat perkelahian dengan seseorang yang sedang mabuk. Jadi sekarang aku sedang menemaninya. Orang itu menuntut kami dan kami tidak terima."

Nate tercengang selama beberapa saat. "Ba... Baiklah. Kabari aku jika terjadi sesuatu. Maaf, aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu."

"Tidak apa-apa."

Telepon langsung terputus. Kini Nate merasa lebih cemas setelah mendengar kabarnya. Ia sempat merutuki Keith yang seharusnya tidak ada hubungannya dengan kejadian yang menimpa temannya. Namun, mengingat Keith yang jelas-jelas pernah menyebutkan bahwa teman adalah segalanya bagi Keith—bahkan melebihi prioritasnya pada Nate sendiri—Nate tidak bisa berkomentar apa-apa.

Nothing Better (Than You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang