TUJUH BELAS

2.3K 86 11
                                    

Nate mengelap peluh di dahinya. Ia meregangkan punggung dan pinggangnya yang terasa nyeri karena terus membungkuk saat menyikat lantai kamar mandi. Setelah menyiram seluruh lantai dan memastikan tidak ada busa sabun yang tersisa, Nate keluar menuju ruang tengah lalu membanting dirinya ke sofa. Helaan napas keluar dari mulutnya untuk kesekian kalinya.

Julian sedang pergi untuk menghadiri suatu pertemuan, jadi Nate memutuskan untuk membersihkan rumahnya karena ia tidak bisa melakukannya di hari kerja. Sejak pagi Nate sudah memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, menyapu, mengepel, hingga membersihkan toilet.

Nate mengeluarkan ponsel lipatnya dan memandangi layarnya. Keith tidak mengirim pesan sejak semalam, bahkan pesan dari Nate juga tidak dibalasnya. Bukankah kemarin Keith mengatakan akan pulang ke rumah orang tuanya? Apa terjadi sesuatu?

Nate menoleh ke arah jam di dinding. Ia harus membuat makan malam sebelum Julian pulang. Hari ini Nate terlalu sibuk hingga ia hanya sempat meminum susu siang tadi. Jadi, tubuhnya gemetar, dan lambungnya mulai terasa perih. Ia berkutat di dapur untuk menyiapkan daging panggang sambil sesekali mengunyah kentang goreng yang kemudian disusunnya di atas piring.

Nate menoleh saat mendengar suara mobil memasuki halaman rumah. Ia segera menyusun peralatan memasak yang tadi digunakannya di bak cuci piring. Ia akan mencucinya nanti setelah mereka selesai makan malam.

"Kau sudah makan?" tanya Julian saat Nate menyambutnya di depan pintu. Nate menggeleng.

"Aku membuat daging panggang," jawab Nate sambil meraih tas dan jas Julian

"Ah, aku lapar sekali. Aku ingin mandi dulu lalu makan."

Nate pergi menyeduh kopi sementara Julian mandi. Ia baru saja selesai menata meja makan saat Julian muncul dengan kaus dan celana pendek serta rambutnya yang basah. Pria itu memang tidak pernah menghabiskan waktu lama di kamar mandi.

Julian mengedikkan kepalanya ke arah bak cuci piring "Kenapa berantakan sekali?" tanyanya sambil duduk di meja makan.

"Aku akan merapikannya nanti," jawab Nate sambil ikut duduk di seberangnya.

"Kita hanya tinggal berdua dan kau tidak bisa menjaga rumah tetap rapi?" lanjut Julian sambil meraih gelasnya. "Bagaimana jika sudah ada bayi nanti? Apalagi kau juga berpikir untuk memelihara kucing atau anjing."

Nate memejamkan matanya sambil menarik napas dalam-dalam. "Aku lelah, aku sedang tidak ingin berdebat."

"Kau di rumah sepanjang hari. Apa yang bisa membuatmu begitu lelah? Aku sedang pusing dan pulang ke rumah yang berantakan seperti ini. Kau tidak tahu, kan, apa yang kuhadapi dengan klien hari ini?"

"Tidak. Aku tidak tahu. Bagaimana aku bisa tahu?" Nate meletakkan garpunya kembali. "Aku membersihkan rumah sepanjang hari, lalu memasak untukmu, dan kau berbicara panjang lebar hanya karena peralatan masak yang kotor? Untuk apa aku repot-repot melakukan semua itu. Lebih baik aku bersantai selama kau pergi."

Julian terdiam mendengar getaran pada suara Nate. Air mata Nate menetes di luar kemauannya, membuat ia bangkit dan pergi ke kamar. Nate berbaring di tempat tidur sambil tersedu. Ia sendiri terkejut karena tiba-tiba menangis hanya karena hal sepele seperti ini. Mungkin karena ia terlalu lelah.

Nate berbalik memunggungi pintu dan memejamkan matanya. Tak lama kemudian didengarnya Julian masuk ke kamar. Pria itu memeluk pinggang Nate dari belakang.

"Tillie, apa kau masih marah padaku?" tanya Julian. Ia mengusap rambut Nate dengan lembut. "Jangan menangis lagi."

Nate tidak menyahut ataupun menolak saat Julian tidur sambil memeluknya. Untuk menghibur Nate, pria itu mengajaknya jalan-jalan keesokan harinya. Bahkan Julian membuatkan sarapan karena Nate mengeluh perutnya sakit akibat tidak makan malam.

Nothing Better (Than You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang