SEBELAS

2.7K 100 0
                                    

Nate menaiki tangga lalu menoleh ke arah ruang marketing, lebih tepatnya ke arah ruangan Keith. Sudah tiga hari ini ruangan itu kosong. Keith lebih sering keluar kantor untuk mengantar para marketing pergi kunjungan.

Sejak kejadian di ruangannya tempo hari, Nate tidak bisa menyembunyikan perasaan canggungnya, dan memilih untuk mengurung diri di ruangannya. Walau sesekali ia melirik ke arah ruangan marketing dan memalingkan wajah saat ia bertemu pandang dengan Keith yang melintas di depan jendelanya.

Keith juga tidak mencoba mendekati Nate seperti biasa, walau hanya sekadar mengirim pesan padanya. Komunikasi mereka hanya sebatas pekerjaan. Mungkin akhirnya Keith memutuskan untuk menjaga jarak dengan Nate. Apalagi Keith begitu menghindari kedekatan mereka diketahui oleh karyawan lain.

Akhirnya Nate juga menutup tirai jendelanya agar perhatiannya tidak terus teralihkan. Ia lebih lega seperti ini saja. Karena saat bertemu Julian, Nate semakin merasa bersalah. Bagaimana ia bisa membiarkan pria lain menciumnya?

Nate memusatkan perhatiannya pada Julian, apalagi suaminya itu sedang kurang sehat karena terlalu banyak bekerja. Namun, bukan Julian namanya jika berdiam di rumah saat sakit. Pria itu tetap bekerja seperti biasa hingga membuat Nate segera pulang setelah bekerja dan memastikan Julian tidur lebih awal sebelum dirinya.

Nate membuka laci mejanya lalu mengeluarkan ponsel lipatnya. Ia meninggalkannya di kantor agar ia bisa fokus merawat Julian. Rupanya ada satu pesan dari Keith yang dikirim semalam.

Kau sedang apa? Kenapa tidak pernah memberi kabar?

Nate mengerucutkan bibirnya. Bukankah Keith sendiri juga tidak pernah memberinya kabar? Nate menyimpan ponselnya kembali ke dalam laci tanpa membalas pesan itu. Namun, ponselnya terus bergetar saat ia kembali setelah makan siang. Nate mengeluarkannya dan langsung menutup pintu ruangannya begitu melihat nama Keith di layarnya.

"Ya, Keith?"

"Kau sedang sibuk?" tanya Keith.

"Aku baru saja kembali dari makan siang dengan Layla," jawab Nate sambil duduk di mejanya. Apa kau sudah makan? Rasanya aneh sekali jika Nate bertanya seperti itu.

"Tadi aku mengantar Bu Jenny ke customer-nya lalu kembali ke flat. Aku sedang tidak enak badan."

"Ah, begitu?"

"Hanya itu?" tanya Keith. Ada nada kecewa dalam suaranya. "Kenapa kau tidak membalas pesanku?"

"Maaf, suamiku juga sedang kurang sehat. Jadi, aku harus lebih memperhatikannya," jawab Nate.

Keith menghela napas. "Pada akhirnya, aku tetap nomor dua."

Nate terdiam karena Keith juga tidak bicara. Hanya suara napas pria itu yang terdengar.

"Keith, kenapa kau melakukan ini?" tanya Nate akhirnya. "Maksudku, kau tahu pasti aku bukanlah perempuan yang pantas untukmu. Kenapa kau tidak mencari perempuan lain untuk mendampingimu?"

"Jika aku bisa, aku sudah melakukannya sejak lama," balas Keith. "Lalu, bagaimana kau menilai seseorang itu pantas atau tidak untukmu? Apa hanya karena kau sudah menikah, lantas kau tidak pantas untukku?"

"Kenapa kau tidak mencari perempuan yang belum menikah—"

"Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku menyukaimu. Apakah perasaanku bisa diatur pada perempuan yang sudah menikah atau belum?"

Nate tidak menjawab. Jika saja semua ini terjadi saat ia masih melajang, tentu Nate akan bisa dengan mudah mempertimbangkannya.

"Nate, aku tidak bermaksud untuk menekanmu," ucap Keith dengan nada melembut. "Aku sungguh menyukaimu. Jika hanya ini yang bisa kulakukan agar bisa tetap dekat denganmu, aku akan melakukannya—mungkin hingga perasaanku menghilang dengan sendirinya."

Nothing Better (Than You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang