Bab 14 √

525 87 48
                                    

"Hoseok Hyung, jangan tambahkan bensin dalam kobaran api yang menyala. Karena akan menyambar ke seluruh aspek terdekat. Kau tahu itu, 'kan? Itu akan membakar kita satu persatu secara pelan-pelan dan itu menyakitkan."

~Taehyung~

------

Namjoon mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh hingga membuat buku-buku jarinya memutih. Rahang mengeras, wajah memerah menandakan ada amarah yang tertahan tidak mampu untuk keluar. Ah, jangan lupa akan matanya yang memanas menahan sekumpulan air mata yang ingin menerobos netra tajam itu. Untuk saat ini, emosi Namjoon telah bercampur menjadi satu, antara marah, kesal, sedih dan juga kecewa.

Sungguh Namjoon tidak mengerti jalan pikiran lelaki tua yang sedang duduk sembari meluruskan kaki di atas meja kerja. Bagaimana atasan mereka itu begitu santai menanggapi gosip yang menimpa Seokjin? Mengapa malah menyuruh diam tanpa melakukan apa pun? Bukankah akan lebih baik jika mereka meluruskan tentang gosip itu? Jika diam maka haters akan semakin memojokan Seokjin.

Namjoon tidak mampu memahami itu meskipun IQ yang ia miliki di atas rata-rata.

CEO mana yang membiarkan anak asuhnya didera gosip yang mampu merugikan perusahaan?

"PD-nim, coba pikirkan lagi. Ini akan merugikan semua pihak yang bersangkutan terutama Seokjin Hyung." Namjoon masih mencoba membujuk atasannya itu. Nada suara sebisa mungkin ia atur agar terdengar seperti biasa tanpa ada keserakan di dalamnya.

CEO itu menurunkan kakinya dari meja. Bangkit dari posisinya lalu begerak ke arah Namjoon.

"Seperti yang aku bilang tadi, seiring waktu berjalan maka gosip itu akan hilang dengan sendirinya. Jadi, tidak perlu meluruskannya." Senyum tertera di wajah sang CEO, tetapi entah kenapa Namjoon merasa senyum itu memiliki arti lain.

"Seiring waktu berjalan? Sampai kapan? Seminggu? Sebulan? Atau bertahun-tahun?" Emosi Namjoon benar-benar tidak bisa tertahan lagi.

"Kau tunggu saja."

Namjoon menghembuskan napasnya kasar. Apakah jawaban semacam itu pantas diucapkan seorang petinggi agensi? Seharusnya lelaki tua bangka itu bergerak dengan cepat untuk mengatasi gosip yang menimpa anak-anaknya di agensi bukan malah santai seperti ini.

"Maksud PD-nim menunggu sampai komentar pedas terus terlontar menyerbu Seokjin Hyung?"

"Itu resiko!"

"Resiko? Ayolah ... itu bukan jawaban yang kami harapkan dari seorang CEO. Jika seperti ini, mungkin akan berpengaruh pada comeback kami."

Namjoon bergerak maju. Matanya menatap tajam pada orang yang tidak berperasaan itu. Bahkan tangannya sudah siap untuk memberi satu tonjokan. Namun, Taehyung lebih dulu menahan dengan menggenggam lengan Namjoon yang masih mengepal di sisi tubuh sebelum bergerak.

"Hyung, sebaiknya kita kembali. Melihat keadaan Seokjin Hyung lebih penting dari pada berdebat yang ujung-ujungnya akan membuat kita emosi," tukas Taehyung. Namja pemilik senyum kotak itu akhirnya angkat bicara. Sejak memasuki ruangan atasan mereka beberapa menit yang lalu, ia hanya diam dan menjadi pendengar setia atas pembicaraan serius Namjoon dan CEO. Namun, lama kelamaan ia merasa pembicaraan itu tidak akan membuahkan hasil sama sekali. CEO perusahaan mereka terlalu kukuh pada pendapatnya hingga tidak mendengar pendapat orang lain.

Taehyung bosan. Untuk apa berdebat jika pada akhirnya tidak ada hasil yang memuaskan? Jika sama-sama emosi yang ada masalah akan semakin menjalar, menggerogoti orang-orang yang bersangkutan terutama hati seorang Seokjin. Taehyung berpikir, dari pada berdebat lebih baik melihat keadaan Seokjin. Memastikan hyung tertua itu baik-baik saja.

Mianhae (Jhope BTS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang