Jasmine duduk diam di kursi belakang, dia telalu takut untuk duduk di depan meski pria di depannya itu sempat menawarkan. Mobil pria tersebut perlahan menjauhi area pergunungan, perasaan Jasmine saat ini campur aduk, tapi lebih dominan ke rasa lega. Karena ia tidak akan jadi gadis-gadis lain di desanya, yang setelah berumur tujuh belas tahun. Tak pernah ada kabarnya lagi.
"Namamu... Jasmine?" Mata pria itu mengintip Jasmine dari kaca spion dalam. Jasmine terdiam, tengorokkannya tercekat, dan itu bukan karena haus, ia tidak tahu kenapa dia seperti ini, pria yang membawanya pergi itu tampak menawan namun saat dia berbicara, selalu saja membuat Jasmine ketakutan. "Sebentar lagi kita akan memasuki kota... kau ingin turun di mana?"
"E,entahlah... aku tidak tahu." Jasmine bersuara pelan.
Pria di depannya itu sempat terdiam, "kau meninggalkan keluargamu di desa hanya untuk tinggal di kota?"Jasmine tak merespon, "jangan berfikir kalau hidup di kota itu menyenangkan, secepatnya... kau akan bertemu orang-orang jahat di sini."
Mobil yang di bawa pria itu memelan, "Aku... tak ada pilihan lain, tiga hari yang lalu aku berusia tujuh belas tahun. Di desaku, gadis seumuran kami tidak akan pernah terlihat lagi di desa, dan tak ada satupun yang tahu apa yang terjadi." Jelas Jasmine, pria itu menoleh kebelakang, menatap Jasmine yang tengah tertunduk sambil memainkan jarinya.
"Kau takut kalau kau juga tidak akan pulang seperti teman-temanmu?"
Jasmine mengangguk, pria itu kembali menatap ke depan. "Jadi... setelah ini, kau ingin kemana?" Jasmine tak langsung menjawab, terdengar helaan nafas pelan darinya. "Apakah boleh... jika aku ikut denganmu untuk malam ini? Sebentar lagi pagi---"
"Tentu saja." Jawab pria itu langsung, mobil kembali melaju, jantung Jasmine berdegup kencang. Tiba-tiba saja ia tidak yakin dengan keputusannya. Hening menyelimuti mereka, hingga akhirnya rasa takut Jasmine perlahan surut ketika gemerlap lampu menghiasi kedua bola matanya.
"Apa kau haus?" pertanyaan kembali di dengar Jasmine, "aku tidak punya uang."
Pria itu terkekeh, "kau hanya perlu menjawab ya atau tidak untuk pertanyaanku." Jasmine menelan ludah, jelas ia sangat haus sekarang, namun ia memilih tak menjawab, membuat pria di depannya tersenyum kecil, mobil mereka berhenti, sebelum keluar pria itu menoleh Jasmine sebentar, "tunggu di sini, aku tidak akan lama." Jasmine tak punya jawaban lain selain setuju akan perkataan pria tersebut. Matanya mengikuti pergerakan pria yang sudah berbaik hati memberinya tumpangan, menatap langkah besar pria yang sudah terlalu baik untuk seukuran orang asing. Mata Jasmine kemudian menggeledah pemandangan di sekitar tempat duduknya, mencari sumber bau sterilisasi yang sedari tadi menganggu hidungnya.
Namun tak ada benda satupun yang ia temukan. Mobil tempatnya duduk itu bersih, hanya saja bau sterilisasinya begitu kuat. Jasmine hanya beranggapan, kalau orang yang sedang membeli minuman di sebuah minimarket itu adalah orang yang sangat bersih. Karena sampai membersihkan mobilnya dengan sterilisasi.
Pandangan Jasmine kembali mengikuti pergerakan pria yang kini sudah membuka pintu mobil. Begitu masuk, ia langsung menyodorkan sebotol air mineral dingin ke hadapan Jasmine. "Terimakasih ...." ucap Jasmine sambil tersenyum, ia langsung membuka tutup botol air tersebut lalu segera meminumnya hingga batas pertengahan.
Pria tersebut menyeringai saat melihat Jasmine langsung menenggak air yang di berikannya, "Terimakasih kembali ...." Gumamnya,
ISTD
Alunan musik mengalun pelan di tape kecil atas laci. Jasmine mengerjapkan matanya, mencoba menyesuaikan sinaran matahari yang membuat dahinya berkerut. Suasana asing menyambutnya, ubin putih serta tembok dengan cat merah itu seolah mengeluarkan aura menakutkan. Jasmine menjangkau tape yang terus memutar lagu berbahasa asing berulang, ia menatap sekitar, ruangan itu bersih. Tanpa perabot lain selain sebuah kasur besar dan laci berwarna senada tembok.Knop pintu kamar perlahan di buka, pria tinggi yang rambutnya masih saja rapi walau ini sudah pagi masuk ke dalam. "Bagaimana, kau tidur nyenyak?" tanya pria itu langsung. Jasmine canggung, ia menyelipkan anak rambutnya ke belakang daun telinga.
"Ya, begitulah..." jawabnya sambil menunduk
"Jadi... kau pergi hari ini?" seketika Jasmine mendongak saat mendengar pertanyaan dari pria di depannya, pria itu melipat kedua tangannya di dada sambil terus memandang Jasmine. "y,ya... aku akan pergi hari ini ...." jawaban Jasmine terdengar ragu, pria di hadapannya perlahan tersenyum dengan sorotan mata yang masih menatap Jasmine secara lekat.
"Kamar ini kosong, kalau kau ingin tinggal di sini lebih lama. Aku akan membiarkannya,"
Seketika mata Jasmine berbinar, untuk pertama kalinya ia tersenyum di hadapan pria yang bahkan ia tidak tahu namanya. "Benarkah... apa boleh?" pria itu mengangguk pelan, "dengan catatan, kau tidak boleh ikut campur urusanku. Tidak boleh keluar ruangan tanpa izinku, dan yang terpenting, Jangan pernah mencoba untuk kabur!"
Jasmine langsung mengangguk setuju. Membuat pria di depannya itu menyeringai, "baiklah... karena kau sudah setuju, mulai saat ini, kita akan terikat satu sama lain."
Dahi Jasmine sedikit mengeryit saat mendengar perkataan pria di depannya, "terikat satu sama lain? Maksudnya?"
Pria itu tersenyum sambil mengangkat sebelah sisi alisnya. "Itu bearti, kau kabur... kau mati." Jawabnya santai, ucapannya membuat Jasmine mematung. Sempat hening sejenak, sampai pria itu mengulurkan tangannya kearah Jasmine,
"Aku Oris, Oris Darel Tristan."
ISTD 1
"Kau kabur... kau mati."
KAMU SEDANG MEMBACA
I SAW THE DEVIL ✔ (END)
Mystery / ThrillerDreame account : AuthorID "Jasmine ... Jangan kabur dariku kalau kau tidak ingin aku bunuh!" Oris Darel Tristan. ISTD, 15/10-19