Jasmine menurunkan kakinya dari atas ranjang. Sebelum berdiri untuk menghampiri Oris, ia sempat menyelipkan anak rambutnya ke belakang daun telinga.
"Tentu saja kau kedinginan Oris, lihat saja... seluruh tubuhmu basah." Ucap Jasmine, ia berjalan menuju kamar mandi, "aku ambil handuk sebentar."
Oris terdiam di posisinya, mata pria itu mengikuti pergerakan Jasmine yang menghilang di sebalik pintu. Berselang dua menit, bayangan Jasmine kembali memantul di retina matanya. "Ini... keringkan dirimu," Jasmine mengulurkan dua buah handuk ke arah Oris.
Oris bergeming, ia tak menyambut handuk yang telah Jasmine ulurkan, senyap menengahi mereka. Perlahan, kepala Oris tertunduk ke bawah, membuat rambutnya menjuntai di udara. "Kau saja yang lakukan ...." pintanya. Jasmine tersenyum kecil, "baiklah," ucapnya setuju, gadis itu menaruh handuk besar di bahunya, lalu tanpa ragu ia mengacak-acak rambut Oris dengan handuk kecil di tangannya.
"Kau darimana?"
Hening, Oris tak menjawab.
Jasmine menghentikan tindakannya saat ia menemukan luka memar di dahi kanan Oris. "Kenapa berhenti?" suara datar yang sudah Jasmine kenali itu menggema di telinganya, "tidak, dahi---"
"Abaikan saja ...." potong Oris, ia mengangkat kepalanya lalu memandang wajah Jasmine, "kau sudah makan?" lanjutnya,
"Sudah," jawab Jasmine, pandangannya masih terarah ke dahi Oris yang kini terlihat samar karena tertutupi rambut hitamnya yang masih setengah basah. "Baguslah..." respon Oris, "aku akan kembali menemuimu setelah matahari terbit, tidurlah kembali." Oris berbalik, namun dengan cepat Jasmine menghalangi langkah pria itu.
"Jawab dulu... kau darimana, kenapa tubuhmu basah dan kenapa dahimu memar?"
Oris tak menjawab, ia hanya memandang Jasmine dengan tatapan tak bermaya, "...jangan ikut campur urusanku Jasmine." Ucap Oris dengan nada dingin, ia kembali melangkah meninggalkan Jasmine dengan raut khawatir di wajahnya. Pandangan Jasmine terus tertuju pada pintu yang telah membawa sosok Oris pergi dari hadapannya. Berselang beberapa detik, gadis itu melangkahkan kakinya ke arah pintu, tangan kecilnya memutar knop pintu namun tak terbuka.
Ia mendengus pelan, "Dasar Oris ...." gumam Jasmine.
ISTD
Api kecil yang menyala di tungku perapian di sebuah pojok tembok kamar berhasil menghangatkan malam yang tengah turun hujan. Oris yang hanya menggunakan handuk sepinggang malam itu berdiri di depan kaca cermin sambil menatap pantulan wajah datarnya.
Ingatannya memutar ulang pertanyaan Jasmine tentang memar di dahinya. Beberapa menit berlalu sebelum Oris memandang lengannya yang terluka akibat sayatan pisau Claude, "bagaimana reaksimu kalau kau melihat luka di tanganku ini, Jasmine?" gumam Oris, ia menggerakkan tangan kirinya untuk meremas luka di lengan kanannya, membuat darah kembali keluar dari luka tersebut. Wajah Oris tak mengeluarkan ekpresi apapun, seolah ia tak merasakan rasa sakit meski jelas darah yang menitik ke wastafel itu adalah miliknya.
ISTD
Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi saat sebuah minicooper berhenti di depan sebuah hostel. Deron membuka pintu mobil setelah ia meraih papan skatenya.
"Sampai ketemu besok, Lukas ...." pamit Deron lalu berlari keluar, ia melindungi rambut biru kesayangannya dengan papan skate dari hujan yang sekarang hanya menyisakan gerimis. Ia melangkah naik melalui anak tangga yang menghubungkan antara lantai dasar dan lantai dua. Pria dengan umur 22 tahun itu bernyanyi pelan mengikuti alunan musik yang di hantar earphone ke lubang telinganya. Pandangan Deron terus terfokus ke anak tangga sampai ia tiba di anak tangga paling atas, mulut Deron berhenti menyanyikan lirik lagu yang di dengarnya saat ia melihat seorang pria dengan hoodie yang berdiri di depan pintu kamarnya, pandangan pria yang tampak sedikit lebih muda darinya itu tertuju pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I SAW THE DEVIL ✔ (END)
Mistero / ThrillerDreame account : AuthorID "Jasmine ... Jangan kabur dariku kalau kau tidak ingin aku bunuh!" Oris Darel Tristan. ISTD, 15/10-19