ISTD 7

32.5K 1.7K 117
                                    

Jasmine menopang dagunya sambil mengaduk-aduk mangkuk besar berisikan sup daging di hadapannya, ia bosan. Sudah hampir satu jam Oris pergi, tapi belum juga kembali sampai sekarang. Gadis itu sangat tak sabar untuk menanyakan secara detail tentang bunyi yang di dengarnya kala memakan makanan yang Oris sebut sarapan tadi.

Jasmine menghela nafas panjang, ia melepaskan sendok yang di pegangnya dengan kasar, mendorong kursi yang sebelumnya ia duduki lalu berdiri, ia kembali berjalan menuju pintu untuk yang kesekian kali, memutar knop pintu berulang berharap kalau sekarang pintu itu sudah bisa ia akses. Namun, hasilnya tetap sama dengan hasil awal, pintu kayu itu tetap membentengi dirinya untuk menuju Oris.

Jasmine meluruhkan pundaknya, gadis dengan tinggi badan 154 senti meter itu berjalan lemah menuju meja sarapannya bersama Oris. Tangan kanannya menyisir ujung rambut hitamnya yang jelas terlihat kusut karena tidak keramas selama tiga hari.

"Kau butuh sisir?"

Jasmine terkejut, ia menoleh kebelakang, di sana terdapat Oris yang berdiri persis di belakang pundak kursi kayu yang sedang Jasmine duduki. "Oris ...." Jasmine menghentikan tindakannya, ia berdiri menghadap Oris, wajahnya memadang ekspresi heran, "sejak kapan kau di sini?"

"Baru saja ...."

Jasmine menautkan alisnya, "tapi... aku tidak melihatmu keluar dari pintu itu, bagaimana---"

"Basement ku punya dua pintu, dan pintu selain yang ada di sini terhubung dengan pintu depan." Jawab Oris sambil tersenyum, Jasmine yang mendengarnya ikut tersenyum, ia mengangguk mengerti, "pantas saja... aku kira sesuatu menimpamu tadi." Ucap Jasmine dengan mata yang berbinar,

Oris tak merespon, matanya mengarah ke sup di atas meja, "kau sudah selesai makan?" tanyanya,

Jasmine menoleh kebelakang, ikut menatap sup yang sudah kehilangan kepulan asapnya, "Sebenarnya belum... tapi bunyi keras tadi membuat selera makanku hilang, ayo katakan...," Jasmine kembali menatap Oris, "apa yang terjadi di bawah sana Oris?" lanjutnya, Oris tak menjawab, senyuman di bibirnya perlahan pudar.

"Kau tidak akan suka mendengarnya kalau aku katakan."

Dahi Jasmine berkerut samar, "memangnya apa yang terjadi?" tanyanya masih penasaran, mata Oris berkilat, ia menatap lekat wajah Jasmine yang mengharap jawaban darinya, "Ada yang mati di bawah sana, dan aku barusaja membereskannya ...."

"Benarkah? Siapa?" tatapan Jasmine berubah panik,

"Domba..." jawab Oris.

Seketika wajah Jasmine memasang ekspresi tak percaya, "hah... domba? Di bawah sana ada domba?" tanyanya setengah percaya, Oris tersenyum lebar, "ya... dan di sana bau, jadi jangan pernah coba-coba untuk turun ke bawah. Karena selain banyak domba, di sana juga gelap."

Jasmine tempak berfikir, "baiklah..." gumamnya, "tapi kenapa kau memelihara domba di ru---"

"Shhhhhhhh..." jari telunjuk Oris menempel di bibir tipis Jasmine, jemari yang terasa dingin itu membuat mata Jasmine melebar, ia terkejut dengan tindakan Oris sekarang ini, yang tengah menatapnya dengan tatapan seolah "kalau kau bertanya lagi, ku bunuh kau."

Reflek Jasmine menganggukkan kepala, melihat hal itu Oris menurunkan jari telunjuknya, senyuman kaku menghiasi bibir Oris. "Kau mungkin tidak mengingatnya... tapi aku pernah berkata untuk tidak ikut campur urusanku, bukan?"

Kembali, Jasmine mengangguk pelan, "aku ingat ...." jawabnya.

Oris melebarkan senyumannya, tangan kanannya bergerak untuk menepuk pucuk kepala Jasmine, "gadis pintar ...." gumamnya, setelah tepukan singkat di kepala Jasmine, Oris memutar langkah untuk berjalan menjauh, Jasmine sempat bergeming beberapa saat sebelum ia menyusul langkah Oris.

ISTD

Cukup lama Oris menuntun Jasmine mengitari rumahnya tanpa bicara sepatah katapun, Jasmine juga tak berani membuka mulut, ia di sibukkan dengan pengamatan setiap sudut bangunan yang berbahan kayu milik Oris. Hingga akhirnya, mereka sampai di depan sebuah pintu berukuran besar. Oris menghentikan langkahnya, ia menoleh Jasmine, "mau keluar?" tawarnya,

Cepat Jasmine menganggukkan kepala, melihat respon Jasmine yang antusias membuat Oris tersenyum tipis, ia membuka kunci pintu di hadapannya, mendorong kedua sisi pintu itu dengan perlahan, sinar matahari menyeruak masuk ke dalam melalui celah tengah. Jasmine terus saja tersenyum.

"Ayo ...." ajak Oris saat pintu sudah terbuka sempurna, memaparkan tanah lapang yang memenuhi halaman kecil berpagar rumput lebat yang terhampar hingga jauh. Pohon-pohon yang tampak menyeramkan seolah membentengi sekeliling rumah Oris.

Jasmine membawa kakinya menuju teras, di susul Oris dari belakang, mereka tak bicara satu sama lain selama beberapa menit. Jasmine menoleh Oris yang berdiri di sampingnya, menatap rambut rapi milik Oris yang tergoyang samar oleh angin yang cukup kencang. Pandangan pria itu lurus ke depan, tubuhnya yang tegap seolah menantang dunia. Tanpa sadar, Jasmine tersenyum, otaknya memikirkan betapa beruntung dirinya saat ini karena sudah Tuhan pertemukan dengan pria seperti Oris.

Jasmine melangkah mendekati Oris, mempersempit jarak di antara keduanya. Oris yang menyadari hal itu membawa pandangannya untuk menoleh Jasmine,

"Ada apa?" suara berat itu membuat Jasmine tersenyum,

"Tidak... aku hanya ingin berdekatan denganmu," jawab Jasmine, jawabannya membuat alis tebal Oris bertaut samar, pria itu tak merespon. Perlahan ia kembali menatap ke depan, mengabaikan sosok Jasmine yang berada di samping kanannya.

"Oris ...."

"Hm?"

"Berapa umurmu?" tanya Jasmine, ia membiarkan beberapa menit terbuang untuk menunggu jawaban Oris, namun pria tu tampaknya tak berniat untuk menjawab, hal itu membuat Jasmine memanyunkan bibirnya,

"Biar ku tebak saja... umurmu, 25 tahun! Apa aku benar?"

Oris tak merespon, pria itu tetap bungkam dan tanpa pergerakan sedikitpun, Jasmine mendengus, ia memilih ikut diam dan menatap ke depan seperti apa yang tengah Oris lakukan sekarang.

"Dulu...," Jasmine menoleh Oris saat pria itu membuka mulutnya, "sekitar tujuh belas tahun yang lalu, seorang anak kecil membunuh ayahnya karena mereka kehabisan stok makanan, anak kecil itu memakan bagian jantung terlebih dahulu, di lanjutkan dengan bagian hati, lalu bagian paha kanan. Menurutmu Jasmine... apa yang anak kecil itu lakukan saat daging ayahnya sudah habis ia makan?" Oris menoleh kearah Jasmine, tatapannya berkilat tajam,

Jasmine terdiam, ia sedikit menggeser langkahnya. "Aku tidak tahu ...." jawab Jasmine, Oris terus menatapnya dengan wajah dingin. Beberapa saat kemudian, Oris menarik pandangannya kembali ke depan. "Anak kecil itu, menyimpan tulang tulang ayahnya di sebuah peti lalu menangis kesepian." Jawab Oris dengan nada datar, jawabannya membuat Jasmine menelan ludah,

"Apa... anak kecil itu kau Oris?"

Pertanyaan Jasmine membuat Oris menoleh dirinya, perlahan Oris tersenyum. "Tentu saja bukan, itu cerita seram yang selalu ayahku ceritakan saat aku kecil dulu."

Jasmine tersenyum paksa saat mendengar jawaban Oris, "syu-syukurlah..." ucapnya sedikit lega. Oris masih dengan senyumannya,

"Jasmine?" panggilnya, Jasmine menoleh.

"umurku sekarang, 27 tahun." lanjut Oris.

I SAW THE DEVIL
To be continue...

"Run Jasmine, Run!"

I SAW THE DEVIL ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang