ISTD 18

19.4K 1.1K 66
                                    

Matahari mulai tenggelam saat Jasmine dan Oris meninggalkan pantai. Senyuman terus saja terukir di bibir gadis tersebut, ia sesekali memandang Oris yang kini tengah fokus menyetir.

"...ada apa?"

Segera Jasmine mengarahkan pandangannya ke depan saat ia mendengar suara bernada dalam milik Oris. "Tidak, tidak ada ...." jawab Jasmine sambil tersenyum kecil, Oris sedikit menarik sudut bibirnya ke atas, "apa kau senang hari ini, Jasmine?"

Jasmine melebarkan senyumannya, "ya, tentu saja... terimakasih karena sudah membawaku ke pantai, Oris."

"Haruskah ku jawab sama-sama?"

Jasmine tertawa kecil, "Sama-sama ...." ucapnya kemudian. Mendengar perkataan Jasmine membuat Oris menarik sebelah sudut bibir atasnya, pria itu terdiam, ia memilih menikmati suara tawa Jasmine yang entah sejak kapan terdengar indah menurutnya.

"Jasmine..." panggil Oris setelah cukup lama terdiam,

Jasmine menolehkan pandangannya, "ya?" jawabnya,

Oris terdiam beberapa saat sebelum memulai perkataannya, "...apa kau akan meninggalkanku saat kau tahu siapa aku sebenarnya?" pertanyaan Oris terdengar serius, senyuman Jasmine memudar "jadi kau yang saat ini bersamaku itu, bukan dirimu yang sebenarnya?"

Oris kembali memberi jeda beberapa detik sebelum ia menjawab. "Maksudku, sisi diriku yang lain."

Pandangan Jasmine terus mengarah ke sosok Oris, gadis itu menyandarkan kepalanya ke bahu sofa. "Entahlah... aku tidak akan tahu sampai kau memperlihatkan sisi lainmu itu padaku," jawab Jasmine tak kalah serius, perlahan senyuman kembali menghiasi bibirnya.

"Selama sisi lain yang kau maksud itu tidak menyimpang dari apa yang di sebut normal, ku rasa... tidak akan ada masalah." Sambung Jasmine pada kaimatnnya,

"Normal..., seperti?"

Jasmine membawa pandangannya ke jalanan, ia menggidikkan bahunya sekali, "entahlah... aku tidak yakin." Ucapnya lalu tertawa kecil.

ISTD

Lentera redup yang terletak di atas meja kayu di sebuah rumah tua itu menjadi satu-satunya sumber cahaya. Seorang wanita renta dengan sebuah selendang merah yang menutupi kepalanya menatap tangan Mortas yang kini tengah menorehkan pisaunya sembarang.

"Kau sudah tampak tua sekali, Merry."

Wanita paruh baya itu tersenyum, "kau juga akan tua sepertiku kelak."

Mortas tertawa ganjil, "tentu..." jawabnya, "aku penasaran, berapa lama lagi aku bisa menggantikan posisimu?"

Merry terdiam, senyuman memudar dari wajahnya yang mulai tampak kendur. Mortas menyeringai samar, ia melepaskan pisau dari tangannya lalu ganti menopang dagu. Rambut pirang sebahunya tampak berantakan. "Merry, aku tahu kalau kau sudah menopause, tapi kau tidak berani mengatakannya karena kau tidak mau mati, 'kan?"

Merry terdiam, ia menatap Mortas dengan wajah datar.

"Aku benar, 'kan?" Mortas kembali membuka mulutnya, mendengar perkataan dari Mortas berhasil membuat Merry terkekeh. Ia tertawa sambil terus menatap Mortas tanpa berkedip, "tau apa kau tentangku."

"Tentu saja aku tahu. Aku sangat tahu tentangmu... bahkan aku hafal berapa kali Robert menidurimu sebelum kematiannya, dan selama dua tahun terakhir, kau tidak pernah datang haid lagi." Jawab Mortas menjelaskan, Merry kembali tertawa, namun kini dengan nada sumbang.

I SAW THE DEVIL ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang