Prolog

729 47 4
                                    

.

Hei, kau lihat orang itu?

Iya! Dia yang pakai baju putih.

Bukankah dia sangat menawan?

Lihat saja kaki jenjangnya yang baru saja keluar dari mobil hitam mengkilap yang seperti tidak pernah tersentuh debu itu.

"Oh, Tuhan! Aku ingin memilikinya!"

Tanpa sadar kalimat penuh harap itu muncul dari mulut bodohku.

"Apa kau bilang?"

"Ah! Ma, maaf, kak!"

Aku memukul bibirku yang selalu saja lebih menurut pada hatiku bukan otakku. Apa kau bingung dengan maksudku?

Maksudku, dengan bodohnya aku menampakkan rasa sukaku di depan seseorang yang saat ini berstatus sebagai kekasih pujaanku.

Ya, dan aku sangat membenci pria yang baru saja berkata sinis padaku tadi.

"Kamu belum nyerah juga ternyata."

Si brengsek itu berucap lagi sambil membetulkan rambutnya yang sudah sangat berminyak dengan kaca di genggamannya. 'Menyerah?' kata apa itu? Aku tidak kenal, bisa kau kenalkan padaku tuan narsis?

"Maaf, kak. Aku udah gak punya rasa lagi, jadi kakak gak perlu khawatir." Ucapku tersenyum kecil dan mulai melangkahkan kakiku pergi menjauhi si brengsek tukang narsis yang kini tengah menunggu jodohku (soon) yang sedang berjalan menghampirinya.

Apa kau mendangar kalimat kebohongan dari mulutku tadi?

Ya, dengan terpaksa dan pengecutnya aku berbohong demi menjaga keamanan jiwa dan ragaku di kampus ini. Seorang yang kusuka itu adalah ketua BEM fakultasku dan pria brengsek tukang narsis itu adalah seorang yang terlahir dengan ketampanan dan kepintaran yang di kagumi para kaum hawa.

"Tunggu saja satu tahun lagi, aku akan lebih tampan dan lebih pintar darimu!"

BUK

"AWW!!"

Ucapanku yang penuh keyakinan ternyata tidak disetujui oleh seorang berkulit tan yang biasa aku anggap sebagai seorang 'sahabat' – namun itu tergantung situasi dan kondisi.

"Njing! Sakit kali Tle!"

Dia Title, sahabatku dari jaman orok. Orang tua kami bersahabat, saking akrabnya mereka menikah dengan lelaki kembar yang saat ini berstatus sebagai ayahku dan ayah Title, lebih tepatnya kami adalah sepupu karena itu aku sebut dia sebagai 'sahabat dari jaman orok'.

"Eh, Bego! Jangan karena liat gebetan jalan sampai meleng! Mata itu di depan, bukan di belakang!" sarkasnya sambil menepuk-nepuk kamus bahasa inggris setebal dosa-dosanya.

"Sialan! Kepalaku sakit nih! Harusnya yang di elus kepalaku, bukan kamusnya!"

"Ogah banget, aku aja nyesel nimpuk kepala kamu pake ini. Lihat nih! Ketombe kamu pada nempel!"

Title menepuk-nepuk kembali kamusnya, seolah menghilangkan debu yang menempel di cover kamusnya.

"Eh! Sialan si item! Gak ada tahu! Kamus kamu aja yang kotor! Neh, lihat!! Baru aja tadi aku keramas pake sabun Didi yang wanginya kayak bau surgawi!!!"

Gak terima dong aku dikatain ketombean, biar afdol sekalian aja kepala aku sodorin di muka Title. Biar dia puas nyium rambut aku yang terakhir keramas 3 hari yang lalu.

"Buset!! Bau banget!! Minggir ah! Jorok banget sih!"

Ngerjain Title adalah hal termudah di dunia ini, Title yang notabene sangat mencintai kebersihan ngelebihin cinta sama orang tuanya benci banget sama hal jorok. Bisa dibilang aku manusia jorok satu-satunya yang dengan terpaksa dia terima.

(S)he's Mine! Really?Where stories live. Discover now