PLEASE VOTE AND COMMENT !!!
"Mi, mau punya cucu gak?" Gue menghampiri Mami yang lagi masak."Mau lah." Jawab Mami cepet.
"Kalo gitu, Mami minta Seungwoo buat nikahin Sasya dong."
Mami menatap gue dengan garang. Terong yang ada didalam genggaman Mami langsung diarahkan ke kepala gue. Sial! Gue di pukul pakai terong masa.
"Sakit Mi." Sungut gue.
"Kuliah dulu yang bener, baru bisa nikah." Jawab Mami galak.
"Kamu juga belajar masak dulu. Belajar ngurus rumah lah pokoknya. Biar pas nikah, Seungwoo juga puas sama kamu." Nasihat Mami.
Bener juga sih. Keterampilan gue sebagai calon ibu rumah tangga adalah nol besar. Gue gak bisa ngapa-ngapain.
Nyesel deh gue udah hidup hampur 22 tahun tapi gak bisa ngapa-ngapain. Selama ini lo ngapain sih Jubaedah?!!! Pengen deh gue jitak pala lo!
Ujung-ujungnya kak Sharen yang gue repotin. Gue minta tolong sama dia buat ngajarin gue masak. Kakak gue kan sempurna banget yah, jadi masak doang mah masalah kecil buat dia.
"Dek, kamu bisa bedain mana gula mana garam kan?" Tanya kak Sharen sambil menatap gue, dengan pelan gue mengangguk.
"Kenapa supnya manis banget sih?!"
"Kamu taroh gula berapa sendok? Kan tadi kakak bilang garamnya secukupnya ajah. Kok malah taroh gula sih?" Cecar kak Sharen yang otomatis membuat gue menggaruk kepala yang sama sekali gak gatal.
"Jangan cengengesan dong dek." Bentak kak Sharen.
Dalam bidang masak nilai gue nol besar. Pokoknya gue gak bisa masak deh. Haduh, gue kan kebelet nikah, tapi sama sekali gak ada keterampilan buat ngurus suami.
"Nikah itu gak mudah loh Sasya. Bukan cuman cukup secara finansial ajah, tapi mental juga. Gak masalah kalau kamu gak bisa masak, tapi apakah mental kamu siap jika suatu saat suami kamu akan mulai protes dengan kekurangan kamu?" Pertanyaan kak Sharen begitu dalam, membuat gue jadi bertanya sama diri gue sendiri, Lo siap gak Sas?
"Susah kan jawabnya?"
"Nah makanya, kamu harus siapin mental kamu dulu. Lagian saat ini fokus kamu kan harus kuliah."
Benar apa yang dikatakan kak Sharen. Gue terlalu terburu-buru buat nikah. Sehingga gue gak memikirkan resiko kedepannya.
Lagipula, saat ini juga kuliah gue belum selesai. Meskipun gue kuliah salah jurusan, tapi minimal gue S1 lah. Bodo amat deh sama orang yang bakalan nyinyirin gue karena kuliah cuman demi gelar doang. Mereka cuman orang yang sok tahu dengan kehidupan gue.
Ngomongin soal kuliah, sampai saat ini Mami belum membahas tentang perkuliahan gue. Semenjak Mami menerima hobby sekaligus bakat gue di bidang ngelukis, beliau sama sekali gak pernah menyinggung soal masalah perkuliahan gue.
Sebenarnya gue sendiri ingin membahas mengenai perkuliahan gue sama Mami. Sayangnya, gue terlalu takut. Gue takut Mami kecewa. Biar bagaimanapun gue gak mau bikin Mami merasa bersalah dengan dirinya sendiri.
Setelah dipikir-pikir, gue sepertinya akan memilih untuk menyelesaikan perkuliahan gue dulu. Udah semester tua woy! Calon mahasiswa abadi pula! Bayangkan duit yang udah Mami habiskan buat gue! Buset! Banyak banget deh.
***
Saat ini gue lagi nungguin ehem.. pacar gue. Ternyata gini rasanya kalau lagi berdebar saking geregetnya buat ketemu sama orang yang paling spesial dalam hidup gue. Cielah! Maklumlah, gue kan udah menjomblo sejak embrio, hehehe..
Berulang kali gue bercermin pada handphone gue, hanya memastikan kalau rambut gue rapi, bedak gue gak luntur, sama yang paling penting, gak ada cabai yang nyangkut di sela-sela gigi gue. Jangan sampai itu terjadi, malu banget woy.
"Lama tungguin aku?" Eh si mas pacar udah dateng.
"Gak kok. Ini baru 20 menitan ajah."
"Itu sih lama banget. Maaf yah."
"Cuman 20 menitan. Gak ada apa-apanya sama gue yang nungguin lo berbulan-bulan buat jatuh cinta sama gue." Lah kok gue malah ngegombal sih?!
Seungwoo tertawa. Ngakak banget astaga. Orang-orang disekitar kami pun langsung menoleh pada Seungwoo.
"Bisa ajah sih kamu." Celetuknya sambil menarik tangan gue, membawa gue lebih dekat dengannya.
"Kita mau kemana?" Tanya gue sambil menengok keatas menatap wajah tampannya itu, Seungwoo tinggi banget soalnya.
"Terserah kamu ajah deh." Jawab gue.
"Kok terserah sih."
"Yaudah, ajak gue ke KUA ajah! Gue pengen nikah nih." Canda gue. Sayangnya candaan gue gak dibalas sama Seungwoo.
"Kamu pengen banget nikah yah?" Tanya Seungwoo tiba-tibaa ketika kami udah duduk di dalam mobil. Gue langsung menoleh kearahnya. Syok dengan pertanyaan itu.
"Ya iya dong. Setiap manusia kan pengen nikah. Masa gue gak nikah sih."
"Maksud aku, sekarang. Kamu udah gak sabar buat aku nikahin?" Gue pengen jawab iya, tapi gengsi.
Melihat kebisuan gue, nampaknya Seungwoo tau apa yang ada dibenak gue.
"Sas. Perkara nikah itu gampang banget buat kita. Tapi komitmen pasca menikah itu yang sulit."
"Kamu yang saat ini masih terlalu labil buat nikah. Secara fisik, kamu memang sudah dewasa. Tapi secara mental, aku rasa kamu belum sedewasa itu."
Apa yang dibilang Seungwoo benar. Bahkan diri gue sendiri pun menyadari itu. Nikah bukan hal yang gampang.
"Hubungan kita saat ini adalah hubungan yang serius. Kita harus sama-sama belajar disaat seperti ini, supaya pada saat kita nikah nanti, tingkat pemahaman satu terhadap lainnya sudah mantap."
"Kamu gak keberatan kan?" Tanya Seungwoo hati-hati.
Gue mengangguk. Gue menatap Seungwoo kemudian tersenyum. Tangannya gue genggam. "Sama-sama belajar yah." Ujar gue pelan.
"Iya."
***
Belajar.
Itu adalah kata yang tepat buat gue saat ini.
Pilihan?
Lalu terkait pertanyaan itu, gue saat ini lebih memilih fokus untuk membenahi diriku gue seraya fokus pada pendidikan gue. Maklumlah, gue hampir jadi mahasiswa abadi-,-
Maaf lama update. Gue lagi sibuk banget, hehehe..
KAMU SEDANG MEMBACA
• Single Dad • Han Seungwoo
Hayran KurguHan Seungwoo, seorang duda tampan yang sudah mempunyai seorang anak, bertemu dengan seorang calon mahasiswa abadi. Cantik sih, tapi sayang bobrok banget, berbanding terbalik dengan sikap Seungwoo yang berwibawa.