26 - Another B

119 16 2
                                    


"Gugup?"

Gadis berlesung pipit di sebelah Johar hanya menjawab pertanyaannya dengan senyum samar. Johar meremas jari-jemari lentik Ayunda yang terasa dingin dalam genggaman. Lelaki bermata teduh itu bisa melihat kekhawatiran di kedalaman mata kekasihnya itu, seperti halnya ia pun merasakan hal yang sama merasuki celah-celah dadanya. Ya, sejak nyaris setahun yang lalu Johar dan Ayunda resmi menjadi sepasang kekasih. Selama waktu tersebut mereka saling menguatkan dan berusaha menerima kenyataan bahwa Bria yang mereka kenal tak akan pernah mereka jumpai lagi.

Johar dan Ayunda berdiri di pagar balkon rumah gadis berparas cantik itu sambil tak henti-henti melihat ke arah jalanan sejak Kelana mengabarkan bahwa ia dan Abby sedang dalam perjalanan menuju rumah. Di belakang mereka Dika dan Pinto sibuk mengusili Monci, tapi Johar merasa sebenarnya mereka hanya berusaha mengalihkan perhatian dari ketegangan yang memuncak sedari tadi. Ya, bertemu kembali dengan Bria dalam sosok Abby setelah setahun tak berjumpa tentu saja membuat hati mereka diliputi berbagai macam perasaan yang berkecamuk: gugup, was was, bingung, takut, gelisah, dan kesemuanya itu membuat mereka sempat beradu mulut.

Suasana tegang di antara mereka sebenarnya karena ketidaktahuan bagaimana harus bersikap nanti saat berhadapan dengan Bria atau Abby. Memang selama dalam perawatan, Kelana melarang Ayunda dan kawan-kawan membesuk Abby dengan alasan emosi Abby belum stabil. Gadis itu masih bingung dengan dirinya sendiri. Satu hal yang dirahasiakan Kelana dari mereka semua bahwa sebenarnya Abby sendirilah yang menolak untuk dikunjungi. Jadilah, Ayunda mengumpulkan  mereka semua tadi pagi untuk membahas hal-hal apa yang harus mereka lakukan saat nanti bertemu Bria. Atau Abby.

"Jadinya manggil apa, dong? Kok, soal nama aja jadi ribet banget. Kaku lidah gue kalo nanti harus manggil pake nama yang beda. Gue, kan, kenalnya Bria bukan Abby. Lo gimana, Dik?" Pinto mencolek lengan Dika yang asyik memutar-mutar stik drumnya yang selalu ia bawa ke mana-mana.

"Panggil aja B. Bria, Abby. B. Gampang, kan?" jawab lelaki berambut spike  itu santai.

"Aje gile, pinter juga lo, Dik. Iya juga, ya. Kita, kan, biasa manggil Bria, B. Gue rasa Abby juga nggak bakal keberatan. Kalik dia mikirnya kita nyingkat namanya."

Pinto tertawa tergelak-gelak dengan kemungkinan yang dipikirkannya itu yang berawal dari ide Dika. Setengah jam mereka beradu mulut dan terselesaikan dengan celetukan singkat lelaki pendiam tersebut. Johar dan Ayunda mengembus napas lega. Satu masalah terpecahkan, menanti masalah lainnya.

"Terus sikap kita nanti harus gimana, ya? Kan, kayak gue, biasa petakilan. Omong asal, ngebacotin B seenak udel gue. Terus jijik nggak ya si Abby kalo nanti suatu saat liat koleksi upil gue? Kalo Bria, kan, dia bodo amat, secara dia juga aneh, suka nyanyi-nyanyi sambil merem kapan aja di mana aja."

"Pin ... Pinto. Satu-satu dulu ya, pelan-pelan. Napas dulu, Bro."

"Iya nih, Mas Pinto. Segala upil ajizah dibelimbingin. Monci ini lo, tinta kepikiran sampe ke mandrose-mandrose. Kak B bisikan inget Monci ajizah, rasanya Monci udin bahagiaaaaa bengeus."

"Tapi Kak B nggak akan ingat sama kita, Mon." Ayunda menatap Monci dengan mata berkaca-kaca.

"Demi apose, Nyun?"

Muka Monci sudah terlihat hampir menangis. Ayunda tak menjawab apa-apa, hanya kemudian genangan air mengalir dari dua matanya. Monci berpindah duduk ke sebelah Ayunda lalu kedua orang itu sama-sama menangis sambil berpelukan. Melihat pemandangan itu Johar pun tak sanggup menahan sesak di dada. Ia bangkit, menuju pinggir balkon, meremas pagar besi penyangganya dengan bermacam perasaan berkecamuk. Bria, gadis yang pernah dicintainya diam-diam sebelum ia memberanikan diri menyatakan cinta dan memperoleh penolakan. Gadis itu yang akan ditemuinya nanti, tapi seperti penjelasan yang pernah disampaikan Kelana kepada mereka semua, Abby tak mengenali Bria. Semua waktu kebersamaan mereka dan Bria tak sedikitpun diingat Abby. Gadis malang itu hanya mengingat dirinya sebagai Abby.

DISTORSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang