19 - Kisah-Kisah

87 15 0
                                    


"Tidak ada manusia yang sempurna, Abby. Begitu juga saya. Kamu pikir saya seperti ini sejak dulu? Mengerti tentang Allah dan aturannya? Tidak, Abby. Saya juga pernah berada di jalan yang salah. Saya bahkan pernah mencoba jalan yang kamu inginkan. Saya pernah bunuh diri dan hampir mati karena kehabisan darah. Tapi Allah memberi kesempatan kedua dan saya bertaubat karenanya."

"Kamu ..., apa? Tapi kamu terlihat bahagia, Kelana."

Dia memijit keningnya. Seolah berusaha mengeluarkan memori menyakitkan dari dalam kepalanya. Pasti memori itu sudah cukup lama tersimpan di sana. Bisa jadi sudah mengerak dan berkarat sehingga butuh kekuatan ekstra untuk mengeluarkannya. Mungkin Kelana berusaha menghapus memori itu, tapi menghapus memori terburuk sama sulitnya seperti menghapus memori terbaik.

"Saya mengenalmu sebelum di sini. Dokter Arman benar, mungkin prosesnya harus dipercepat. Seharusnya sejak dulu saya melakukannya sehingga pemulihanmu bisa lebih cepat." Kata-kata Kelana seperti racauan yang tak jelas ujung pangkalnya.

"Kamu ngomong apa, sih, Kelana?"

"Lupakan," Dia tersenyum sedikit, "Abby, saat itu saya hanya patah hati. Hal sepele yang tak perlu dibesar-besarkan. Seharusnya saya bisa mengatasi perasaan saya dengan baik. Tapi ketika kamu bertemu dengan seseorang di mana dia adalah pusat tata surya dan tanpanya kamu tak bisa hidup, saat itu kamu akan rela menghadang peluru demi dia. Itu yang terjadi pada saya. Roman picisan. Perempuan itu meninggalkan saya demi seseorang yang dia anggap lebih baik. Saya kecewa. Terlalu dalam hingga saya memutuskan mengakhiri hidup karena tak bisa hidup bersamanya. Tapi Allah membuka mata dan hati saya. Dalam perjalanan menuju alam kematian, saya melihat banyak orang-orang yang disiksa karena perbuatan mereka di bumi. Ada seorang perempuan jatuh dari tebing tapi hidup lagi. Terseok-seok dia mendaki tebing lalu dijatuhkannya dirinya lagi. Begitu seterusnya. Lalu ada seorang bapak yang melubangi pelipisnya dengan mesin bor hingga tembus ke sisi yang lain, ketika mesin bor dicabut, lukanya menutup, dia lubangi lagi, menutup lagi, berulang-ulang. Mengerikan. Sungguh mengerikan! Saya pun memohon dikembalikan ke bumi untuk memperbaiki segala kesalahan saya." Kelana memejamkan mata. Setitik kristal menyembul malu-malu di sudut matanya.

Sekuat-kuatnya dia, Kelana tetap manusia biasa. Dia tidak memiliki hati yang terbuat dari batu. Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.  Cinta yang berlebihan pada manusia hanya membuat hati menjadi gelisah dan tidak nyaman. Karena sejatinya, cinta yang sebenar-benarnya cinta, hanya kita berikan untuk Allah. Seperti perasaanku pada Kelana, seharusnya aku mencintainya karena Allah. Maka hatiku tak akan diliputi rasa cemburu dan takut kehilangan. Cinta yang membatasi hubungan kita dengan-Nya sesungguhnya bukan cinta, tapi napsu.

Astagfirullah.

"Abby, dengarkan saya." Mata Kelana membuntang. Di dudukkannya aku di tepi ranjang, lalu ia menarik kursi dan duduk di hadapanku.

"Pada satu masa, saya mengenal seorang gadis yang seusiamu. Namun dia terlihat seolah berusia lebih tua beberapa tahun. Riasan, cara dia bicara, bahasa tubuh, dan juga kata-katanya seolah menyembunyikan diri dia yang sebenarnya. Tapi saya tahu gadis itu sedang menipu dirinya sendiri. Dia sedang berlakon di panggung kehidupannya. Sayang, ketika saya berusaha mendekatinya, gadis itu menjauh. Ketika saya berusaha mencarinya dia menghilang. Gadis itu seperti membangun benteng dan tak ingin ditembus siapa pun. Bahkan menurut info yang saya dapat, gadis itu menarik diri dari orang-orang yang mencintainya."

Aku seolah bisa melihat gadis itu di mata Kelana. Rasa sepi. Sedih. Putus asa. Kecewa. Sendirian. Hatiku sakit. Rasanya ingin kupeluk gadis itu dan bilang, kamu tidak sendirian menghadapi ketidakadilan hidup. Ingin kuajak dirinya untuk sama-sama berjuang mendapatkan kepercayaan diri dan berubah menjadi individu yang baru. Memiliki teman senasib untuk berjuang, pasti terasa menyenangkan.

DISTORSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang