22 - Kejadian Tak Terduga

104 12 0
                                    

"Kamu yang namanya Bria? Bener mau kerja di sini? Lumayan berat, lo. Mesti nganter-nganter barang sampai luar kota. Kamu sanggup nyetir jarak jauh?"

Bria meneguhkan hati. Beberapa kali B & The Brothers harus manggung di luar kota dan ia sering kali menggantikan Dika menyetir walau kedua teman mereka yang lain bisa melakukan hal yang sama. Itu hanyalah salah satu cara Dika mengajarkan Bria agar dirinya semakin terampil mengendarai mobil. Namun, tentu saja Bria tak sesering itu menyetir jarak jauh. Bria mengepal kuat-kuat telapak tangannya sambil menatap lelaki tambun dengan rambut yang mulai menipis memperlihatkan tanda kebotakan di puncak kepalanya.

"Sanggup, Pak!"

Om Anwar memandangi Bria dari ujung rambut sampai ujung kaki seakan-akan menilai diri gadis itu. Sedikit berkerenyit melihat potongan rambut Bria yang tak biasa, juga beberapa tindikan di alis, hidung, dan telinga gadis yang duduk dengan gugup di hadapannya itu. Lelaki paruh baya itu menghela napas, menyadari betapa sudah begitu tua dirinya, betapa zaman berubah demikian cepat. Tak lama lelaki itu pun mengangguk-angguk.

"Oke, Bria. Kamu bisa mulai lusa. Datang jam delapan tepat, ya. Langsung ke gudang saja. Nanti tolong kamu kasih tahu tempatnya ya, Har." Om Anwar menoleh ke arah Johar yang langsung dibalas dengan anggukan.

"Siap, Om."

Seminggu sudah sejak pertemuan itu, Johar tak lagi melihat batang hidung Bria. Gadis itu seolah hilang ditelan bumi. Beberapa kali Johar sengaja melintas di depan gudang barang milik Om Johar, berharap bertemu gadis berambut biru itu di antara para karyawan berseragam kelabu yang setiap hari memenuhi warung kopi yang berada di seberang gudang barang Om Anwar. Satu dua kali pula ia bertanya pada sekuriti yang berjaga mengenai kabar temannya itu, tapi selalu dijawab bahwa Bria tidak di tempat. Johar paham, tugas Bria sebagai sopir distribusi barang yang melakukan pengiriman ke sejumlah outlet milik Om Johar yang berada di dalam maupun luar kota, pasti membuat gadis itu sangat sibuk sampai-sampai tak sekalipun memberi kabar padanya ataupun pada teman-teman yang lain, termasuk Ayunda.

Teringat gadis itu, Johar segera saja menyunggingkan senyum. Ide gadis berlesung pipit itu untuk membantu Bria telah dibicarakannya pada semua personil B & The Brothers. Tak ada seorang pun yang keberatan dengan usul itu dan masing-masing dari mereka telah memberikan sejumlah uang sesuai kemampuan. Uang ini rencananya akan diberikan pada Bria. Sekarang mereka semua menunggu Bria dengan harap-harap cemas. Menurut informasi yang Johar dapatkan dari Om Anwar, gadis itu mendapat libur setiap hari Minggu. Jadi, besar kemungkinan Bria akan datang ke basecamp. Selama seminggu ini baik Johar maupun Ayunda telah mencoba menghubungi Bria tapi telepon seluler gadis itu tak pernah aktif. Mereka berinisiatif meninggalkan sejumlah pesan yang semoga saja terbaca saat Bria mengaktifkan telepon selulernya.

"Ehh, anak ilang akhirnya nongol juga!"

Suara sember Pinto disusul sorakan Dika dan riuhnya tepuk tangan dari kedua temannya itu membuat Johar bergegas keluar dari kamar mandi. Masih dalam balutan handuk sebatas pinggang ke bawah, lelaki itu melangkah panjang-panjang ke arah balkon samping kamarnya dan mendapati Bria sedang dikerumuni dua bocah norak yang mengacak-acak rambut dan menepuk-nepuk bahu Bria. Johar melihat Bria jauh lebih kurus dengan kulit yang lebih gelap dari terakhir kali mereka bertemu. Namun, wajah gadis itu terlihat bahagia. Senyumnya melebar saat Pinto, yang biasanya adalah musuh bebuyutan Bria, mengangkat tangan mengajak gadis itu bertooss ria. Dika kemudian memeluk gadis itu, membisiki sesuatu entah apa di telinganya. Johar melihat Bria kemudian mengangguk-angguk dan mengulas senyum begitu Dika melerai pelukannya. Saat itulah Bria menoleh padanya. Agak berkerenyit begitu sepasang mata besar indah itu jatuh ke arah handuk Johar lantas gadis itu mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

"Ha-haaii, Bii ...," geragap Johar, "bentar yak, gue pakai baju dulu."

Johar menghilang ke dalam kamar. Sekian menit kemudian ia kembali dengan memakai kaus oblong dan celana selutut. Wangi sabun mandi membuai cuping hidung Bria ketika Johar dengan penuh semangat mengusir Pinto yang duduk di sebelah Bria dan sedang asyik mencela-cela gadis itu seperti biasa. Meski setengah bersungut-sungut karena kesenangannya menjaili Bria diganggu, toh, Pinto pindah juga. Bersama-sama Dika, ia duduk di pagar balkon sambil menggenjreng gitar dan bernyanyi dengan sumbang.

DISTORSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang