8 - Rencana B

118 16 1
                                    


Bakso Jomblowers, Warunk Ngombe, Roeang Toenggoe, Rumah Jus. Johar membaca nama-nama tempat makan yang berderet di sepanjang Situ Genteng, mencoba mengingat nama tempat yang dikatakan gadis yang meneleponnya dua jam yang lalu, sebelum akhirnya dengan setengah ragu melangkah ke arah 'Kedai Portugal' yang terletak paling ujung di sebelah lapangan futsal.

Danau (Situ) Genteng tampak berkilauan permukaannya ditimpa cahaya matahari yang masih cukup menyengat di pukul setengah dua siang. Namun, banyaknya pepohonan rindang yang ditanam di sepanjang tepi danau membuat suasana di sekitarnya cukup sejuk sehingga setiap wisatawan yang datang dan menikmati aneka kuliner di sepanjang danau tetap mendapatkan kenyamanan. Beberapa perahu bebek yang dikendarai pasangan muda-mudi ataupun keluarga mengapung santai di tengah danau. Para penjual kopi keliling bersepeda di sekitar area danau, menanti bila sewaktu-waktu ada yang memanggil dan berkenan mencicipi kopi atau aneka minuman lain yang mereka jajakan.

Johar berdiri di depan kedai. Matanya mencari-cari sebentar ke sederetan meja-meja yang terbuat dari kayu jati belanda berpernis cokelat muda dengan kursi-kursi berwarna senada. Bria ada di meja paling belakang di pojok kanan, tampak mencolok dengan rambut berwarna biru menyala yang menjuntai kaku macam surai kuda, berbeda sekali dari penampilannya yang kerap di-mohawk bila harus manggung di suatu acara musik. Seorang gadis berambut lurus panjang yang duduk di kursi depan Bria sepertinya tengah berbicara dengan kawannya itu. Sekali Johar melihat si gadis menepuk punggung tangan Bria, tapi ia seolah tak berada di sana. Pandangan mata Bria jatuh di permukaan meja, mimik wajahnya mengeras, sudut-sudut bibir mencuat kaku, kening gadis itu berkerut hingga garis-garis bergelombang muncul di sana.

Pandangan Johar ganti mengarah ke samping gadis berambut panjang tadi. Sekilas melihatnya saja, dari perawakan yang tegap dengan potongan rambut pendek bercat merah yang mulai pudar, Johar yakin bahwa orang itu pasti lelaki. Namun, begitu orang tersebut menoleh ke arah si gadis berambut panjang, Johar jadi sangsi begitu melihat bulu mata yang sangat lentik, juga pulasan pipi yang sangat merah merona seakan-akan orang itu baru saja ditampar dengan seratus tangan sekaligus. Ketika berjalan mendekat, Johar melihat di tengah-tengah meja terdapat sepiring nasi goreng porsi luar biasa dan tiga gelas es teh yang telah mengembun hingga titik-titik airnya membasahi permukaan meja. Di piring besar nasi goreng tersebut ada tiga sendok makan, tapi Johar melihat hanya si rambut merah yang menyantap makanan di depannya dengan lahap. Sementara si gadis berambut panjang hanya sesekali menyedot minumannya. Minuman di hadapan Bria tampak sama sekali belum tersentuh.

"Bi ...."

Johar berdiri di sisi meja yang paling dekat dengan si rambut merah, memanggil pelan gadis yang diam-diam disukainya itu. Ia mengangguk kecil dan mengulas senyum pada dua orang lainnya yang langsung disambut pandangan terpana oleh Monci, si rambut merah, yang langsung berhenti menyuap dan hanya menganga melihat lelaki berhidung mancung dengan sorot mata teduh berdiri menjulang di depannya. Ayunda membalas senyum itu, Bria sama sekali tak bereaksi. Tatapan mata gadis itu tetap terpekur pada permukaan meja. Jemarinya sibuk memainkan cuping telinga kanannya yang terdapat dua anting berjajar. Sekilas Johar melihat tato lidah api mengintip dari balik telinga tersebut. Johar mempunyai tato serupa yang diam-diam dibuatnya tanpa sepengetahuan Bria. Tato lidah api miliknya ada di pinggang sebelah kanan dan berukuran lebih besar.

"Tato lidah api ini bentuk perlawananku, Har. Api itu membakar apa saja, menghancurkan apa pun yang berada di dekatnya. Api adalah lambang kekuatan. Kekuatanku."

Johar ingat, saat itu ia hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Bria mengenai pilihan tatonya dari beratus-ratus gambar yang disediakan Lizz's Tattoo Studio saat dirinya menemani Bria untuk membuat tato kali pertama.

"Terus kenapa lo mau di tatonya di belakang telinga kanan?" tanya Johar kemudian sambil membolak-balik album penuh berisi gambar tato di tangannya.

DISTORSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang