10 - Siluet

124 14 1
                                    


"Kak B, nanti mampir ke rumahku, ya. Orangtua sama Masku mau kenalan sama orang yang sudah nolongin aku tempo hari."

Suara menggemaskan Ayunda terdengar dari balkon samping kamar Johar, menembusi dinding-dinding kamar yang tipis, tempat lelaki bermata teduh itu saat ini berada dengan perasaan gundah memenuhi kepala. Didengarnya balasan Bria yang mengiyakan permintaan Ayunda. Kelihatan sekali dari nada bicaranya kalau Bria senang dengan tawaran itu dan itu membuat Johar sedikit cemburu. Ya, dirinya tahu bahwa perasaan itu agak tidak masuk akal. Mengapa ia harus mencemburui Bria dan Ayunda? Namun, segera pula sisi jahat hatinya menepis sisi baik hatinya yang tadi berbicara, menilai bahwa kecemburuan itu sangat beralasan setelah apa yang Johar saksikan sepanjang siang hingga sore ini di rumahnya.

Sejak kejadian di Situ Genteng, Bria memang menepati janjinya. Ia melobi pemilik salon Laluna yang sangat antusias mendengarkan rencana-rencana yang akan dilakukan Bria untuk salonnya apabila bersedia menerima Monci dan Ayunda sebagai karyawan di salon tersebut. Dan tak menunggu waktu lama, Bria membuktikan kata-katanya. Dalam waktu semingguan saja sejak Ayunda dan Monci  bekerja di salon Laluna, salon itu segera saja ramai oleh anak-anak muda yang merupakan massa punk dari B & The Brothers, Rencana Bria berjalan lancar, ia berhasil membebaskan Ayunda dari kebejatan Milo sekaligus memberikan pekerjaan baru pada gadis itu dan juga Monci, serta mendatangkan pundi-pundi rupiah bagi pemilik salon Laluna.

Lalu hari ini Bria mengajak Ayunda dan Monci ke basecamp. Dan Johar melihat dengan jelas bagaimana cara Bria berbicara dengan gadis berkulit putih berambut hitam panjang yang tergerai indah itu yang penuh kelembutan. Mereka berbicara berdua saja, seolah dunia hanya milik Bria seorang dan gadis berlesung pipit itu.  Keduanya seakan tak ambil peduli dengan keadaan sekitar meskipun di sana ada anak-anak lain yang sibuk mengusili Monci yang selain selalu bicara dengan bahasa salon yang membuat Pinto kelimpungan mencoba menerjemahkan dan Dika sebentar-sebentar mencatat kata-kata baru yang keluar dari mulut Monci ke notes telepon genggamnya, ternyata juga latah.

Kehadiran Ayunda hari ini mengambil jatah perhatian yang biasa Johar berikan pada Bria. Gadis itu sebentar-sebentar mengambilkan Bria minum, menanyakan Bria mau makan siang di mana atau mau go food saja, memberikan squeezy berbentuk Hello Kitty miliknya yang disambut Bria dengan senyuman malu-malu yang Johar berani bertaruh bahwa baru kali itu ia melihat Bria menyuguhkan senyuman seperti itu. Dan Bria menjawab semua pertanyaan Ayunda dengan begitu manisnya. Hanya kepada Ayunda, Bria ber-saya-kamu, perbedaan yang nyata yang membuat Johar bertanya-tanya mengapa Bria begitu berbeda di hadapan Ayunda. Mengapa pula gadis yang diam-diam dicintainya itu mati-matian membela Ayunda. Bahkan menurut Monci bukan sekali dua kali Bria membela gadis berlesung pipit itu di salon. Dan puncak dari pembelaannya pada Ayunda adalah apa yang telah dilakukan gadis berambut biru menyala itu pada Milo tempo hari. Lelaki itu sudah mendapatkan balasan yang setimpal. Milo juga ternyata tidak punya keberania untuk melaporkan Bria ke polisi, karena lelaki itu yakin hal itu malah akan berbalik menyeret dirinya sendiri. Ia akan dilaporkan balik Bria karena kasus pelecehan seksual.

Semua tingkah laku Bria hari ini yang di luar kebiasaannyalah yang akhirnya membuat Johar memilih mendekam dalam kamarnya. Benaknya sibuk mereka-reka apa yang sebenarnya terjadi antara Bria dan Ayunda. Apakah mereka berdua memiliki hubungan yang lebih? Hubungan yang istimewa?

Selagi benaknya dilambungkan dengan pikiran yang tak wajar, sebuah jeritan membuat Johar segera menghambur ke luar kamar yang terpentang lebar-lebar pintunya. Ia nyaris menabrak Bria yang berdiri kaku dengan mata pembunuh sedang meremas-remas makhluk tak berdaya di tangannya. Ketika Bria membuka telapak tangannya, Johar dengan susah payah mengenali bahwa itu adalah seekor laba-laba yang tak lagi berbentuk.

"Aku paling geli sama yang namanya laba-laba."

Suara Ayunda menggumam pelan. Ia sedikit bergidik dan kembali menjerit manja ketika Pinto mengusilinya dengan menarikan jemarinya di antara jela-jela rambut Ayunda, seakan ada lagi seekor laba-laba merayap di sana. Johar mengamati raut wajah Bria yang masih mengeras, kedua matanya tetap tak berkedip menatap bangkai binatang yang masih lekat di telapak tangannya. Samar dari mulutnya, Bria mendesiskan kata-kata makian.

"Dasar, lelaki berengsek! Gue udah nggak takut sama laba-laba!"

"Bi, lo nggak pa-pa?" panggil Johar dengan nada heran mendengar apa yang barusan Bria ucapkan.

Johar mencekal pergelangan tangan Bria ketika panggilannya tak diindahkan, mencoba menurunkan tangan gadis itu yang mengambang kaku hingga laba-laba yang telah mati tadi meluncur jatuh ke lantai. Tiba-tiba saja Bria menepis tangan Johar lalu mengangkat tinjunya tinggi-tinggi. Namun, gadis itu batal meneruskan gerakannya. Tinjunya menggantung beberapa senti dari hidung Johar sebelum akhirnya Bria pelan-pelan menurunkan tangannya yang mengepal. Johar terkesiap. Beberapa detik mata mereka bertatapan dan Johar seketika melihat mata penuh luka bersaput riak-riak ketakutan yang pernah beberapa kali dilihatnya, kini muncul kembali di kedalaman mata Bria.

Bria menggumamkan sepatah kata maaf, lalu dengan wajah kaku gadis itu melangkah menjauh, melewati lorong lantai atas yang mulai gelap dengan bayang-bayang senja yang menimpa beberapa sudut rumah, dan ia kemudian berhenti di ujung bangunan rumah Johar. Siluet gadis tinggi semampai dengan punggung yang agak membungkuk ketika berjalan itu adalah siluet paling menyedihkan yang pernah dilihat Johar seumur hidupnya. Gadis kesayangannya itu, gadis yang diam-diam dicintainya sepenuh hati, begitu jelas terlihat membawa luka yang bersarang di tubuhnya. Luka yang tak pernah Johar ketahui dari mana berasal dan berbentuk seperti apa. Namun, lelaki bermata teduh itu yakin luka itulah yang selama ini menumbuhkan ketakutan di riak-riak mata Bria. Ketakutan yang berusaha disembunyikannya. Ketakutan yang berusaha diatasi gadis itu dengan segala upaya termasuk dengan cara trance, ketika Bria akan memilih merilekskan diri dan pergi ke suatu tempat hening dalam pikirannya di mana tak ada hal buruk yang bisa mengusiknya di sana. Ya, sedikit demi sedikit Johar telah mencoba menganalisis perilaku Bria dan ia hampir yakin begitulah memang apa yang dialami Bria. Tinggal satu saja keinginan Johar saat ini, mencari tahu apa yang telah menimpa Bria yang membuat gadis itu selalu pergi ke dalam dunianya sendiri.

Sayup-sayup Johar mendengar senandung lirih Bria. Sebait lirik lagu yang kerap dinyanyikan Bria ketika ia berada dalam situasi trance. Lagu yang entah mengapa menjadi pilihan Bria. Lagu yang Johar ketahui adalah milik band punk kesayangan gadis itu, Social Distortion. Johar pun ikut menyanyikan lirik lagu tersebut dengan lirih, mencoba menghayati bait demi baitnya sepenuh hati.

Life goes by so fast
You only want to do what you think is right.
Close your eyes and then it's past;
Story of my life. ®

DISTORSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang