SATU

883 78 14
                                    


SELAMAT MEMBACA PART PERTAMA READERS!

****

Dalam satu tarikan napas, Caca mengikuti alunan musik yang mendayu pelan dari HPnya, lagu yang menceritakan kisah cinta yang melow yang berhasil membuat Caca ingin menghapalkan lagu itu.

Menutup mata, bersandar pada dinding dengan headset ditelinganya, hingga tak menyadari jika sedari tadi ia begitu diperhatikan seseorang.

"Ca"

Caca tentu saja hanya diam, karna ia sibuk bernyanyi ria dan tidak sedang  memperhatikan sekeliling. Orang yang memanggil itu berkacak pinggang, ia dengan kesalnya menarik headset Caca dari telinga cewek itu dan berhasil membuat Caca mendesis karna terganggu.

"Kenapa?" Tanyanya jutek.

"Lo dipanggil Pak Anton tuh" dengan tangan dilipat diatas dada, Intan ---sahabat Caca--- menunjuk ke arah bangunan kantor menggunakan bibir.

"Kenapa lagi sih tu pak BK?!" Caca memutar bola mata, sambil mendumel melalui Intan dan berjalan dengan keras ke rumah keduanya. Ruang BK.

Setelah sampai di depan pintu, Caca hanya melewatinya tanpa mengetuk terlebih dahulu, menunjukan sekali bahwa ia begitu tak sopan.

"Bapak manggil saya?"

Pak Anton mendongak, menyadari jika Caca murid terbandelnya sudah berdiri di depan mejanya.

"Iya, kamu duduk dulu" suruhnya.

Caca menarik kursi dan segera duduk di depan Pak Anton.

"Kamu tau alasan kenapa bapak manggil kamu ke sini?"

Caca mengangguk polos.

"Bagus! Untung kamu masih bisa nyadar, jadi langsung To the point aja, bisa kamu beranjak dari sini dan berlari kelapangan, berjemur disana sambil menghormat ke tiang bendera, sekarang!" Nada suara Pak Anton mulai meninggi menandakan jika bapak itu sudah marah padanya, dengan mata yang sedikit melolot menatap Caca dengan tatapan... seperti... menyerah? Atau kesal?

Caca yang mulanya hanya duduk nyender santuy, mendadak langsung tegap sekaligus terkejut. Walau ia sudah terbiasa dengan hukuman seperti ini, tapi masih saja ia berat untuk melakukannya, apalagi suasana diluar sana sangat amat panas, berjemur dan menghitamkan kulitnya yang putih memang bukan ide yang bagus. Ingin memprotes tapi tidak bisa, jadilah ia sekarang hanya menuruti dengan langkah gontai ke arah lapangan dan menggerutu kesal.

"Cuma lompat pagar doang!"

****

"Makanya kalau nakal itu dikira-kira dulu, udah tau kalau hukuman Pak Anton itu maha dahsyat, masih aja sering ngelawan kayak orang gak ada urusan lain. Mending urusin gue aja, disini gue nganggur gak ada yang ngurusin. Lompat pagar gak ada manfaatnya Ca, insaf, tobat, gak bosan diberi hukuman terus. Mata gue yang ngeliatnya aja bosan. Dari dulu udah gue nasehatin, jangan buat ulah, jangan ngelawan, belajar anteng-anteng aja. Gue tau kok lo pinter, tapi belajar untuk menambah ilmu agar lebih banyak lagi enggak jadi masalah kan?"

Caca dengan senang hati menutup telinga mendengar ocehan tak jelas dari orang disampingnya ini.

"Nah kan kalau udah item begini ruyem urusannya, lo sendiri yang kena imbas karna kelakuan minus lo itu--"

Simple LOVE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang