DUA PULUH EMPAT

159 30 0
                                    


*****

Sejak kemarin, Caca terus teringat dengan kencannya bersama Zion. Kata-kata manis itu, kegiatan manis itu, semuanya masih sangat melekat di ingatan Caca.

Intan yang meliriknya saja sampai heran dengan kelakuan temannya itu, soalnya Caca kayak orang gila, masa senyum-senyum gesrek terus dari tadi? Gak pegal tu bibir?

"Ca, lo sehat?"

"Sehat dong! Kalo gak sehat gue gak bakal sekolah hari ini"

Intan mendelik, memandang Caca yang cepat sekali kembali pada angan-angannya. Melupakan itu, Intan lebih baik memikirkan masalahnya sendiri. Dimana ia sekarang diatas tidak, dibawah tidak.

Cinta keliru pada pemikiran, percaya diri seakan-akan kita bisa melakukan hal istimewa. Apakah itu berlebihan? Menurutnya Permata Intan, sama sekali tidak. Soalnya angannya sampe kelangit tapi emang enggak sampe ke angkasa. Kayak di awang-awang, digantung tidak bisa melepaskan diri. Apa boleh perbuat, Intan terlanjur sampai situ, mungkin nanti dia akan memilih untuk jatuh. Oh ya, mengenai itu Intan nanti pasti jatuh di atas kasur. Hh.. memikirkannya ternyata berhasil membuatnya migrain. Sungguh tidak tepat, bagaimana kalau dilupakan saja dulu? Oke.

"Ca, lo gak bosen secuek-kan gini sama Anggun?"

Caca mendongak, memberhentikan tangannya yang sibuk mengaduk-ngaduk minuman digelasnya. Sebelum menjawab pertanyaan Intan, Caca menoleh dan tersenyum tipis ke arah Anggun dan Renald di salah satu meja kantin. Terlihat dua remaja itu asik mengobrol.

"Kenapa? Gue malah ngerasa jadi orang baik disini"

"Hah? Kalian berantem dan lo bilang lo baik? Gak salah Ca?"

"Enggak. Lihat sana, lo lihat disana mereka lagi duduk berduaan di meja kantin, mereka senang kan? Kalo bukan karena gue sama Anggun lagi berantem, kejadiannya pasti gak kayak gitu"

"Maksud lo?" Intan mengernyit, belum mengerti.

"Gini, Anggun lagi patah hati, dia lagi butuh orang yang bisa ngehibur dia. Dan menurut gue, Renald tepat. Buktinya, Anggun gak ngajak orang lain buat nemenin dia selain Renald. Intinya Anggun nyaman kan sama Renald? Apalagi.. lo belum tau kan, Renald itu suka Anggun? Wah.. pokoknya gue kayak comblangi mereka berdualah"

"Pengaruhnya lo berantem sama Anggun apa?"

Caca menghela napas "kalo gue sama Anggun gak berantem, pasti Anggun kalo ke kantin sama kita, kemana-mana sama kita. Sama lo aja dia canggung. Tapi karna gue sama dia lagi cekcok, dia jadi cari orang lain buat dijadiin sandaran. Ternyata itu Renald. Gue jadinya ngulur waktu deh. Gue lihat juga Renald sama Anggun makin lengket aja"

"Ouh gitu" Intan akhirnya mengerti, walau di kepalanya masih berputar-putar perkataan Caca yang sulit untuk dia mengerti.

Sibuk pada ekspetasi dan realita masing-masing, Caca maupun Intan harus terganggu dengan seseorang yang tiba-tiba datang dan berteriak memanggil nama Caca. Semuanya, sebelumnya tampak baik-baik saja, setelah mendengar apa yang di katakan seseorang itu, lamunan dan khayalan entah kemana-mana mendengar kabar dari Lut. Itu, sungguh membuatnya terkejut.

"Ca, Zion lagi berantem di taman belakang sekolah!"

Yang dapat Intan lihat, Caca langsung beranjak dan pergi berlari menuju arah yang tepat. Intan dapat lihat juga, Renald dan Anggun yang tadi bercengkrama asik mendadak hilang dari kantin, dan juga hampir delapan puluh persen siswa ikut juga berjalan ke arah Caca tadi. Tak mau ketinggalan Intan ikut juga.

****

Caca membulatkan mata, terlalu syok memandang Zion yang babak belur tapi masih saja menggerakan tangannya untuk memukul.

Disana, Zion dan Alka, terlibat perkelahian yang cukup sengit di mata Caca. Bukan Caca saja yang melihat itu, Hampir semua siswa ikut juga mengintip.

Caca tak habis pikir, dia kira omongan Zion waktu itu gak beneran. Tapi melihat ini, Caca anggap Zion gak main-main. Ada jeda sedikit, Caca merongsok masuk menengahi kedua lelaki yang wajahnya sudah bonyok itu. Caca meringis, disaat begini Caca malah merasakan kesengsaraan pacarnya.

"Cukup! Stop kalian berantem!"

Caca meneliti satu persatu cowok itu, menatap sengit sekaligus benci pada kegiatan mereka berdua yang tadi mereka lakukan.

"Minggir Ca! Kalo gak mau lo kena imbas. Gue gak mau berenti sebelum pacar lo ini bisa buat jaga mulut!"

"Bangsat! Lo yang harus jaga sikap!"

Zion kembali maju, Memukul telak rahang Alka hingga cowok itu tersungkur ke belakang, tidak menyangka, Caca langsung menutup mulut menggunakan tangan.

"Yon! Berenti, Alka udah babak belur. Yon berenti!" Caca menarik tubuh Zion menjauh dari Alka, melihat Alka yang sudah sekarat tergerak hati Caca untuk membantu.

Zion berdecih, menatap kesal Caca yang malah membantu cowok tengik itu!

"Lo harus dibawa ke UKS Ka"

Acuh pada Caca, Alka memandang Zion meremehkan.

"Pacar lo aja pedulian sama gue. Menurut lo, siapa disini yang salah?"

Buk!

Zion kembali memukul, sebelum itu Caca sudah ia dorong menjauh. Zion Menggenggam kerah baju Alka yang sudah lusuh, memberi serangan pada Alka yang lemah.

"Lo bakal nyesel udah mancing gue!"

"Gak bakal! Ini bisa dijadiin bukti bahwa emang lo sejatinya brengsek!"

Zion naik pitam, walau tangannya sudah berdarah Zion tidak mau menyudahi ini semua. Jika saja, jika saja Alka tidak memancingnya, Alka tidak akan berakhir seperti ini. Cowok tengik ini, emang harus dikasih pelajaran.

"Zion berenti! Zion!"

"Apaan-apaan ini?!"

Pak Anton, bagi Caca sekarang dia adalah guru malaikatnya.

*****

"Bapak gak nyangka!" Jeda sedikit. "Kalo kalian sangat berniat untuk berkelahi jangan disekolah! Disini tempat orang menimba ilmu, bukan untuk menampung preman seperti kalian!"

Pak Anton menggebrak meja, terlalu keras sampai Caca yang menunggu di depan ruangan itu terdengar. Tak dipungkiri, kejadian tadi berhasil membuatnya marah. Tapi, hatinya juga khawatir terhadap Zion. Ini yang paling dibencinya, perasaan campur aduk yang menyebabkan dia bingung.

Caca memijit pelipis, disampingnya ada Intan. Ada juga disudut sana Anggun beserta Renald. Mendadak Caca mendapat spekulasi tidak mengenakan melihat sahabat Zion satu itu. Caca akhirnya mendekati kedua insan itu, lebih tepatnya menghadap Renald.

Air muka Caca berubah, dengan berang ia menatap Renald "Lo ada disana tadi, tapi kenapa lo nggak pisahin mereka berdua?!"

Caca berteriak frustasi, benar, seharusnya jika Renald ada disana dia bisa membantu Caca untuk melerai keduanya. Tapi, yang Caca perhatikan kenapa sebaliknya. Renald malah pergi dari tempat kejadian, bersikap seolah tidak peduli. Apakah itu yang disebut teman?!

"Tadi.. gue itu Ca--"

"Setelah lo ngeliat dia lagi berantem lo malah pergi ngilang! Maksud lo apa?!" Caca menunjuk Renald dengan marah, yang bisa dilakukan cowok itu hanya diam, tapi pastinya ada sesuatu di otak tersebut.

"Gak usah nunjuk-nunjuk kalo gak tau apa-apa!" Anggun melangkah maju, menyingkirkan jari Caca dari sisinya. Mendapati situasi semakin panas, Intan berjalan mendekat. Jikalau ada apa-apa, dia siap memisahkan dan berceramah.

"Gak usah ikut campur! Ini gak ada sangkut pautannya sama lo!"

"Lo yang gak tau apa-apa seharusnya diam!"

"Lo pikir apa yang lo tau! Cewek gak pekaan---"

"Gak pekaan gini tapi gue tau kalau Renald ngidap trauma yang bikin dia gak bisa ngeliat orang lain lagi berantem!"

****

Vote! Vote! Vote!

Simple LOVE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang