DUA BELAS

183 30 0
                                    

VOTE

****

Jika bisa memilih, Zion lebih baik dibentak atau di marahi saja dari pada di diemin oleh Caca gini.

"Ca, kamu boleh marah sama aku, atau pukul aku aja. Tapi jangan cuekin aku kek gini" entah ini sudah yang keberapa kali Zion memohon, yang penting Zion harus mendapatkan maaf Caca.

Caca diam, melirik lapangan basket di depannya yang menurutnya lebih baik untuk di lihat saat ini.

"Ca, please"

Caca menghela napas, ia menoleh ke samping kanan menatap Zion malas.

"Apa?"

"Jangan dingin"

"Tapi aku lagi marah"

"Marah pake cara lain ada kan? Aku gak suka sikap kamu yang ini, apalagi itu di tunjukin ke aku. Kemana hilangnya Caca yang manis dan terus senyum sama aku?"

"Orang bodoh yang lagi marah tapi bersikap manis dan terus senyum" Caca kembali menghadap ke depan, memperhatikan Vion dan teman-teman yang lain sedang main basket. Zion melihat itu, ia kembali merengut. Cemburu.

"Tatap aku Ca, aku lagi ngomong sama kamu"

Caca tak menimpal. Zion masih bisa bersabar.

"Caca, aku bisa jelasin. Kamu dengerin dong"

"........"

Zion menggeram. "Gak usah ke kanakan Ca! Kamu bukan lagi anak kecil yang terus minta tuntutan perhatian. Aku juga ada keperluan lain! Jangan mentang-mentang aku pacar kamu dan fokusku cuma boleh ke kamu aja! Kamu sesekali pikirin urusan orang lain dong. Jangan egois!"

Spontan perkataan itu yang keluar dari mulut Zion, mungkin terlalu kesal atau muak terhadap kelakuan Caca yang membuat aliran darahnya naik, Zion akhirnya mengeluarkan unek-uneknya. Dan ia menyesal, setelah sadar bahwa pacarnya ini orangnya mudah tersinggung.

"Ca aku⚊"

"Gak pa-pa aku ngerti" Caca tersenyum hambar. "Kamu menyesal pacaran sama aku?"

"Ca, kamu gak ngerti. Maksud aku kamu gak usah terlalu marah untuk hal yang sepele dan gak perlu di pikirkan seperti ini"

"Jadi aku harus membiarkan pacarku di rebut orang lain? Padahal kamu tau aku gak akan membiarkannya, gak peduli dia teman kamu atau Kakak kelas. Kalau yang berpotensi bakal ngerebut kamu dari aku, aku pasti gak akan biarin"

Zion memijit pelipis.

"Kamu gak usah berlebihan, aku gak⚊"

"Berlebihan kamu bilang? Karna gak berlebihan itu, aku dulu kehilangan Gio! Kamu tau?! Dan kamu mau aku⚊"

"Gio? Kenapa kamu sekarang ngebahas dia? Dia gak terlibat sama sekali dalam masalah kecil ini. Kenapa kamu bawa-bawa nama dia? Atau⚊ Oh, aku ngerti. Kamu masih ada perasaan sama si Gio Gio itu?"

"Yon! Aku gak suka kamu berpikiran pendek kayak gitu!"

"Aku juga gak suka kamu berpikiran pendek tentang Kak Aina! Jadi kita impas kan?"

"Bego!"

"Iya gue emang bego, gak kayak lo yang pinter!"

****

"Berlebihan kamu bilang? Karna gak berlebihan itu, aku kehilangan Gio! Kamu tau?! Dan kamu mau aku⚊"

"Gio? Kenapa kamu sekarang ngebahas dia? Dia gak terlibat sama sekali dalam masalah kecil ini. Kenapa kamu bawa-bawa nama dia? Atau⚊ Oh, aku ngerti. Kamu masih ada perasaan sama dia?"

Samar-samar Cowok itu mendengar namanya di sebut-sebut dalam sebuah percakapan sengit. Bukan berpikir untuk menguping, Gio sejenak berhenti di lantai koridor dan menoleh meneliti satu bangku yang di isi dua orang, yang ia yakini berasal dari sana sumber suara itu.

Fika yang melihat Gio berhenti, ikut juga berhenti bicara. Fika juga menatap arah yang dituju mata Gio.

"Ada apa Yo? Lihatin apa?"

"Itu, nama gue di sebut-sebut. Kayaknya gue kenal itu suara siapa"

Tak lama kemudian, si cewek yang di bangku itu beranjak pergi dan di ikuti cowok yang di sampingnya tadi.

Sekilas Gio melihat orang itu, ia menyipit. Dan berpikir.

"Caca?" Gumamnya.

"Caca? Kenapa dia?" Fika mendelik tak suka, nada suara Fika juga berubah.

"Enggak, gak usah kamu pikirin. Yuk jalan lagi"

Fika masih curiga, ia menatap Gio penuh selidik.

"Awas aja ya Yo, kamu masih ada perasaan sama dia. Kamu harus ingat kalau aku sekarang pacar kamu"

"Iya-iya, ingat kok sayang"

Gio mengelus pucuk kepala Fika dengan sayang, pacarnya sekaligus bendahara Osis itu sudah berhasil mengambil hatinya setelah ia putus dengan Caca. Sekilas terlihat Gio tersenyum kecut. Mereka kembali berjalan.

Walau ia masih penasaran kenapa Caca menyebut namanya barusan.

****

"Kalian kenapa lagi? Berantem?"

Caca mengaduk-ngaduk makanan di piringnya tak minat. Ia melirik Intan di depannya sendu.

"Iya"

Intan menghela napas.

"Karna kejadian siang tadi?"

Caca mengangguk. Dilihat dari wajahnya, Caca tampak tak minat membahas soal pertengkaran dirinya dan Zion. Padahal Caca sendiri yang meminta untuk setelah pulang sekolah ke cafe bersama Intan. Sementara Anggun tak di ajak. Caca ingin leluasa curhat pada sahabat satunya ini yang lebih waras. Tapi sekarang, Caca seperti tak ada niat untuk berbicara ataupun curcol.

"Kenapa malah diam? Bukannya lo ngajakin gue ke sini mau curhat?"

"Gue bingung"

"Bingung apa? Bicara sama gue, mungkin bisa sedikit mengurangi beban di dada lo" Intan tersenyum manis, sebagai sahabat, Intan rasa setidaknya ia bisa berguna bagi Caca. Walau hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Intan sanggup.

"Gue sebenarnya ini lagi cemburu atau gue enggak mau kehilangan Zion sih? Gue gak bisa bedain itu. Gue ngerasa kayak agak posesif banget sekarang. Lo tau kan gue gak kayak gini amat pas waktu gue pacaran sama Gio? Bertengkar karna hal sepele? Itu bukan gue banget!"

"Cemburu sama takut kehilangan kayaknya sama aja deh" Intan membatin rasional.

"Ya, mungkin lo terlalu cinta kali sama Zion"

"Tapi, gue trauma deh kayaknya. Mungkin gak sih ini gara-gara gue pernah kehilangan Gio dan gue enggak mau itu terulang lagi? Lo tau? Gue tadi pake sebut-sebut nama Gio segala?!"

"Gue gak tau. Itu perasaan lo. Gue kok jadi ikut bingung gini sih" Intan menggaruk pelipis.

"Gue mau tanya Tan, lo rasa yang salah disini gue apa Zion?"

"Kalian berdua"

"Lo bisa jawab gak? Salah Zion itu apa, salah Gue apa?"

"Mungkin salah Zion disini, karna dia bicara sama Aina?"

"Masa' sih? Berarti gue kekanakan banget dong? Cemburu sama hal secuil itu?!"

"Apa dong? Kalau salah lo sih, gue kira karna lo enggak bisa ngerti Zion?"

"Kok kayak jadinya gue yang paling salah disini?"

"Gak tau deh Ca. Gue puyeng nih. Pikir aja sendiri! Salah mulu deh gue" Intan bersadar pada sandaran kursi, menatap Caca jengkel.

"Jadi yang salah siapa dong?!"

"Hormon PMS lo kali!"

****

Simple LOVE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang