VOTE DULU..
Warning! Perubahan waktu di part ini sangat signifikan, mohon pengertiannya.
****
Jam dan hari terus bergulir, menyiptakan bulan dan tahun berganti. Sepanjang itu, Caca dan Zion masih bertahan pada hubungannya.
Setidaknya, ada rasa setia yang kuat, saling menjaga dan merasakan suka duka dengan sama-sama. Mereka berhasil melaluinya, berjuang menjaga hubungan mereka agar tetap utuh. Rasanya, begitu damai jika setiap pasangan bisa bertahan seperti itu. Tidak keseringan putus nyambung-putus nyambung.
"Jadi? Kita bakal LDR-an gitu?"
Bukan masalah jauhnya, tapi rindu yang tak tersampaikannya yang jadi problem.
"Cuma satu minggu Ca, kita bisa video call-an kan?"
"Masih aja Zion! Itu lama, aku mana sanggup."
Perasaan mereka pun makin menguat.
"Kamu pikir aku sanggup? Akupun gak mau kalau bukan karna penting. Plis, ngertiin aku kali ini."
Dan.. Caca begitu menyebalkan. Rasanya, Zion tidak tahan. Seiringnya waktu, sifat asli Caca makin banyak yang terkuak. Begitulah.. Zion harus menahan egonya.
Sekarang, mereka sedang berada di bangku taman, tempat yang akhir-akhir ini sering mereka kunjungi kala ingin melepas waktu berduaan.
Sedikit sepi, matahari yang begitu terik mungkin yang menjadi alasannya. Untung saja, pohon besar melindungi mereka berdua dari sinar matahari.
Ditambah itu, hati Zion makin tak tenang dengan sikap Caca yang tak mau mengerti dirinya. Ini bukan maunya, tapi neneknya yang berada di kota lain sudah meninggalkan mereka. Harus patut sebagai cucu untuk Zion sekedar mendatangi upacara pemakaman beliau. Sebagai penghormatan terakhir dari dirinya. Apakah tidak boleh?
"Kamu tau kan alasan aku kenapa musti harus ke palembang? Sekali ini aja, ngertiin keadaan aku. Seharusnya kamu cukup puas pas aku rela-relain gak datang ke acara keluargaku demi cuma ngerayain hari ulang tahun kamu. Apa itu enggak cukup? Kamu pikir urusan aku itu cuma hal sepele seperti perayaan kamu itu?"
Maafkanlah, manusia kadang bisa khilaf sesekali karna terlalu menahan emosi. Zion cuma membela diri, Caca terlalu manja padanya.
Dan, saat ini mereka malah bertengkar. Lagi-lagi karna hal secuil dan seremah itu.
"Sepele kamu bilang Yon? Jadi, selama ini kamu gak ikhlas buat kasih waktu kamu buat aku? Kita udah tunangan Yon! Kamu harus ingat itu! Apa aku salah karna pengen diperhatiin sama kamu?"
"Tunangan bukan berarti waktuku cuma untuk kamu Ca, seenggaknya berikan aku waktu untuk memilih! Kamu sadar gak sih apa yang kita bicarain, awalnya aku cuma mau omongin bahwa aku ada urusan bentar ke luar kota. Apa itu susah buat kamu?"
"Masalahnya kenapa kamu baru bilang ini ke aku saat kamu perginya besok! Kamu emang gak ada niat dari awal buat omongin ini sama aku."
Caca men-judge orang seenaknya. Zion tidak habis pikir dengan perempuan di depannya sekarang. Jalan pikirannya buntu mencari cara untuk keluar dari zona resah ini.
"Oh ya? Kalau aku gak ada niat sama sekali, sekarang aku enggak akan ada disini. Apa kamu pikirin itu?"
"Aku gak mau bahas itu sekarang, aku mau bahas soal kamu yang akan pergi besok cuma karna nenek kamu meninggal."
Enteng sekali bicara, Zion tidak percaya bahwa di depannya ini adalah Caca yang berhasil membuatnya jatuh hati.
"Kamu sadar apa yang kamu bicarain?"
"Benar kan, cuma karna nenek kamu yang meninggal disana kamu malah---"
"Diam Ca!"
Napas Zion memburu, mencoba menahan emosinya Zion berdiri dari sana, menyegarkan pikirannya untuk jangan terlalu kasar kepada sumber emosinya, Caca.
"Cuma kamu bilang?"
Zion berbalik, menghadap langsung ke Caca. Penekanan yang Zion ucapkan membuat Caca meneguk ludah.
"Kamu yang Cuma! Kita bukan lagi anak kecil yang haus kasih sayang Ca! Bukan karna aku tunangan kamu jadi aku harus perhatiin kamu terus! Kita udah dewasa Ca, kamu seharusnya ngertiin kondisi aku. Malah disini tampaknya kamu yang salah, bukan aku. Nenekku ninggalin kami semua, selamanya. Apa itu belum menyakitkan buat aku dibandingkan kamu yang aku tinggalin dan itu Cuma seminggu?! Sadar posisi kamu Ca. Enggak lebih dari aku."
Yang terakhir, cukup lirih terdengar. Caca sampai-sampai menangis dibuatnya. Bukan, itu semua karna bentakan dari Zion. Ini, entah yang keberapa kali Zion membentaknya, dan Caca takut itu walaupun ia sadar bahwa dia yang menciptakannya.
"Maafin aku, hiks.. iya aku tau aku salah. Jangan marah lagi.."
Zion mengambil napas lalu menghembuskannya. Beberapa kali sampai amarahnya mereda. Zion kembali mendekat, memeluk Caca membawa kepala Caca bersandar di dadanya.
"Aku mau kamu ngertiin aku, jangan kayak gini lagi. Aku gak suka liat kamu yang egois kek gini. Jelek"
Caca mengangguk-angguk saja.
"Tapi kamu juga salah, bilang soal ini sama aku telat, aku jadi gak bisa ngabisin waktu berduaan sama kamu lebih banyak karna kamu perginya besok." Caca mendongak.
"Biarin aja, sebagai hukuman karna akhir-akhir sikap kamu yang terlalu banyak egois."
"Jahat."
Caca memukul dada Zion pelan. Hening sejenak.
"Ini masih awal Ca, sekali lagi mungkin aku gak sanggup."
"Maksud kamu? Kamu bakal nyerah gitu? Mau ninggalin aku? Gak mau pertahanin aku? Kok kamu jahat banget sih Yon! Hubungan kita udah sejauh ini, apa enggak ada artinya buat kamu?!"
"Ini-nih yang aku gak suka, yang buat aku berpikir dua kali buat nikahin kamu, sering banget curigaan, bicarain aku yang belum pasti kebenarannya. Siapa bilang hubungan ini gak ada artinya buat aku? Tau dari mana?"
Caca mati kutu. Tapi kata 'nikah' yang diucapkan Zion membuat Caca jadi salfok.
"Aku salah ngomong lagi ya?"
Zion jadi gemas.
"Bukan, pikiran kamu yang terlalu pendek itu yang salah."
"Maafin aku.."
"Aku gak mau maafin kamu sebelum kamu janji harus pikir-pikir dulu sebelum menyimpulkan sesuatu, aku kadang suka gregetan jadinya."
"Jadi pengen gigit ya?"
Caca mulai pada mode capernya.
"Sekalian dimakan boleh? Kayaknya enak."
Zion menanggapi godaan Caca dengan sama ganasnya.
"Ih mesum! Dasar!"
"Si curut udah berubah sayang."
*****
AUTHOR YANG JADI GREGETAN SAMA KALIAN BERDUA.
JANGAN LUPA VOTE DAN COMEN.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple LOVE [Completed]
Novela JuvenilCinta yang sederhana akan lebih indah jika berwarna. ________________ "Lo gila?!" Zion mengelus dada, apa yang dibilang Caca tadi? Gila? Lah dia ini lagi ngadapin siapa sih sebenernya? Orang lagi nyatain perasaan kok di bilang gila? Gak lihat kalau...