****Sudah sejak kejadian dikantin kemarin, Caca maupun Anggun belum memulai percakapan apapun. Intan sebagai orang yang tidak terlibat dalam pertengkaran, jadi bimbang sendiri antara ke arah Caca atau si cerewet tapi Anggun. Seperti saat ini misalnya.
"Nggun, Ca, yuk ke kantin"
"Males ah. Ada tu orang. Entar kumat lagi emosi dia, dan gue jadi sasaran. Kalau lo mau ke kantin, duluan aja"
Anggun yang menimpal duluan. Dalam hati, walaupun Anggun masih kesal dengan Caca, tetap saja terbesit rasa bersalah setelah mengucapkan itu. Ia takut, apakah Caca makin marah padanya?
"Gak mood buat ke kantin. Lo aja sendiri"
Itu Caca yang menjawab, ciri khasnya dengan suara dingin. Intan hanya bisa menghela napas, ia bingung bagaimana caranya agar kedua sahabatnya ini bisa akur kembali.
"Okelah kalau kalian berdua gak mau. Gue cabut"
Intan keluar kelas, berjalan ke kantin sambil geleng-geleng kepala. Menurut Intan, Anggun dan juga Caca seperti anak-anak saja. Mereka belum bisa untuk berpikir dewasa. Bertengkar karna hal sepele?..
Intan tertawa, tidak terpikir bahwa dirinya juga belum bisa berpikir lebih baik.
****
Di jam istirahat yang belum kelar dan masih lama juga kelarnya. Caca mencari kegiatan lain selain ke kantin dan cuma makan. Tentang Zion, Caca merasa sedih kembali karna pacarnya itu tidak datang lagi hari ini.
Bangku yang biasanya Caca terus samperin, sekarang kosong. Caca bisa memandangnya sendu dari jauh. Beranjak dari kursi, Caca berjalan ke luar kelas. Duduk berselonjor di teras depan kelas IPA I. Bersandar pada dinding dan mulai memandang kosong ke depan. Hari-harinya sepi..
Tanpa Caca sadari, di samping kiri cewek itu sudah ada seseorang. Mendatangi Caca dan ikut duduk di samping Caca. Seseorang yang sudah lama Caca tidak sapa. Entah karna terlalu terbawa keheningan, Caca sama sekali tidak tahu-menahu tentang sekitarnya.
"Ngelamunin apaan Ca?"
Baru cowok itu menyapa, Caca tersadar.
"Yon?"
"Ck, sampe gak sadar kalo ada orang disamping lo" Vion melirik sekilas, raut wajahnya menunjukan kedataran yang hakiki.
"Ada apa?"
Caca to the point. Tak ingin bertele-tele lebih lama. Sedikit Awkward rasanya bersama orang yang pernah menjadi sahabatnya sekaligus musuhnya ini.
"Apa gue harus bilang dulu sama lo kalau gue mau duduk disini?" Vion menyunggingkan senyum miring.
"Hh? Gue nanya-nya soal maksud kedatangan lo kesini. Bukan nanya soal lo mau duduk disini ato nggak. Itu bukan urusan gue kali" Caca tersenyum tipis sarat akan sindiran.
"Ouh.. terlalu buru-buru banget Ca, basa-basi dik--"
"Keganggu gue. Maunya tenang, ada lo yang seenaknya nimbrung-nimbrung"
Caca terlanjur bete, tanpa memperdulikan perasaan Vion ia beranjak dari sana. Sebelum kaki Caca sempat melangkah, Vion duluan mencekal tangan cewek itu.
"Gue kira kita bisa baikan lagi Ca? Itu maksud gue kesini nyamperin lo, kalau lo mau tau"
Vion melangkahkan kaki dan berdiri di depan Caca. Menatap wajah gadis yang sudah lama tak ia pandang, tak ia perhatikan dan tidak lagi ia sentuh. Sudah lama sekali, dan Vion rindu..
Dilihatnya Caca tak bereaksi apapun, Vion merasakan ada kesempatan baginya untuk memulai kembali.
"Gue lagi cari kesempatan di dalam kesempitan Ca. Mumpung bodyguard lo gak ada. Zion Zion itu ganggu waktu gue banget buat gue bisa ngobrol bareng lo lagi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple LOVE [Completed]
Ficțiune adolescențiCinta yang sederhana akan lebih indah jika berwarna. ________________ "Lo gila?!" Zion mengelus dada, apa yang dibilang Caca tadi? Gila? Lah dia ini lagi ngadapin siapa sih sebenernya? Orang lagi nyatain perasaan kok di bilang gila? Gak lihat kalau...