*****Di depan kamar nomor 108, berdiri tiga orang yang saling bercengkrama. Sesekali salah satu dari tiga orang itu ada yang tertawa dan yang lain berdesis kesal. Entah apa yang mereka bicarakan sedari tadi.
Lain hal yang di luar, yang di dalam kamar 108 itu sangat hening. Dua orang berbeda kelamin itu belum ada menunjukan tanda-tanda ada yang mau berbicara di antara mereka berdua. Masih setia dengan keterdiam-an karna terlalu terpaku pada satu sama lain.
Caca dan Zion, berpacaran beralaskan Cinta, saling menyukai dan memang keinginan bersama untuk menjalin hubungan.
Teringat tentang filosofi benang merah, orang bilang, jika memang dua orang berjodoh, mereka akan terikat benang merah, walaupun jarak yang jauh, rintangan yang membentang, dunia yang menolak, masih akan tetap bersatu.
Caca dan Zion tidak melihat ada benang merah di antara mereka berdua, tapi mereka berdua merasakannya. Perasaan dan hati, sudah menetapkan masing-masing orang untuk memilih sendiri pasangannya. Dan hati mereka berdua sudah menetapkan pilihan, jika di depan mereka saat ini adalah pasangannya sendiri.
"Ca, tolong deket lagi"
Caca memajukan tubuhnya selangkah.
"Deket lagi"
Caca melangkah lagi.
"Lagi Ca, tiga langkah"
Caca berjalan sesuai perintah Zion, tepat pada langkah yang ketiga, Caca sudah berdiri tegak di samping tempat tidur pasien Zion.
Jemari tangan Caca saling bertaut, mencoba berusaha tidak terlihat gugup walaupun itu percuma. Zion sudah mengetahuinya dari awal Caca masuk tadi sudah tampak Caca tegang. Zion terkekeh, di raihnya jemari Caca untuk dia genggam, sambil menatap Caca menenangkan.
"Hubungan kita gak pa-pa"
"Lo gak marah?" Caca menatap sendu.
"Buat? Bukannya kamu yang harusnya lagi marah"
"Tapi, itu kekana--"
"Enggak. Itu kamu lagi cemburu, aku malah senang"
"Jadi? Kalau aku sekarang marah kamu senang?"
"Enggaklah! Itu udah lewat"
Caca tersenyum tipis "tapi ada yang baru"
Zion mengernyit, makin mendongak memandang Caca. "Apa?"
"Aku payah. Gak tau kalau kamu lagi sakit. Menurut kamu? Itu kesalahan kan?"
"Astaga Ca, itu salah aku juga yang gak beri tau kamu. Menurut aku itu bukan kesalahan kamu. No problem"
"Okey! Masalah selesai"
Caca berseru senang, jiwanya saat ini amat tenang jika ternyata semua berakhir baik-baik saja. Mendadak menyadari itu, perasaan tidak enak tadi berubah menjadi rindu yang menggebu. Caca merasa sekarang ia bisa melepaskan kekangenannya dengan Zion. Pacarnya ini memang juaranya bikin orang kangen.
"Zion, aku boleh peluk gak?"
Caca menyeletuk, ia menggerutu kenapa ia harus bertanya?
"Gak perlu nanya, peluk aja. I am yours"
Caca sempat mencibik, karena Zion sok-sok-an pake bahasa inggris, namun Caca langsung tersenyum dan menghambur ke pelukan kekasihnya. Butuh beberapa menit untuk mereka berpelukan, cukup puas Caca segera melepaskan badan Zion, tak tahan untuk berlama disana ketika kinerja jantungnya meningkat. Bukan itu saja, wajahnya juga ikut memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple LOVE [Completed]
Roman pour AdolescentsCinta yang sederhana akan lebih indah jika berwarna. ________________ "Lo gila?!" Zion mengelus dada, apa yang dibilang Caca tadi? Gila? Lah dia ini lagi ngadapin siapa sih sebenernya? Orang lagi nyatain perasaan kok di bilang gila? Gak lihat kalau...