12. Moments of Revelation

1.9K 190 11
                                    


Aku berdiri di depan rak yang menampilkan berbagai jenis pulpen. Selain bermacam warna, ada berbagai model serta merek dan satu yang paling menarik perhatianku, fungsi yang berbeda-beda kalau lihat dari pengelompokkan yang ada. Sejauh yang aku tahu, manfaat pulpen tentu untuk menulis, apapun warna dan bentuknya. Aku sendiri baru sadar ada begitu banyak jenis pulpen di dunia ini.

Aku mengambil satu pulpen yang cukup menarik perhatian. Semenjak aku menginjakkan kaki di area surga pulpen, satu pulpen dengan warna-warni permen yang menghiasinya membuatku terpana. Belum pernah aku melihat begitu banyak warna dalam satu buah pulpen.

"Itu jenis rollerball, tintanya berbasis air sehingga tingkat konsentrasinya lebih rendah. Hasil tulisannya juga lebih tipis dan rapi."

Aku tidak perlu menoleh untuk mengetahui Leon sedang memulai kuliah pulpen 101-nya.

"Model itu memang warna-warnanya banyak, karena biasanya dipakai untuk journaling. Mengingat tidak butuh banyak tekanan saat menggunakannya serta ujung pulpen yang tipis enak untuk menulis detail, pas sekali untuk menulis jurnal secara rutin."

"Lo punya sepertinya ya?" tanyaku mengingat-ingat pulpen sejenis dengan yang saat ini kupegang tergeletak di meja kerja Leon.

Leon mengangguk, lalu menunjuk ke satu arah. "Rata-rata punya gue merek Uni-ball itu, harganya enggak terlalu mahal dan pilihan warnanya cukup banyak. Ketebalan ujung pulpen juga ada beberapa pilihan. Gue suka pakai yang 0,8mm karena hasil tulisannya lebih halus, walau kadang-kadang kalau perlu sekali membuat draft gambar, enak yang 0,5mm. Semakin tipis semakin tepat goresannya."

"Pulpen saja banyak sekali ternyata ya tipenya," gumamku lebih ditujukan untuk diri sendiri, namun ternyata Leon mendengarnya.

"Seru Riss, mencoba semua pulpen yang ada sampai suatu ketika menemukan satu yang tepat. Walau untuk beberapa orang, tidak pernah ada kata tepat, karena setiap pulpen punya fungsi masing-masing."

Leon mengambil beberapa pulpen dari rak yang ada di samping kananku, kemudian pandangannya beralih ke area spidol. Sepertinya ia menemukan beberapa spidol yang menarik perhatiannya, karena sekarang Leon terlihat memusatkan perhatian untuk membaca satu-persatu informasi yang tertempel di depan rak spidol.

Aku melirik jam tangan di pergelangan tangan kanan, sudah pukul delapan lewat lima belas menit. Hampir satu jam sudah dihabiskan di toko buku ini, selepas kami meninggalkan kantor. Tempat ini satu-satunya yang muncul di pikiran ketika Vira menyarankan untuk mencari lokasi di luar kantor yang disukai Leon. Tentu saja tujuannya agar aku dan Leon lebih leluasa berbicara berbagai macam hal, di luar urusan kantor. Mengingat agenda yang dimiliki Leon penuh dengan catatan yang sungguh rinci, dugaan terbaikku tentu saja mengajaknya ke toko yang penuh dengan alat tulis dan sejenisnya. Satu yang meleset dalam prediksiku, tempat ini benar-benar taman bermain bagi Leon.

"Makan yuk, lapar nih," ajakku setelah setengah jam kemudian Leon masih saja betah membandingkan dua agenda, yang kuperhatikan sudah lebih dari lima menit ada di genggamannya.

Untung saja Leon menyanggupi ajakanku tanpa perlawanan, karena aku sungguh sudah bosan sekali di tempat ini. Bagaimana mungkin seseorang bisa betah di satu tempat yang isinya hanya peralatan tulis?

"Lo bosan ya?" tegur Leon sesaat setelah aku kembali dari memesan makanan di salah satu kedai makanan. Aku dan Leon memutuskan untuk makan malam di area food court, yang terletak di lantai paling atas pusat perbelanjaan yang kami datangi. Walaupun bukan malam minggu, tempat belanja yang paling dekat dengan kantor ini ternyata cukup ramai.

"Sedikit," jawabku sambil meletakkan papan order di atas meja. "Enggak terbayang saja lo bisa begitu lama memilih-milih pulpen, padahal fungsinya sama saja."

Kick Me Out!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang