29. Moments of Missing

2.7K 185 6
                                    


Aku memandang meja kerja yang mulai terlihat kosong, hanya tersisa beberapa lembar kertas yang belum sempat disortir. Dekat kaki, tersebar antara di kolong meja dan di dekat kursi, terdapat tiga kardus cokelat yang masing-masing sudah penuh muatan. Aku menunduk untuk memastikan ketiga kardus sudah tertutup rapat, mengingat aku akan menggunakan jasa pengiriman paket untuk mengirimkan semua kardus ini ke rumah.

Beralih ke meja kerja, lembaran-lembaran kertas yang berisikan formulir-formulir yang harus dikembalikan ke bagian IT, GA dan beberapa ke bagian HR baru sempat aku lengkapi. Selain itu ada beberapa brosur untuk acara pameran yang akan diikuti kantor, biasanya beberapa karyawan akan bergantian ikut menjaga stan. Sebagai koordinator, tentu aku terlibat dalam urusan pameran. Aku sudah menjadwalkan siapa saja dari timku yang akan bergantian menjaga stan, termasuk Leon.

Berbicara tentang Leon, sejak pertemuan terakhir kami di Dome beberapa minggu yang lalu, hubungan kami memburuk. Selepas aku meninggalkannya malam itu, Leon mencoba menghubungiku dan mengirimkan pesan, mencoba menjelaskan tapi aku sudah malas menanggapinya. Mungkin memang lebih baik seperti ini, kami juga tidak akan bertemu lagi selepas aku meninggalkan perusahaan. Aku juga memilih untuk memanfaatkan jatah working from home menjelang hari terakhirku, karena itu baru hari ini aku benar-benar sempat merapikan meja kerja.

"Kardus ini mau dibawa juga?" Linda meletakkan satu kardus seukuran kotak sepatu berwarna biru ke atas meja. Aku membuka tutup kardus untuk melihat isinya.

"Sepertinya ditinggal saja ya, isinya lebih banyak catatan-catatan jadwal dan contoh gambar untuk klien. Mungkin bermanfaat buat pengganti gue nanti."

"Kasihan Leon tuh. Saat lo tinggal nanti, dia harus merangkap pekerjaan lo, belum ada pengganti soalnya."

Aku terdiam, berusaha menguasai diri. Linda sama sekali tidak tahu terkait perang dingin antara aku dan Leon.

"Oh iya, di mana dia ya?" tanyaku berusaha mengganti topik pembicaraan, sekaligus bersiap diri apabila harus berpapasan dengan Leon seharian ini.

"Oh lo kemarin work from home terus sih ya, jadi enggak tahu," seru Linda sembari memindahkan kardus biru dari atas meja ke dalam laci. "Sebagai lanjutan kerjasama, beberapa hari ini dia sama Mas Deni ikut meeting dengan perwakilan Micro Graph. Kalau lo enggak resign, pasti ikutan juga deh. Cakep ih perwakilannya, seperti yang ada di drama Korea."

"Eh, mereka ke sini?" Aku terkejut mendengar pernyataan Linda, perasaan kecewa seperti timbul di hati karena tidak lagi ikut dilibatkan. Namun cepat aku menguasai diri dan sadar akan posisiku saat ini.

"Cuma satu orang. Cakep deh, tinggi, putih. Siapa ya namanya?" Linda terdiam dan memandang ke langit-langit, telunjuk tangan kanannya dipukul-pukul perlahan ke arah dagu.

"Mr Jung?" tanyaku yakin. Siapa lagi yang akan dikirimkan oleh Micro Graph selain dia.

"Ah iya dia namanya. Dia tanya soal lo juga tuh kemarin, Leon enggak kasih tahu?" tanya Linda sembari menaikkan salah satu alisnya. "Dua hari yang lalu, Mr Jung sempat mampir sini untuk melihat kantor kita."

"Sepertinya gue yang enggak ngeh kali ya, ada beberapa pesan dia yang belum gue balas sih," jawabku jujur kali ini. Mungkin saja Leon memberitahu soal ini, apapun yang telah dilakukannya kepadaku, pria itu tetap saja keterlaluan baiknya.

"Mungkin. Mr Jung kayak kecewa banget kemarin enggak ketemu lo. Kata dia, saya mau lihat perempuan manis yang semangat sekali saat ketemu saya kemarin," Linda berbicara seolah-olah menirukan suara Mr Jung yang sedikit berat dan penuh aksen.

Aku tertawa melihat tingkah Linda, kemudian menyela, "bukan gue kali maksud dia, soalnya ada satu perempuan lagi yang ikut negosiasi kemarin. Orang Indonesia juga, dia bantu untuk jadi penerjemah."

Kick Me Out!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang