"Jae Min, aku..."
"Apakah kau takut padaku yg merupakan seorang pembunuh dan monster?"
"Kau bukan seorang monster!" Jihyun mendekati Jae Min yg sedang duduk di atas ranjang. "Apakah aku terlihat takut padamu?"
"Mungkin."
"Kau bahkan tidak melihatku." Jihyun mengarahkan wajah Jae Min untuk melihatnya. "Apa terdapat rasa takut di mataku?" Jae Min merasa sedikit lega ketika melihat mata Jihyun yang jernih, tidak terdapat rasa takut sama sekali. "Tidak peduli siapa kau, aku pasti akan selalu ada untukmu."
Kening mereka saling tertempel, mata Mata Jae Min terpejam, merasakan hangatnya tubuh Jihyun tanpa sadar bahwa wajah Jihyun sudah merona.
"Setelah mendengar tentang semua masa laluku, apa yg akan kau lakukan? Apakah kau akan lari?"
"Bagaimana aku bisa lari dari pelindungku sendiri?" Mata Jae Min melebar. Jihyun memang selalu bisa memberikan kejutan yg luar biasa . "Tapi aku masih bingung."
"Bingung tentang apa?"
"Tentang Jeno. Ren Jun mengatakan bahwa aku adalah calon istri Jeno, tapi bagaimana bisa?"
"Para werewolf ditakdirkan untuk punya seorang pendamping, mereka menyebutnya sebagai mate. Jeno merasa bahwa kau adalah mate-nya hanya dengan mencium bau tubuhmu."
"Mengapa terdengar seperti orang mesum?"
"Oleh karena itu dia selalu berusaha untuk berada di dekatmu dan dia juga tahu bahwa aku mengincarmu sehingga dia meminta Rika untuk bersamamu setiap saat, menjagamu dariku."
"Itu menjelaskan semuanya."
"Mereka pikir hanya mereka yg punya pasangan hidup yg sudah ditakdirkan? Yg benar saja!"
"Apakah vampire juga punya?"
"Tentu saja, saat seorang vampire melihat seseorang dan merasa bahwa jantungnya berdetak, maka orang tersebut adalah mate yg telah ditakdirkan untuknya. Jantung kami sama sekali tidak berdetak lagi karena sebenarnya kami sudah mati."
"Jadi kalian adalah zombie?!"
"Aku akan memakan otakmu!" Jihyun tertawa. "Dan aku bisa merasa, bahwa jantungku berdetak kembali saat melihatmu."
"Aku pikir kau membenciku."
"Aku hanya sedang berusaha untuk mengontrol diri namun saat tahu bahwa kau adalah calon Luna dari Jeno, entah mengapa aku ingin mengejarmu."
"Lalu bagaimana dengan Ren Jun dan Chenle, apakah sudah bertemu dengan mate-nya?"
"Untuk Chenle belum, Ren Jun sudah tapi hubungan mereka terlalu rumit. Untuk sementara kau tak akan kembali ke apartemen karena sepertinya Jeno sudah tahu bahwa identitas kami telah terbongkar dan kau akan dibawa ke rumahnya."
"Lalu aku harus tinggal di mana?"
"Kau bisa tinggal di sini dan tidur di kamarku sementara aku akan berjaga di bawah."
"Apakah kau tidak akan tidur?"
"Aku tidak pernah tidur lagi selama 190 tahun."
"Kau sudah berusia 190 tahun?! Tua sekali!"
"Aku masih berusia 17 tahun, hanya saja selama 190 tahun. Kau pasti lelah, beristirahatlah, akan kubawa makanan dan pakaian untukmu tapi kamarku masih berantakan."
"Kita bereskan bersama." Akhirnya mereka mulai membereskan kamar Jae Min.
Ren Jun yg ternyata sengaja mengintip tersenyum tipis saat melihat kebersamaan mereka. Syukurlah Jihyun dalat terima Jae Min apa adanya tapi entah mengapa dada Ren Jun menjadi sedikit sesak saat melihat mereka.
"Aku sungguh merindukanmu."
🌙🌙🌙
"Noona?"
Jisung berjalan masuk sambil membawa makanan. Sorot matanya menjadi sendu saat melihat seorang gadis yg sedang terbaring di lantai dengan wajah yg tertutup rambut panjangnya. Jisung melihat ke arah piring berisi makanan yg masih tersisa, tahu bahwa gadis tersebut hanya makan sedikit hingga tubuhnya terlihat sungguh kurus.
"Rika noona, aku membawakan makanan untukmu, kumohon dimakan atau noona akan menjadi sakit." Jisung meletakan makanan tersebut di atas meja.
"Aku sudah sakit sejak lama jadi cepat bawa pergi saja makanan itu, aku sama sekali tidak butuh."
"Kumohon jangan seperti ini noona."
Jisung merasa sungguh sedih melihat kondisi sang Kakak. Semenjak peristiwa di lorong sekolah, Rika dikurung di rumah dan tidak diperbolehkan keluar dari kamar. Jisung ingin sekali marah karena sang kakak dianggap menjadi gila, karena depresi berat akibat masih belum bisa berubah dan orangtuanya bahkan tidak bisa berbuat banyak.
"Tinggalkan aku sendiri."
"Tidak, aku akan tetap berada di sini sampai noona mau makan."
"PERGI!"
Jisung tetap tidak bergerak, tidak peduli jika akan dipukul. Rika selalu menjaganya sejak masih kecil dan sekarang adalah gilirannya untuk menjaganya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan seorang lelaki berjalan masuk dengan langkah berat, mendekati Rika lalu berlutut di hadapannya.
"Jeno hyung..."
"Rika..." Tidak terdapat jawaban sehingga Jeno mengangkat tubuh Rika.
Wajah putih yg semakin bertambah pucat, kantung mata yg semakin menghitam serta mata yg bengkak dengan bekas air mata di pipi. Jeno membawa Rika ke pelukannya tanpa terdapat perlawanan.
Tangan Jisung terkepal kuat saat melihat tatapan mata Rika yg kosong, tubuhnya ada, tapi jiwanya telah hilang entah ke mana.
"Hanya kau yg kupunya sekarang. Jihyun telah pergi tapi pasti akan segera kurebut kembali, jadi kuminta jangan pergi dariku, kau harus tetap berada di sini." bisik Jeno.
Rika tetap diam, tidak terlihat terdapat pergerakan, seperti sebuah boneka yang sama sekali tidak punya kehidupan. Terkadang, jika dia berteriak tidak jelas, beberapa orang tenaga medis akan segera memberi obat tidur sehingga terdapat banyak bekas suntikan dilengannya.
"Tenang saja karena kau pasti akan kubebaskan tapi tidak boleh pergi jauh karena tidak ingin kehilangan dirimu." Jeno mencium kening Rika. "Jisung, jangan lupa untuk mengunci pintunya setelah selesai."
"Baik hyung..." Bahkan Jisung tidak berani untuk membantah. "Mengapa mereka jahat sekali?"
Rika sama sekali tidak diperbolehkan untuk keluar. Dia selalu berusaha untuk mendobrak pintu sampai terdapat luka memar di beberapa bagian tubuhnya. "Mianhae, noona..." Jisung medekap Rika erat.
Jisung marah sekali pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga kakaknya dengan baik, tidak dapat melakukan sesuatu ketika dirinya sungguh dibutuhkan. Dia merasa menjadi seorang adik yg tidak berguna.
"Bawa aku pergi, aku sudah tidak sanggup lagi."
- T B C -