|| E-Jazzy | 378 words ||
| Short story |
Warning: disturbing content. Blood, sensitive issue, etc.
Kalian setidaknya harus sudah berusia 17 untuk membaca cerita ini.
Ultah-lah yang ke-17 dulu, baru balik kemari.Tema:
Buat tulisan yang mengandung tiga kata ini di dalamnya: Setangkai lily, pistol, kapur tulisPara orang dewasa bilang aku anak yang cerdik—mungkin karena itulah dia mencoba mengakhiri nyawaku. Karena aku nyaris lolos sesaat setelah mengetahui perbuatannya yang hina dari setangkai bunga.
Dia bahkan telah menghabisi adik laki-lakiku yang mencoba melindungiku.
Dengan perut berlubang, dalam darah berkubang, kudekap adikku yang telah menjadi mayat. Sekujur tubuhku menggigil, pandangan mataku kian mengabur, tetapi aku harus melakukan sesuatu. Aku tidak bisa mati begini.
Pintu terkunci, dan ibu masih syok sambil masih menggenggam pistol di tangannya yang gemetaran. Sorot mata ibu dipenuhi penyesalan, kebingungan, dan duka yang teramat dalam. Tampaknya, dia takkan bisa melakukan apa pun kecuali meranyau dengan pistol di tangan untuk beberapa saat ke depan.
Aku merangkak ke jendela, tersedu-sedu menahan sakitnya peluru yang bersarang di badan. Di luar, hujan lebat meredam suara teriakanku, dan cahaya senter para polisi lalu lalang mencari kami. Ayah bersama mereka, tampak panik. Mereka tentu tahu ibu sedang dalam kondisi yang tak stabil.
Aku merangkak lagi dalam genangan darah yang masih hangat, lantas menemukan sekotak kapur tulis yang ayah simpan. Papan tulis yang biasanya ayah gunakan untuk mengajar kursus untukku dan beberapa teman sekelasku pun ada di sini.
Ibu merintih di belakangku sampai membuatku terperanjat. Ketika aku menoleh, dia telah bersimpuh tepat di belakang punggungku dengan mata cekung dan sorot nan liar. Tangannya mengangkat-angkat pistol seperti berdoa. Katanya, "Jangan mati, Sayang. Jangan mati."
"Iya, Ibu," isakku ketakutan. Darah mulai meleleh dari mulutku juga. "Mundurlah, ya? Kumohon."
"Kenapa kau menembaknya ..." rintih ibu seraya mendekap pistol itu, membuat hatiku seperti diremas. Suaranya bergetar seolah dia tengah bercerita kisah pilu kepada senjata api di tangannya. "Bunga lily itu lambang virginity .... Kesucian, kemakmuran ... kenapa menodainya ...."
Begitu ibu yang masih tampak linglung memberiku ruang, segera saja aku membalikkan papan tulis. Materi kursus IPA kami masih belum dihapus. Pakaian teman-temanku masih ada di balik papan tulis, tetapi kurasa tubuh mereka sudah dikubur tak jauh dari sini.
Dengan kapur tulis, kutinggalkan pesan terakhir agar ibu tak perlu menanggung fitnah keji, dan aku bisa mati dengan tenang: Ayah pelakunya.
Bukti: darah teman-temanku pada setangkai lily di sakunya.
Iya, udah saya bilang sensitive issue, disturbing content. Yang belom 17 belas tapi tetap baca, tanggung risiko sendiri ya '-')
Jangan nanya ayahnya kenapa
Jangan nanya ibunya kenapa
Baca sendiri sebab musabab si ayah membunuh anaknya, dengan clue setangkai lili yang disebut sebagai lambang virginity.
Kan dah dibilang konten 17 taon '-')
I dont know why saya nulis begini (/_\)
Pas liat "setangkai lili" kayaknya saya langsung keingat sama webtoon Inggris yang judulnya Melvina's Therapy; isu yang diangkat sebelas dua belas sama cerita ini, cuma lebih dark lagi. Tipikal cerita yang menghantui seumur hidup.
Webtoon itu traumatis banget, tapi tetap aja saya baca //menampar diri sendiri
Doakan saya masih hidup sampai 20 hari ke depan ( /'-')/
Next >>> 11 November 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Oracular
De TodoKisah-kisah yang entah puitis, humoris, sarkastis, atau optimistis; bercokol di antara enigma dan ambiguitas :.:.: ( ~'-')~ Oracular: 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 ( ~'-')~ Oracular: 30 Daily Writing Challenge NPC 2022 ( ~'-')~ Oracular: 30...