Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pada zaman dahulu kala, ada tiga babi kecil yang berusaha hidup mandiri di dunia luar yang kejam. Babi pertama membangun rumah dari jerami—seekor serigala menghancurkannya hanya dalam satu embusan napas. Babi kedua membangun rumah dari kayu—serigala yang sama membuatnya ambruk dengan satu lagi embusan napas kencang. Babi ketiga membuat rumah dari batu bata—napas sang serigala tak cukup kuat merubuhkannya.
Apa pesan moral dari cerita itu?
Jadilah anak ketiga dari tiga bersaudara? Sial nian aku anak sulung.
Jangan jadi babi? Yah, kami memang bukan babi.
Berdoalah serigala yang mengejarmu punya gangguan pernapasan? Tapi buat apa juga serigala tolol itu merubuhkan rumah pakai ditiup?!
Aku masih balita saat mendengar dongeng itu—mana sempat aku memikirkan pesan moralnya?! Aku cuma senang babi-babinya selamat!
Kini, kisah itu menjadi amat relevan dalam hidupku semenjak kemunculan bangsa Werewolf, dan aku sama sekali tidak membicarakan alfa seksi yang gemar meromantisasi kekerasan seksual terhadap kelas di bawahnya—apalah itu. Omega? Delta? Gamma? Epsilon? Entahlah, aku tidak sempat baca yang begituan saat dunia kami kiamat akibat para manusia serigala!
Aslinya, mereka disebut shapeshifter. Mereka mampu berubah wujud menjadi manusia, lalu meniru tingkah jelmaannya dengan sempurna. Mereka bicara, tertawa, menangis, dan tersenyum layaknya manusia sungguhan. Namun, wujud asli mereka memang menyerupai serigala—anjing super besar dan ganas dengan taring yang mampu mengoyak batang pohon serta cakar pencabik. Tenaga mereka mampu mencabut kepala manusia dalam satu cengkram dan tarikan.
Akhir dunia dimulai suatu malam, saat tamu-tamu misterius berdatangan. Mereka menekan bel, mengetuk pintu, memanggil si pemilik rumah dari teras ... lalu berubah wujud menjadi serigala dan membantai semua yang keluar menyambut mereka. Usai melahap orang yang menyambut mereka di pintu, para Werewolf masuk ke rumah yang disambanginya untuk menandaskan apa yang tersisa di dalam—anggota keluarga, hewan peliharan, bahkan tikus-tikus dan serangga yang bersarang di sudut-sudut tergelap rumah.
Saat fajar turun, para Werewolf berlarian dan lenyap entah ke mana. Mereka muncul lagi ketika matahari terbenam, mengambil wujud orang-orang yang mereka makan, dan mengetuk pintu-pintu lain.
Para Werewolf itu bukan semata pemangsa ganas, mereka juga pemburu cerdik yang sepertinya menikmati ketakutan kami. Mereka bisa saja menghancurkan semua rumah sekaligus dalam satu malam dan membasmi kami sampai habis, tetapi entah mengapa mereka selalu datang sebagai "tamu" dan menunggu adanya suara dari dalam rumah yang mengindikasikan rumah itu ada isinya.